Semua Bab Sang Penari Pujaan Hati: Bab 91 - Bab 100

122 Bab

91. Perlahan Terungkap

Happy Reading*****Masih di kantin dan menikmati kopi, mereka bertiga mulai melakukan penyelidikan. Pambudi menghubungi seseorang yang berhubungan dengan IT di kantor Pemda. Meminta bantuannya untuk mengirimkan rekaman CCTV."Mohon maaf, Pak. Saya tidak bisa melakukannya. Hal ini berkaitan dengan kode etik pekerjaan," kata orang itu ketika Pambudi meminta bantuannya.Pambudi melirik Wandra dan Riyan, lalu menggelengkan kepala. Riyan membisikkan sesuatu pada pria paruh baya itu. Setelahnya, dia pun berkata. "Pak, ini menyangkut hidup seseorang. Tentunya njenengan sudah mendengar tentang kecelakaan Ibu Jelita. Kejadian itu, tidaklah murni karena kecerobohan sopir, tapi ada seseorang yang sudah merusak rem mobilnya. Mohon bantuannya untuk mengungkap kasus ini."Diam sejenak. Mungkin, di seberang sana. Seseorang yang dimintai bantuan itu tengah berpikir. "Saya konfirmasi nanti, Pak. Mau diskusikan dulu dengan atasan. Bolehkah bertindak demikian demi menyematkan nyawa Ibu Lita.""Saya tun
Baca selengkapnya

92. Preman

Happy Reading*****Pambudi langsung bergerak. Sepulang dari rumah sakit, dia meminta seseorang yang telah dipercaya untuk menangkap lelaki yang telah membuat rem mobil Jelita blong."Temukan dia dengan selamat, Saya berikan bayaran yang cukup mahal untuk itu," kata Pambudi. Dia telah mengirimkan foto lelaki yang berniat mencelakai menantunya. "Pa, apa kita bisa mengetahui pelakunya dengan cepat. Mama kok gemes pengen nampar si pelaku," kata Ajeng setelah suaminya memutuskan panggilan."Jelas bisa, Ma. Papa sudah ngomong sama preman daerah ini. Kalau dia sampai tidak bisa menemukan orang itu, maka jangan lagi menyebutnya preman." Pambudi terkekeh. "Dia janji, nanti sore sebelum jam lima, orang itu sudah ditemukan.""Bagus, gerak cepat ini namanya. Kasihan Wandra, baru juga mau seneng sudah ada yang buat ulah.""Iya." Pambudi melirik istrinya. "Ma, sebaiknya kita nikahkan Mas Wandra secepatnya. Papa takut ada lagi yang akan memisahkan mereka. Untuk sementara, akad aja dulu. Setelah J
Baca selengkapnya

93. Arsyana

Happy Reading*****Si preman suruhan mengambil kayu yang terletak di teras rumah Pambudi. Tanpa segan dia memukulkan sekuat tenaga pada kaki sebelah kiri orang di hadapan mereka. Jerit pilu terdengar. "Masih nggak mau ngaku?" tanya preman itu."Apa setelah aku mengaku kalian nggak akan menyeret namaku untuk kasus ini?" tanyanya pelan karena sudah tak memiliki tenaga. Sekujur tubuhnya dipenuhi luka."Tergantung. Jika kau mengatakan yang sejujurnya. Saya berjanji akan melepaskanmu dari jerat kasus ini. Sekarang katakan siapa yang menyuruhmu, sebelum dia mematahkan kakimu yang sebelah.""Baik, Pak. Saya akan mengaku, tapi Bapak juga harus menepati janji tadi.""Ck... banyak omong. Patahkan saja kakinya yang sebelah." Pambudi menatap orang suruhannya."Ojo, Cak. Oke ... oke, aku ngaku. Orang yang menyuruhku adalah Bu Ajeng sendiri," katanya lantang.Ajeng yang berada di tengah-tengah tangga hendak menemui tamu suaminya. Berhenti mendengar namanya disebut. "Hei!" teriaknya lantang.Seten
Baca selengkapnya

