Tatapan matanya kosong, seperti tak mengerti bahwa aku benar-benar akan mengabaikan hubungan darah kami demi Ayahku yang saat ini entah bagaimana keadaannya."Ini sudah takdir, Nek. Sarah memang sudah terlahir sebagai anak Ayah. Bahkan Sarah tidak bisa mengingat bagaimana wajah anak Nenek," ucapku jujur. Dia terduduk lemas saat Unde Tiwi dan Unde Limah menangkapnya dan membopongnya menuju sofa. Aku tak tahu lagi apa yang harus kulakukan saat tubuh ini tak bisa berpindah karena ditahan oleh Paman. "Jadi kau lebih memilih pergi?" dia meyakinkan jawabanku tadi. "Maafkan Sarah, Nek."Aku menatap wajah Paman yang kini tengah berhadapan denganku tanpa jarak. Aku terus memohon tanpa kata-kata agar dia membiarkanku pergi. Paman terus menggeleng, seolah bisa mendengar isi hatiku. Dia terus saja berusaha agar aku tak beranjak pergi dari sisinya. Sesaat kudengar suara isak tangis dari balik punggung Paman. Suara itu, isakan itu, bukankah...Aku mengintip dari balik tubuhnya, yang diikuti Pam
Baca selengkapnya