Home / Romansa / Sang Penari Pujaan Hati / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Sang Penari Pujaan Hati: Chapter 71 - Chapter 80

122 Chapters

71. Abimana Cakraningrat

Happy Reading*****"Putra sulung Eyang Laksmi. Pewaris 50% saham Cakra grup. Artinya, sejak lahir Jelita sudah memiliki kekayaan yang diwariskan dari ayahnya, tapi mengapa ibunya sampai bekerja sebagai buruh cuci selama ini? Sedangkan saham itu nggak pernah berpindah tangan pada Riyan. Walau kini semua usaha dikelola olehnya. Bahkan ayahnya Riyan mendirikan perusahaan sendiri. Apa artinya ayahnya Riyan hanyalah menantu di keluarga Cakra?" Kening Mahesa berkerut secara sempurna. Mahesa segera meneruskan email itu kepada Pambudi. Lalu, dia masuk kembali dengan santai seolah tak terjadi apa-apa. Tidak ada keterkejutan lagi seperti yang terjadi ketika membaca email tersebut. Saat Pambudi membuka ponselnya, Mahesa mengangguk dengan samar. Namun, gerakan kepalanya masih terlihat dan dimengerti oleh orang tua Wandra. Baru juga membuka email yang dikirim, Pambudi dengan jelas membaca bahwa nama Abimana bukanlah lelaki sembarangan.Beberapa saat terdiam, Pambudi tak mempedulikan pembicaraan
Read more

72. Sebuah Rahasia

Happy Reading*****"Apa kamu nggak tahu hubungan mamamu dengan ayahnya Jelita? Bukankah kalian tinggal satu desa bahkan papamu seorang pemimpin. Mana mungkin nggak kenal sama Om Abimana." Riyan terpaksa mengalihkan pandangan dari layar."Hubungan apa yang kamu maksud? Aku nggak ngerti sama sekali." "Coba tanyakan pada mamamu. Apa obsesinya selama ini." Riyan malah melempar pertanyaan pada Rista.Sedikit jengkel, Rista bangkit dari duduknya dan menghampiri Ajeng. "Ma, kita harus bicara.""Ada apa?" Ajeng terkejut melihat wajah marah dari putrinya.Laksmi melihat ke arah cucunya, takut jika lelaki itu mengatakan sesuatu atau melakukan tindakan yang tidak sewajarnya. Namun, melihat reaksi riyan yang adem ayem bahkan masih fokus pada benda persegi di depannya, wanita sepuh itu lega. "Silakan kalian bicara, aku mau ke Riyan dulu," pamit Laksmi. Sepeninggal wanita dengan gamis berwarna navy, Rista menatap tajam mamanya. "Katakan apa hubungan Mama dengan ayahnya Jelita? Apa kalian puny
Read more

73. Kebencian Ajeng

Happy Reading*****Ajeng terdiam mendengar pertanyaan sang suami. Belum selesai kemarahan yang diakibatkan oleh pertanyaan keluarga Laksmi tadi, sekarang Pambudi malah mengusik masalah itu. Oke, dia memang terobsesi untuk masuk dan menjadi bagian dari keluarga Cakraningrat. Namun, semua itu digagalkan oleh keberadaan Puspa. Seorang yang dikenal Abimana saat malam inaugurasi di kampusnya dulu.Puspa adalah gadis yang bekerja di kantin kampus. Entah mengapa malam itu, dia bisa tampil memukau sebagai penari Gandrung menggantikan salah satu mahasiswa yang akan tampil. Oleh karena hal itulah Abimana jatuh cinta pada Puspa. Sebuah pengakuan yang membuat dunianya runtuh."Aku nggak punya hubungan apa-apa dengan Abimana. Lagian siapa juga yang mau deket-deket orang miskin kayak dia," kata Ajeng menjawab pertanyaan Pambudi."Benarkah? Lalu, mengapa ceritamu sangat berbeda dengan yang disampaikan Wandra. Putra dengan jelas mengatakan bahwa kalian berteman sejak kecil. Kebohongan apa lagi yang t
Read more