94. Nasib Buruk Arsyana

Happy Reading*****Arsyana begitu syok dengan wajah yang ada dilayar ponsel miliknya. Seketika pertanyaan yang akan diajukan untuk membenarkan ucapannya tadi, menguap entah ke mana. Dia bergidik, menatap pada tiga preman yang masih memegangi tubuhnya."Aku nggak mau ikut campur urusanmu lagi. Cukup sekali aku menerima tugas darimu. Kau membuatku seperti ini. Aku pasti akan membuat perhitungan," kata lelaki itu di tengah rasa sakitnya. Dia terlihat akan mematikan layar."Tunggu! Kamu harus katakan pada orang-orang ini bahwa kamu disuruh Tante Ajeng untuk mencelakai Jelita."Orang yang wajahnya babak belut itu memutar bola malas. "Itu urusanmu. Aku nggak mau ikut campur lagi. Pokoknya aku nggak mau berurusan sama Pak Pambudi dan kelurganya. Untung nyawaku selamat." Dia langsung memutus sambungan telepon dari Arsyana.Mahesa dan Wandra saling pandang. "Rupanya, Papa gerak cepat.""Urusan beginian, Om Pam selalu di depan," tambah Mahesa. Keduanya tertawa sedikit keras membuat nyali Arsya
Baca selengkapnya

95. Rencana Pernikahan

Happy Reading*****Wandra duduk tepat di sebelah mamanya, menunggu penjelasan kedua orang tuanya. Si sulung berharap, semoga rencana pernikahan yang keduanya maksud adalah untuk dirinya dan Jelita."Jadi, gini, Mas. Papa sama Mama dan juga Bu Puspa telah sepakat untuk menikahkanmu dengan Jelita. Semua surat-surat sudah diurus. Rencana besok sore, kalian sudah bisa menikah, tapi tidak dengan pesta mewah. Cuma akad saja."Mata Wandra nyaris copot saat mengetahui kabar bahagia itu. Orang tuanya memang the best kalau sudah memiliki keinginan. Sekali jalan, wus, langsung dikerjakan sampai selesai."Jangan senyum-senyum saja, Ndra. Setelah nikah, kamu punya tanggung jawab lebih besar. Nggak usah leha-leha. Nggak usah mikir yang enak-enak terus," sindir Ajeng ketika melihat senyuman mesum di wajah putranya."Apa, sih, Ma. Tahu aja yang dipikirkan Wandra." Si sulung, bukannya malu malah makin menunjukkan apa yang sedang dia pikirkan."Pikiranmu, Mas. Belum juga nikah udah bayangin yang begit
Baca selengkapnya

96. Patah, sepatah-patahnya

Happy Reading*****"Sorry, Sa. Aku nggak sempat kasih tahu dirimu. Semua berjalan gitu aja. Pas pulang tadi, aku juga baru tahu kalau para orang tua sudah merencanakan semua itu," kata Wandra. Sebisa mungkin dia tidak menyakiti hati sahabatnya itu. Rasa cinta dalam hati Mahesa untuk Jelita tentu tidak mudah hilang begitu saja. Walau sulung keluarga Sasongko itu sudah mengucapkan kata ikhlas saat mengetahui hubungan Wandra dan sang gadis pujaan."Maaf, ya, Mas. Kami nggak cerita. Waktunya mepet banget. Baru dikasih tahu Eyang pas aku bangun tadi," tambah Jelita.Mahesa mengangkat garis bibirnya tinggi-tinggi, menutupi segala kesakitan yang kini dirasakannya. "Santai saja, ih. Kalian berdua adalah orang yang aku sayang. Tentunya, aku bahagia mendengar kabar ini." Dia menepuk bahu sahabatnya. "Selamat, Ndra. Akhirnya, cita-citamu tercapai. Jangan sakiti Jelita sedikitpun jika kamu nggak mau berhadapan dengan Riyan dan aku," ancamnya.Wandra berbalik dan memeluk Mahesa. "Terima kasih, S
Baca selengkapnya

97. Pernikahan

Happy Reading*****Pambudi mulai memutar otak dengan cepat untuk menjawab pertanyaan Wandra. Menarik napa sebentar dan mulai menampakkan senyum. "Tidak ada apa-apa, Mas. Orang suruhan Papa tadi ngomong kalau Mahesa masih tertidur pulas. Papa kaget karena orang itu mengira sahabatmu pingsan." Pambudi menjeda perkataannya. Berharap semoga si sulung mempercayai semua ucapannya tadi.Wandra tersenyum lebar. "Anak itu pasti kecapean. Mahesa emang gitu, Pa. Kalau sudah tidur pasti sudah buat dibangunin. Kata Tante Candini, ngebo banget kalau sudah ketemu bantal.""Bene banget katamu, Mas. Masak ada orang bobol pintu rumah saja, dia tidak tahu. Dasar, jadi kalau dia telat datang. Kita nyari saksi lain saja. Kemungkinan pasti telat anak itu." Pambudi bisa bernapas lega sekarang. Ternyata, Wandra tidak menaruh curiga sama sekali. Sementara itu, orang suruhannya sudah mengirimkan chat lagi bahwa Mahesa sudah mulai membuka mata.[Suruh dia segera mandi dan ajak ke rumah sakit Fatimah. Antar di
Baca selengkapnya

