Home / Romansa / NODA / Chapter 121 - Chapter 130

All Chapters of NODA: Chapter 121 - Chapter 130

197 Chapters

121. Dialah Pelakunya!

Satu tangannya membawa tas pakaian dan satu tangan lagi menuntunku menuju rumah. "Jangan ada keributan di rumah," pintaku begitu kami menaiki teras. Aku sadar kedatangan Mas Bian pastilah membuat Megan terganggu dan tidak nyaman."Mana mungkin," jawabnya datar. "Apa sekarang jantungmu berdebar-debar melihat siapa yang datang?" tanyanya mengiringkan senyum, dia sedang diliputi rasa cemburu."Hem." Tatapannya pun tajam ke arahku."Jantungku berdebar-debar karena berada di dekat suamiku," lanjutku. Aku tersenyum kemudian meraih lengannya. Kobaran api di mata itu semakin memudar, tergantikan oleh binar kebahagiaan."Ayo masuk," ajakku. Apapun yang terjadi dan dilakukan Mas Bian di dalam sana, aku tidak peduli. Saat ini yang aku pedulikan hanya Nizam dan lelaki yang ada di sebelahku. Dia imamku. Meski tak menyangkal, ada debar di dalam sana, memikirkan apa yang akan terjadi di dalam sana nanti setelah mereka berhadapan."Assalamualaikum," ucapku di depan pintu. Mereka menoleh ke arahku.
last updateLast Updated : 2022-11-14
Read more

122. Dialah pelakunya 2

Aku kembali menghela napas untuk menekan amarah yang mulai hadir setiap melihat tatapan Mas Bian yang terkesan menghina hubungan kami. Setelah kulihat Megan masih bisa mengendalikan dirinya, aku kembali bicara."Seperti yang Mas Bian tau. Megantara adalah suamiku sekarang. Aku hanya akan bicara denganmu kalau dia mengijinkan dan ada dia," putusku. Wajah yang tadinya terlihat begitu percaya diri pun akhirnya berubah pucat pasi.Di belakangku, Megan tak mengeluarkan sepatah kata, dia lebih sibuk meladeni celoteh Nizam yang bertanya tentang mainan-mainan barunya. Tapi aku yakin, dia mengamati kami.Map coklat tebal itu disodorkan ke arahku. "Ini uang yang Mas pinjam dari almarhum Ayah, Mas akan transfer sisanya." "Anyelir tidak membutuhkannya, Tuan." Megantara menyergah, kemudian bangkit dari karpet di mana dia menemani Nizam yang sempat merosot dari dekapan untuk mengambil mainan."Ini bukan urusan Anda. Ini urusan saya dengan Anyelir dan Nizam. Jangan ikut masuk ke ranah yang bukan h
last updateLast Updated : 2022-11-14
Read more

123. Maafkan Daddy, Nak

"Anye, buka pintunya, Sayang. Kita bicara." Suara ketukan pintu yang bertubi-tubi tak lagi aku hiraukan, aku sendang menikmati rasa sakit ini sendiri. Jika benar dia orangnya, apa aku sanggup menatapnya ... lagi? "Anye, kasihan Nizam, dia nangis terus. Bukalah," ucapnya lagi. Nizam dengan langkah kecilnya merosot dari ranjang dan menangis menuju pintu, menggedor pintu dengan terus memanggil nama Megan. Melihat itu membuatku sedikit tersadar. Aku pun beringsut turun dari tempat tidur. Kuraih tubuh bocah malang yang terlihat begitu ketakutan mencari perlindungan itu. Kubawa dia dalam dekapan hangat yang memang sudah seharusnya dia dapatkan dariku. Kuhapus air mataku, setelahnya menghapus airmata Nizam dan berusaha menenangkan meski hati masih remuk redam, pun masih bergemuruh hebat. Menit berganti, malam merambat naik. Ketukan pintu pun tak lagi terdengar. Dia pergi entah kemana dan dengan pikiran seperti apa, yang pasti disini aku terluka dalam.***Mentari pagi mulai menampakkan s
last updateLast Updated : 2022-11-15
Read more