74. Pertemuan

Happy Reading*****Jelita berusaha mengenyahkan semua pikirannya tadi. Dia meraih tangan Laksmi dan menciumnya penuh hormat serta memeluk, meluapkan semua rindu yang menggunung. Sementara Rista sudah memeluk Wandra terlebih dahulu. Riyan, hanya terpaku melihat interaksi orang-orang di sekitarnya."Kayaknya nggak ada yang inget sama aku," kata Riyan. Bibirnya bergerak-gerak, lucu.Keempat orang itu menatap Riyan. Laksmi memukul pelan lengan cucunya."Dah tua sok imut. Nggak pantes, Mas," kata wanita sepuh itu. Kemudian dia melirik Wandra. "Kamu nggak pengen ngenalin calonmu, Nduk?""Iya, Yang. Sampai lupa," sahut Jelita, "kenalin, namanya Mas Wandra. Saudaranya, Rista."Wandra maju dan menyalami Laksmi. Sementara perempuan sepuh itu masih menatap lekat padanya. Meneliti Wandra dari atas sampai ke bawah."Jadi, dia lelaki yang membuatmu menolak cinta Mahesa, Nduk."Jedar ....Bak petir yang tiba-tiba menghantam tubuh di siang hari, Wandra membulatkan mata. Jadi, perkiraannya selama ini
Read more

75. Restu dan Dendam

Happy Reading*****"Jadi, Eyang sama Ibu merestui hubungan kami?" Hati-hati Wandra bertanya pada dua perempuan yang sangat berpengaruh dalam hidupnya.Puspa menatap sang mertua, dia belum berani menjawab. Ada ganjalan di hati terkait masa lalu. "Kenapa lihat Bunda gitu, Pus? Kamu yang lebih berhak memutuskan dari pada Bunda." Seakan mengerti tatapan sang menantu, Laksmi berkata demikian."Puspa setuju saja, Bun. Gimana dengan Bunda sendiri?" Puspa malah melempar pertanyaan."Jawabannya nanti aja, deh." Laksmi menatap Wandra. "Eyang capek pengen istirahat sama makan siang dulu."Sepertinya, kalimat yang dilontarkan Laksmi adalah sebuah sindiran. Dia melirik Jelita, lalu terkikis melihat bibir sang cucu maju lima senti."Maafkan Puspa, Bun. Sampai lupa nawari minum apalagi makan. Sebentar," pamit orang tua tunggal yang selama ini sudah membesarkan dan merawat Jelita. Dia terlihat berjalan ke arah dapur."Kalau gitu, saya permisi pulang, Eyang," pamit Wandra."Lakok pulang, Ndra. Nggak
Read more

76. Tak ingin kalah

Happy Reading*****Sesuai saran bundanya, Ajeng mendatangi kediaman Laksmi. Namun, sesampainya di depan gerbang, satpam sudah memintanya untuk kembali."Saya mau ketemu Nyonya Laksmi.""Sudah saya katakan, Nyonya tidak bisa menerima tamu sampai Minggu depan.""Saya sudah ada janji dengan beliau," tambah Ajeng. Dia mulai geram dengan sikap satpam yang seolah dialah pemilik hunian itu, saat ini."Benarkah? Lalu, mengapa Nyonya tidak mengatakan apa pun saat pergi?" Si satpam menatap curiga. Gerak-gerik Ajeng memang mencurigakan. Menyapu pandangan ke segala arah seperti mencari-cari sesuatu. "Ke mana Nyoya pergi?""Apa harus, saya menjawab pertanyaan Anda?""Kamu!" geram Ajeng, "baru jadi satpam saja belagu.""Saya cuma menjalankan tugas. Menjaga keamanan rumah orang yang sudah menggaji. Kalau sampai lalai dan ada masalah, saya juga yang kena semprot dan pastinya akan dipecat." Suara satpam itu merendah.Ajeng menghentakkan kaki. Bicara dengan lelaki rendahan seperti satpam itu, tentu
Read more

77. Badai Kembali Datang

Happy Reading*****Wandra menatap adiknya. Seolah bertanya apa yang dikatakan mamanya. Rista menjawab dengan gelengan kepala. Hari ini, Rista bisa mengungkapkan semua isi hati serta kekekalannya pada Ajeng. Walau sedikit ragu bahwa perempuan yang melahirkannya akan segera sadar dengan semua perkataan yang diucapkan tadi."Hei, kenapa malah bengong? Ayo kita jalan-jalan lagi. Masih banyak binatang yang belum dilihat." Jelita menggandeng tangan Rista agar segera mengikuti langkahnya ke arah Riyan."Apa ada masalah, Ris?" tanya Riyan.Rista, hanya bisa menggeleng. Bagaimana mungkin dia akan menceritakan bahwa kebencian mamanya masih menguasai pada Jelita dan Puspa, sedangkan di perempuan itu begitu baik."Cuma keinget Papa di rumah. Kita lagi seneng-seneng, tapi beliau di rumah lagi sakit dan mikir masalah yang belum kelar-kelar." Rista mengembuskan napas panjang. Dari arah belakang, Wandra merangkul pundak Rista. "Papa baik-baik saja, Dik. Beliau malah yang meminta kita untuk jalan-j
Read more