98. Hati yang Baru

Happy Reading*****Penghulu sudah pulang, tinggallah kelurga inti. Mereka tengah bercengkrama dan bersenda gurau. Mahesa bahkan ikut berbincang bersama keluarga itu dengan perasaan bahagia. Entahlah, sejak Rista tadi berkata untuk membuka hatinya. Lelaki itu, sudah berjanji akan melupakan Jelita dan mulai mencari tambatan hati untuk cinta sejatinya."Mas Mahes harus cepet nyusul, lho. Nggak pengen merasakan sensasi mendebarkan seperti Mas Wandra tadi." Puspa melirik menantunya yang terlihat masih grogi. "Ibu nggak sabar pengen lihat calon pengantinnya. Pasti sangat cantik," kata Puspa mencoba menghibur hati Mahesa."Insya Allah pasti cantik, Bu. Doakan saja, saya nyusul Wandra. Mata Mahesa melirik Rista yang duduk di hadapannya bersama Ajeng."Wah, cepet juga kamu move on dari adikku," kata Riyan. Dia menepuk pundak pewaris keluar Sasongko."Nggak cepet ini, Mas. Lama banget, untung saja ada yang nyadarin kalau Jelita sudah menjadi istrinya Wandra." Mahesa tertawa. Sesekali tatapann
Baca selengkapnya

99. Katanya Malam Pertama

Happy Reading*****Sepeninggal para keluarga, ruangan Jelita terasa sunyi. Kini, tinggallah Wandra dan juga Puspa menemaninya. "Ibu mau keluar sebentar, Mas. Tolong gantiin pakaian Lita, ya," pinta Puspa. Dia juga mengedipkan sebelah mata pada menantunya.Merasa diberi kesempatan untuk berduaan dengan sang istri. Wandra berucap dengan lantang, "Siap, Bu." Disertai hormat."Lebay, Mas," kata Jelita."Apa, sih, Yang.""Sudah ... sudah," lerai Puspa yang melihat putrinya akan menjawab perkataan sang suami. "Ibu pergi agak lama kayaknya. Kalau ada apa-apa segera hubungi Ibu, Mas. Semua peralatan Jelita ada di lemari besi itu." Setelah itu, Puspa keluar meninggalkan keduanya."Ayo, Mas gantiin bajunya," kata Wandra. Dia sudah berdiri di dekat lemari besi yang ditunjukkan oleh Puspa tadi. Memilih baju yang sekiranya tidak menyulitkan sang istri dan juga kakinya.Wandra menemukan daster modern panjang berbahan satin. "Pake ini saja, Ya. Langsung masuk kayaknya."Mata Jelita membulat sempur
Baca selengkapnya

100. Salah Tingkah

Happy Reading*****"Ibu?" panggil Jelita. Wandra segera mendongakkan kepala dan menutupi bagian inti istrinya dengan selimut."Kamu mau ganti celana dalam, Lit?" tanya Puspa.Pipi Jelita merona, sedangkan Wandra menggaruk kepala. Malu sekali ketahuan ibu mertuanya."Sini, biar ibu yang bantu mengganti." Puspa mengambil celana dalam putrinya di lemari besi. Wandra tersenyum dan melingkarkan jempol dan jari telunjuknya pada sang istri. Beruntung, jejak basah milik Jelita sudah bersih. Tadi, sang suami sudah menyelesaikannya sebelum Puspa datang."Bu, saya keluar dulu, ya." Wandra menatap sang mertua dengan sedikit malu."Mau ke mana, Mas?""Di depan kamar rawat saja. Mau telpon Mama supaya dibawakan baju ganti. Saya, mau menginap. Nanti malam, Ibu pulang saja. Biar saya yang menjaga Jelita.""Ya, Mas, tapi Ibu mau pastiin dulu kalau Jelita bersih. Biar Mas Wandra nggak perlu membersihkan badan putri ibu," sindir Puspa pada putrinya. "Maaf, Mas. Sudah merepotkan tadi.""Ibu ngomong apa
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
8910111213
DMCA.com Protection Status