Home / Romansa / Sang Penari Pujaan Hati / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of Sang Penari Pujaan Hati: Chapter 81 - Chapter 90

122 Chapters

81. Hinaan Lagi

Happy Reading*****Semua orang menatap ke sumber suara dan menghentikan tawa mereka. Susah payah Jelita menelan salivanya. Apa yang terjadi selanjutnya pasti meruntuhkan semua harga diri sebagai perempuan."Kenapa mesti malu, Ma? Jelita gadis yang berpendidikan dari keluarga terpandang juga. Yang lebih penting dari semua itu adalah akhlaknya bagus. Lalu, apalagi yang membuat kami malu duduk dan sarapan bersama gadis seperti itu?" Pambudi melirik Jelita dan tersenyum. Tahu pasti jika calon menantunya itu tengah dilanda ketakutan. "Mama kapan datang? Kenapa nggak ngabarin kalau mau pulang?" tanya Wandra demi mengalihkan perhatian perempuan yang telah melahirkannya."Nggak usah sok perhatian, Mas," ketus Ajeng.Rista membanting sendok di atas piring dengan keras. Entah mengapa mendengar nada ketus dari mamanya, dia sama sekali tidak suka. "Mama bisa nggak bersikap selayaknya orang tua. Nggak perlu menunjukkan kediktatoran di rumah ini. Kalau niat Mama pulang cuma mau marah-marah mendi
Read more

82. Kejutan di Rumah Puspa

Happy Reading*****"Maafkan perkataan Mama, Lit," pinta Rista saat mereka di perjalanan menuju kantor. Menoleh dengan senyum menghiasi wajah, Jelita berkata, "Sudah aku maafkan sejak lama, Ris. Perkataan Bu Ajeng semuanya benar. Aku cuma anak seorang buruh cuci dan ayahku cuma seorang kuli bangunan. Kami memang orang miskin, sama sekali nggak selevel dengan keluarga kalian.""Dih, merendah," cibir Rista, "sengaja nih, ngejek keluargaku?""Ngejek gimana? Emang kenyataan begitu kok." Rista menarik tubuh Jelita agar berhadapan dengannya. "Bahkan keluarga kami nggak ada apa-apanya dibanding keluargamu. Kamu itu pemilik saham terbesar di Cakra Grup."Jelita mencebik. "Semua itu punya Eyang sama Mas Riyan. Beliau-beliu itu yang sudah bekerja keras untuk membangun dan mengembangkan serta membesarkan Cakra Grup. Kalau aku, ya, gini aja. Cuma seorang penari yang sekarang jarang naik panggung. Kayaknya udah nggak laku. Kasihan diriku ini."Tanpa sadar Rista memukul lengan calon kakak iparnya
Read more

83. Kenyataan Pahit

Happy Reading*****"Bunda kenapa mau ada di rumah Puspa?" tanya Ajeng masih saja tak percaya jika Laksmi berada di hadapannya."Kenapa memangnya? Dia menantuku. Wajar kalau aku menginap di rumahnya.""Tapi, Bun?" Ajeng masih saja ingin menyangkal kehadiran Laksmi di rumah perempuan yang sangat dibencinya. Rasa tidak percaya masih saja berada di hati istri si camat. "Pergi dari rumah menantuku kalau kamu datang cuma untuk menghinanya.""Bun," panggil Puspa disertai gelengan kepala. "Kamu terlalu baik, Pus. Bahkan dengan seorang perempuan yang nyata-nyata merusak ketenangan rumah tanggamu dengan Abi, kamu masih saja bersikap seperti baik. Bukankah wanita ini yang juga menginginkan perpisahanmu dengan Abi. Dia bahkan yang menyebabkan Bunda membuang Abi dan menyengsarakan hidupnya." Laksmi mengembuskan napas panjang. Teringat betapa kejamnya, dia mengusir darah dagingnya sendiri karena hasutan Ajeng."Bun, beliau tamu di sini. Kita wajib menghormatinya," sahut Ajeng."Tapi, dia nggak b
Read more