124. Maafkan Daddy, Nak 2

Ponsel Ibu di atas meja berpendar dan bergetar, sepertinya ada telepon masuk. Aku tak sabar melihat Ibu mengangkatnya, mana tau itu adalah Megan."Waalaikumsalam.""Baik.""Oh, Anye, ada."Deg! Ada debar yang tak bisa aku kendalikan. Benarkah itu Megan?Ibu mendekat ke arahku."Ibu mertuamu mau bicara, Nye. Angkatlah, Ibu mau ke toko dulu." Ibu menyodorkan ponsel ke arahku. Debaran itu tiba-tiba lenyap setelah tahu siapa yang menghubungi. Dia bukan Megan melainkan Mama."Oh, ya," jawabku menerima ponsel dari tangan Ibu dengan cepat, kemudian segera berpaling agar gurat kecewa tak terlihat olehnya."Assalamualaikum.""Waalaikumsalam, apa kabar, Anye?""Baik, Ma.""Megan bilang kamu baru keluar dari rumah sakit?"Deg! Lagi-lagi jantungku berdetak. Apa mungkin dia mengadu pada Mamanya?"Sudah sehat, Ma. Ini juga mau kerja, kok.""Syukur, Mama ikut seneng. Maaf, Megan baru memberi tau semalam."Aku menelan ludah untuk membasahi kerongkongan yang terus mengering."Apa yang Megan katakan?" K
last updateLast Updated : 2022-11-15
Read more

125. Ancaman Megantara

POV MegantaraKepulangan Ibu membuatku tercekat dan harus segera berpikir cepat. Aku tak ingin Ibu tahu pertengkaran yang terjadi antara aku dan istriku, pernikahan kami bahkan belum satu Minggu. Aku tidak ingin dipandang gagal sebagai suami. Semua harus terlihat baik-baik saja. "Mau ke mana, Nak?" tanya Ibu saat Ibu mengunci pintu dan aku bergegas keluar."Ke rumah sakit, ada pasien yang harus ditangani, Bu. Anyelir dan Nizam sudah tidur. Saya berangkat dulu," ucapku memberikan alasan.Wajah teduh itu menatapku kasihan. "Baru juga pulang. Ya sudah hati-hati."Aku mengangguk sambil tersenyum."Assalamualaikum." "Waalaikumsalam." Kukecup punggung tangan Ibu dan segera berangkat.Dalam hening malam mobil melaju dengan kecepatan sedang sambil sesekali meremas roda kemudi mengingat perkataan Biantara yang menuduhku dengan begitu kejam dan yang lebih menyakitkan, wanitaku percaya. Menyedihkan.Mobil melesat dengan kecepatan tinggi begitu suara tangis Nizam pecah akibat ulahku itu terus
last updateLast Updated : 2022-11-15
Read more

126. Ancaman Megantara 2

Mereka pun bergegas keluar dan kedua security itu melepaskan tanganku. "Jangan bikin keributan," pesannya penuh penekanan.Perlahan aku memasuki ruangan bercat putih dengan jendela kaca besar di satu sisi belakang Biantara. Dengan langkah cepat aku mendekat pada orang yang terlihat arogan, yang dengan santainya duduk bersandar menyilangkan kaki tanpa beban setelah apa yang sudah dia lakukan terhadap hubunganku dan Anyelir."Apa saya harus mempersilahkan duduk?" tanyanya dengan raut wajah setengah menghina.Aku menghela napas dalam, kemarahan harus tetap terlihat elegan dan harga diri tetap harus dijaga. Dia harus tahu siapa Megantara sesungguhnya."Meski perusahaan ini tergolong kecil menurut saya. Tetap saja Anda hanya pemimpin bukan pemilik, jadi, saya tidak perlu ijin Anda hanya untuk duduk di kursi ini," balasku menarik kursi di depannya dan duduk bersandar menyilangkan kaki. Ia kembali tersenyum remeh, namun bisa kulihat tangan itu mengepal sempurna. Dia ... mencoba untuk menyemb
last updateLast Updated : 2022-11-15
Read more

127. Pak Duda

Urusan dengan Biantara kuanggap selesai, aku kembali ke rumah setelah memberi tahu Suster Yeni akan datang agak terlambat, semoga pasien bisa memaklumi. "Bu, saya akan membawa Nizam pergi sebentar, boleh? Mungkin akan pulang bersama Anyelir nanti," ucapku meminta ijin pada Ibu yang sedang menemani Nizam bermain di teras begitu aku sampai di rumah."Mau ke mana? Memang nggak kerja?" Ibu mangernyit.Aku bergeming, tak mungkin mengatakan apa yang akan aku lakukan bersama Nizam di rumah sakit. "Hari ini saya cuti, mau mengajak Nizam main setelah itu menjemput Anyelir pulang." Akhirnya aku berbohong."Oh, ya nggak papa, lagi pula selama ini Nizam belum pernah main ke luar. Pasti suka." Ucapan Ibu membuat hatiku diliputi rasa haru. Apakah seperti ini nasib anak yang dibesarkan tanpa keluarga yang utuh? Di luar sana banyak sekali kulihat keluarga utuh bermain bersama orang tua, bahkan makan di restoran saja mereka diikut sertakan meski harus membawa meja khusus dari rumah. Sedangkan Nizam,
last updateLast Updated : 2022-11-17
Read more