78. Tak Akan Menyerah

Happy Reading*****Masih dengan sisa kesombongan yang dimiliki, Arsyana menjawab pertanyaan Laksmi. "Jelita nggak ada kaitan dengan Cakra, lalu kenapa saya mesti takut.""Arsya, jaga bicaramu!" peringat Pambudi, "Jelita adalah putri tunggal dari Abimana Cakraningrat. Pasti kamu mengenal nama itu, kan?"Kaki Arsyana mundur hingga menabrak pintu masuk, kediaman Pambudi. "Benarkah? Lalu, kenapa?""Mulai saat ini, belajarlah untuk menghormati orang lain. Jangan asal njeplak! Sebuah pepatah mengatakan bahwa mulutmu harimaumu," sahut Mahesa.Semua orang memandang Arsyana tak terkecuali Laksmi. Dia terlanjur marah mendengar cucunya dihina dan direndahkan seperti itu. "Siapa kamu sebenarnya. Berani-beraninya kamu menghina cucuku." Laksmi kembali bersuara."Sudahlah, Bun. Memang benar yang dikatakan gadis ini. Puspa hanyalah seorang buruh cuci," sahut Puspa."Semua kamu lakukan karena kesalahanku. Jika bukan hasutan seseorang, Bunda nggak bakalan mengusir kalian." Air mata Laksmi mulai melel
Read more

79. Salah Sasaran

Happy Reading*****Keluar, Wandra mengetuk pintu kamar Rista. "Dik, kamu ngapain di dalam? Bisa nggak bantuin Mas?"Beberapa detik masih belum ada balasan dari dalam. Wandra kembali mengetuk dan sedikit berteriak. Memutar kenop, akan langsung masuk ternyata dikunci dari dalam. "Dik, kamu ngapain di dalam, sih?" Tangannya masih tetap mengetuk. Berulang kali memanggil nama saudaranya.Hampir lima menit menunggu, barulah Rista bersuara. "Sebentar, Mas." Pintu pun terbuka menampilkan wajah Rista. "Ada apa? Kenapa teriak-teriak seperti itu. Aku lagi pup, ih.""Bantuin, Mas, dong," pinta Wandra. Tangannya sudah menyatu di depan dada. "Pliss!"Rista mengerutkan kening. "Bantuin apa? Kalau mohon-mohon gini pasti ada kaitannya sama Jelita.""Bukan Jelita, tapi Arsyana.""Kenapa lagi sama dia?" "Dia bilang sakit, tapi mas takut ini cuma jebakan.""Terus ngapain minta bantuan aku?" Rista masih betah berdiri, tidak mempersilakan saudaranya itu masuk."Ya, Mas takut. Jika dia beneran sakit giman
Read more

80. Kedatangan Seseorang

Happy Reading*****Malam ini, walau rencana Arsyana tidak berhasil, tetapi dia memiliki harapan baru. Siapa yang tak kenal Ajeng. Segala keinginannya harus tercapai sekalipun menghancurkan hidup seseorang.Bukankah dulu, Wandra dan Jelita sudah pernah merasakan akibat dari rencana Ajeng untuk memisahkan. Jika sekarang mereka bertemu dan menjalin hubungan kembali, maka semua tak lepas dari takdir yang telah dituliskan oleh Sang Maha Pencipta.Di lain tempat, Wandra masih setia menunggu adiknya. Dia tak tenang jika gadis itu belum pulang. Berkali-kali menghubungi ponsel Rista, tetapi belum ada jawaban."Belum tidur, Ndra?" tanya Pambudi. Dia baru saja dari dapur untuk mengambil air. Melihat ruang keluarga yang lampunya masih menyala, lelaki itu menghampiri putranya.Wandra menoleh. "Belum, Papa sendiri kenapa belum tidur?""Papa kebangun terus ambil air. Sudah malam, tidak baik begadang. Tidurlah," perintah sang kepala keluarga."Papa duluan saja. Wandra masih nunggu Rista. Tadi tak su
Read more
PREV
1
...
678910
...
13
DMCA.com Protection Status