84. Penyesalan

Happy Reading*****Orang yang berteriak itu segera menolong Jelita. Hendak memotret plat nomor mobil sudah tidak bisa, saking cepatnya sang pengendara melakukan kendaraan itu. Perempuan berjilbab itu mendekati Jelita. "Ayo, Mbak." Si perempuan mengulurkan tangan pada Jelita. Jelita berdiri di bantu oleh orang tersebut. Merasakan perih pada keningnya, si gadis pun menyentuh dengan tangan kiri. Darah segar terlihat. "Astagfirullah," ucap Jelita. "Sebaiknya diperiksakan, Mbak. Lukanya cukup dalam." Di bagian lutut, Jelita juga merasakan perih. Saat dilihat, banyak luka baret. "Terima kasih, Bu. Bentar lagi, saya periksakan.""Ya, sudah. Saya permisi kalau gitu. Mbak Lita hati-hati, ya. Jangan sampai diserempet mobil lagi." Kalimat itu seakan mengingatkan Jelita bahwa fokusnya tadi ada pada ponsel. Dia lupa, banyak bahaya mengancam saat dirinya berada di jalanan."Terima kasih sekali lagi, sudah mengingatkan." Setelah mendapat anggukan, perempuan berjilbab itu pergi meninggalkan
Read more

85. Maaf

Happy Reading*****Pambudi dan Wandra tiba di rumah dengan keadaan pintu sudah terbuka. Kedua orang itu saling memandang. "Mas sudah kunci pintu tadi, Pa," kata Wandra."Terus siapa yang masuk rumah kita? Adikmu kan masih kerja, Mas." Pambudi mulai khawatir, dia melangkah masuk dengan cepat."Mama kali, Pa.""Mamamu tidak mungkin kembali ke rumah. Dia itu tipe egois, harga dirinya juga sangat tinggi. Setelah Papa mengusirnya seperti tadi pagi. Tidak mungkin, mamamu kembali ke rumah.""Masak maling, Pa?""Periksa semua barang-barang, Mas!" perintah Pambudi. Dia sendiri langsung menuju ke kamar.Suara rintihan serta tangisan terdengar. Pambudi kenal betul suara itu adalah tangisan sang istri. Namun, sejak menikah hampir tiga puluh tahun dengan Ajeng, tak sekalipun dia mendengar pasangannya menangis.'Ada apa dengannya? Kenapa sampai histeris seperti itu?' kata Pambudi dalam hati. Dia terus melangkahkan kaki masuk ke dalam kamar dan betapa terkejutnya saat melihat semua barang serta m
Read more

86. Kecelakaan

Happy Reading *****Setelah makan siang dengan makanan yang dikirimkan oleh Puspa. Ajeng masuk ke kamar tamu. Dia merenung semua kebaikan Puspa.Dulu, setelah Puspa menikah dengan Abimana. Ajeng tetap diperbolehkan merecoki hubungan keduanya. Pantas jika tadi Laksmi berkata bahwa dia adalah pelakor dalam hubungan Puspa dan Abimana. Kenyataan memang demikian. Namun, sikap ibunya Jelita tidak berubah. Dia tetap baik.Di kamar lain, yaitu kamar Wandra. Dia sedang menghubungi sang kekasih. Bercerita tentang sikap mamanya, tak lupa dia juga mengucapkan terima kasih untuk kiriman makan siang dari sang calon mertua."Semoga perkataan Bu Ajeng adalah pembuka untuk restu cinta kita, Mas," kata Jelita di seberang sana."Amin. Mas, juga berharap seperti itu, Yang.""Aku mau lanjut kerja, ya, Mas. Nanti kita sambung lagi.""Iya. Selamat bekerja, Sayang." Panggilan mereka pun terputus setelah mengucapkan salam.Selesai berbicara dengan sang kekasih, Wandra melihat berkas-berkas papanya. Dia mulai
Read more

87. Kesehatan Jelita

Happy Reading*****Diperlukan waktu sepuluh menit sampai di rumah sakit. Wandra melangkah dengan tergesa-gesa bersama dengan kedua orang tuanya. Di depan ruang IGD, Puspa terlihat. Matanya berembun dengan hidung mulai memerah.Sementara di sebelahnya, Laksono menggendong Arunika. Gadis kecil itu terisak."Gimana keadaan Jelita, Bu?" tanya Wandra. Dia sudah duduk di samping Puspa saat ini."Belum tahu, Mas. Masih ditangani dokter. Semoga keadaannya nggak kritis seperti Pak sopir," terang Puspa. Air matanya mulai mengalir. Melihat kesedihan Puspa, entah mengapa hati Ajeng terenyuh. Dia mendekati perempuan itu dan memeluknya. "Tenang, Pus. Jelita pasti baik-baik saja. Dia adalah gadis yang kuat. Kecelakaan ini nggak akan berpengaruh apa pun untuknya."Semua orang yang ada di sana tercengang. Suatu keajaiban, Ajeng bisa bersikap sedemikian rupa pada Puspa. Namun, tak ada satu pun yang berani membuka suara. Ternyata di balik setiap masalah, selalu ada hikmah yang akan didapatkan."Terima
Read more