128. Pak Duda 2

POV AnyelirAku memang duduk di meja kerja saat ini namun pikiranku tidak ada di sini , pikiranku terus berkelana, konsentrasiku benar-benar menurun. Sampai akhirnya, beberapa kali Mbak Annisa menepuk pundakku hanya karena aku termangu katanya. Bayangan wajah Megan yang enggan bertanya, memberi penjelasan, dan bersikap datar pagi tadi terus berkelebatan di dalam benakku. Bahkan hatiku terasa dihantam bongkahan batu besar yang begitu menyiksa ketika dia meminta ijinku untuk masuk ke dalam kamar kami. Ya, kamar kami. Dia meminta ijin. Menyedihkan.Berbagai pikiran berkecamuk, berjejalan masuk ke dalam otakku. Perkataan Mas Bian membuatku benar-benar rapuh, tak bisa lagi mengendalikan emosi. Dan dia kecewa padaku. Aku tahu. Dari sorot mata itu terlihat ada rasa kecewa, lelah, dan marah. Tapi dia menutupinya dengan menyibukkan diri bersama Nizam. Pernikahanku baru beberapa hari, bagaimana bisa, aku yang tak bisa memberi apa yang menjadi haknya justru mengusirnya secara tersirat semal
last updateLast Updated : 2022-11-17
Read more

129. Mari bicara

Aku menyelinap masuk setelah tempat duduk Nizam dilepas dari jok sebelah kemudi. Aku masuk dengan perasaan yang dipenuhi dengan tanda tanya. Melihat begitu banyak sampah, tissu, dan juga susu yang berceceran di mana-mana. Juga basah di beberapa bagian."Tadi Nizam nggak sabar minta susu, aku panik. Terus tumpah, deh," ucapnya saat menyadari mataku tak berhenti menyisir keadaan mobil yang berantakan. Kemudian membuang dengan sedikit mengamati sampah plastik bekas snack bayi."Cemilannya sehat, kok. Nggak usah khawatir, aku beli di baby shop tadi. Aman. Kalau puding itu di tempat langganan, bahannya semua dijamin aman, nggak ada pemanis buatannya, kok," ucapnya dengan raut wajah sedikit ketakutan."Harusnya nggak usah dikasih yang ada Fla pudingnya," gumamku membersihkan tangan dan mulut Nizam yang penuh dengan Fla vanila dengan tissue basah. "Anak makan kenapa ditinggal diluar?" lanjutku mengeluh meski dengan nada sangat pelan, tapi jujur kesal itu ada. "Dia maunya makan yang itu. Ma
last updateLast Updated : 2022-11-18
Read more

130. Mari Bicara 2

Sampai di rumah aku membawa Nizam yang sudah tidur di pangkuan menuju kamar. Ibu yang terlihat masih di toko menoleh sekilas pada kami lantas kemudian kembali lagi pada pelanggan yang terlihat masih berdatangan. Biasanya di jam seperti ini mereka sedang melakukan pemesanan kue saja.Kuletakkan Nizam dengan hati-hati di atas tempat tidur kami. Setelahnya, aku menghela napas dalam begitu menyadari kedatangan Megan. Dia melangkah masuk setelah pintu tertutup rapat.Di dalam kamar kami saling diam, sama-sama menekan perasaan masing-masing. Aku dengan rasa penyesalan dan kecewa sedangkan dia dengan rasa lelahnya."Masih marah?" Akhirnya dia bertanya setelah sekian lama kami saling diam. Nada suaranya lembut. Mungkin kemarahannya padaku mulai melunak. Aku menggeleng pelan. "Aku nggak marah.""Kenapa diem terus?""Hanya tidak ingin ada keributan." Ia mencekal tanganku saat aku menyibukkan diri menyelimuti Nizam. Lalu membawaku untuk menatapnya."Aku akan mendengarnya. Selesaikan semuany
last updateLast Updated : 2022-11-18
Read more
PREV
1
...
1112131415
...
20
DMCA.com Protection Status