88. Berdoa

Happy Reading*****Malam ini, semua orang tidak dapat memejamkan mata. Wandra dan Puspa masih berada di depan ruang IGD, sedangkan Pambudi, Ajeng serta Laksono pulang. Wandra sengaja meminta orang tua serta pamannya Jelita untuk pulang.Jika memang mendesak, Wandra berjanji akan menghubungi mereka semua. Mahesa juga sudah mengabari apa yang terjadi dengan Jelita. Kesalahan sepenuhnya bukan berada pada sopir truk, tetapi kendaraan yang ditumpangi sang kekasih yang salah."Mas, kalau capek tidur saja duluan. Ini ada selimut yang dibawakan anak-anak pas jenguk Jelita tadi. Ada bantal juga. Mas Wandra bisa tidur di bangku kosong sana." Puspa menunjukkan sebuah bangku yang tidak ditempati oleh siapa pun. Dia juga menyerahkan tas besar yang berisi selimut dan bantal.Lelaki yang tampak lelah karena seharian belum istirahat sama sekali itu malah tersenyum. "Ibu saja yang istirahat. Biar saya yang jaga.""Ibu nggak bisa tidur, Mas. Keadaan Jelita saja belum dinyatakan lewat masa kritis. Mana
Read more

89. Restu

Happy Reading*****"Tenanglah, Sayang. Tenang," kata Wandra mempengaruhi sang kekasih. Dia juga merengkuh Jelita dalam pelukannya. Mengusap kepalanya lembut. Beberapa kali juga memberikan kecupan pada puncak kepala."Mas, kalau aku nggak bisa jalan gimana? Terus aku nggak bisa nari?" Jelita tergugu dalam pelukan sang kekasih."Nggak masalah," kata Wandra santai."Terus aku nggak bisa ngurus Mas dan juga anak-anak kita nantinya." Jelita mengurai pelukannya dan menatap wajah sang kekasih. Sorot mata keduanya bertemu. "Kalau Mas mau membatalkan rencana pernikahan kita nggak papa.""Ngomong apa, sih?" Wandra mencubit sayang hidung perempuan yang sudah membuatnya tidak bisa lari ke lain hati. "Kita sudah berjuang bertahun-tahun untuk impian pernikahan. Lalu, setelah semua restu dari orang tua, kita dapat. Kamu mau menyerah gitu aja. Malah nyuruh Mas membatalkan. Ya, nggak mau, Sayang.""Nggak usah menambah bebanku dengan berkata kalau restu dari semua orang tua sudah didapat. Nyatanya, Bu
Read more

90. Curiga

Happy Reading*****"Bunda apaan, sih," sahut Ajeng, "memangnya aku hantu sampai Wandra takut." Dia mencebik, tetapi tidak ada nada marah atau benci di dalam perkataannya."Kamu itu lebih menakutkan dari hantu. Aku nggak akan percaya gitu aja kalau kamu memberikan ijin pada Jelita dan Wandra untuk menikah. Sudahlah, buka topengmu!" Perkataan Laksmi masih saja terdengar sinis.Pambudi maju, mendekati perempuan sepuh itu. "Bunda duduk dulu. Biar saya yang jadi jaminan jika suatu hari nanti ternyata Ajeng, hanya berpura-pura untuk merestui hubungan mereka.""Papa apaan, sih. Mama itu tulus memberikan restu sama mereka. Nggak ada juga embel-embel karena Jelita sudah diterima keluarga Cakraningrat atau dengan semua harta yang dimiliki. Kalau Mama cuma main-main, tentu restu itu nggak akan Mama berikan saat ini. Ketika Jelita terbaring sakit bahkan kita belum tahu kondisi kakinya. Kenapa kalian nggak percaya kalau aku sudah berubah dan menerima Jelita dengan tulus menjadi bagian keluargaku.
Read more
PREV
1
...
7891011
...
13
DMCA.com Protection Status