Home / Romansa / NODA / Chapter 101 - Chapter 110

All Chapters of NODA: Chapter 101 - Chapter 110

197 Chapters

101. Penegasan untuk Renata

POV Megantara."Manis, lumayan feminim," ucapku mengamati kotak makan di hadapanku setelah jam makan siang tiba.Bibirku terus tertarik menikmati suap demi suap makanan dalam kotak makan berwarna pink berbentuk hati pemberian sang Calon Istri.Ponsel tiba-tiba berpendar dan bergetar. Sebuah notifikasi pesan dari Denis masuk. Aku pun membuka dan membacanya.[Bang, ada hal penting yang mau aku sampaikan, sekarang. Sangat penting. Aku tunggu di Gedung Balai Samudera.]"Mau ngapain di sana?" gumamku setelah membaca pesan dari Denis. Karena setahuku gedung itu kerap di gunakan untuk acara pernikahan.[Resepsiku akan diselenggarakan di Bali. Di hotel Papa, nggak perlu rekomendasi gedung pernikahan padaku.] balasku kemudian kembali menikmati makan siang dari Anyelir.Namun, ponsel kembali berpendar.[Ada masalah lain, nanti aku jelaskan. Kesinilah secepatnya.]Aku menghela napas. Mengingat beberapa waktu lalu pada pertemuan terakhir kami yang membahas tentang kasus Anyelir. Maka tanpa ber
last updateLast Updated : 2022-11-05
Read more

102. Penegasan untuk Renata 2

Air matanya pun tumpah bersamaan dengan pintu yang dibuka kasar. Aku menoleh cepat ke arah pintu. Anyelir dan Denis sudah berdiri mematung di sana."Anye!" teriakku berlari ke arahnya."Megan." Ia menghambur ke dalam pelukanku. Rasa lega dan bahagian menyelimuti saat aku bisa kembali mencium aroma tubuh yang membuatku rindu setiap detiknya."Ren!" Denis berlari ke arah Renata yang mulai tersedu ditempatnya."Kau baik-baik saja?" tanya Anyelir mengurai pelukannya. Aku mengangguk. "Kita pergi sekarang, pasien sudah menunggu," ajaknya.Aku pun tercekat. Ada pasien yang harus aku tangani beberapa menit lagi. Bahkan seharusnya sekarang aku sudah bersiap untuk melakukan operasi."Ayo!" seruku."Aku bahkan sudah menyewa tempat ini enam bulan yang lalu, saat Megantara benar-benar patah olehmu dan kau menolaknya waktu itu." Renata membuka suara dengan begitu lantang. Langkah kami pun terpaksa harus terhenti untuk sesaat."Kenapa harus hadir? Kenapa tidak memberiku kesempatan setelah sepuluh
last updateLast Updated : 2022-11-05
Read more

103. Maafkan Aku, Tita!

POV DenisSungguh miris melihat wanita yang saat ini tergugu dan tersedu di bahuku. Aku pernah mencintainya namun tak terbalas, atau bahkan aku masih mencintainya sampai detik ini. Entah. Aku tidak bisa memahami rasa yang ada di dalam sana.Yang pasti, aku tahu bagaimana perasaannya saat ini. Hancur, remuk, patah, dan berserakan. Sama, seperti perasaanku saat mencintainya namun dia mencintai dan memilih Megantara. Saat melihat Renata mencintainya setengah mati, seolah hatiku pun ikut mati dan membuatku harus menyerah sebelum bertanding. Bukan bertanding, lebih tepatnya menyerah untuk berjuang. Karena bukan pertandingan namanya jika lawannya saja bergeming. Ya, Megantara tidak pernah mencintainya tapi diperjuangkan olehnya sedemikian rupa, bahkan hari ini dia rela mengeluarkan banyak dana hanya untuk menyewa gedung sebesar ini demi memperjuangkan Megantara. Miris. Sedangkan aku yang mencintainya sedemikian rupa, tapi terabaikan. Hidup kadang memang menyedihkan. Yang berharap sedemiki
last updateLast Updated : 2022-11-06
Read more

104. Clear

Dia berdiri di hadapanku, bertelanjang dada, tanpa kemeja. Bisa dipastikan dia sedang berganti pakaian dan aku masuk tanpa permisi. Betapa kurang ajarnya aku.Aku melangkah mundur sebelum dia menyadari kedatanganku. Akan tetapi, tanpa sadar aku menjatuhkan benda yang ada di meja kecil sebelah ranjang pemeriksaan pasien. Dia pun menoleh cepat ke arahku.Mata kami saling beradu dan terbuka lebar, hingga akhirnya aku memejamkan mata dan membalikkan badan memunggunginya. "Apa yang kau lakukan di sini? Anyelir?!" sentaknya yang tak kalah terkejutnya denganku."Ma—maaf ... maaf, tadi kupikir terjadi sesuatu jadi aku mencari ke sini," terangku."Kenapa nggak ketok?" "Maaf, aku—haih, aku tunggu di luar," ucapku yang sudah tak tahu lagi harus menjawab apa karena memang sudah lancang.Tok, tok, tok. Pintu diketuk bahkan sebelum aku melangkah ke luar ruang periksa. "Tunggu saja di sini, jangan ke mana-mana," perintahnya, kusipitkan mata sedikit saat dia melenggang dan duduk di kursinya de
last updateLast Updated : 2022-11-06
Read more

105. Clear 2

Hatiku pun kembali menghangat bersama wajah yang mulai menghangat oleh perlakuan manis meski dilakukan dengan sindiran terlebih dulu. Kami berjalan bersama menuju parkiran, sampai parkiran dia tak kunjung melepaskan genggaman. Kadang, para perawat yang melihat tertawa di belakang setelah memberi hormat. Mungkin mereka merasa kami berlebihan. "Cari apa? Kunci?" tanyaku saat kulihat dia merogoh saku dengan wajah bingung. "Iya, nggak ada.""Lepasin dulu tangannya." Ia pun menurut.Kuambil kunci yang kusimpan di dalam tas lalu kuberikan padanya. "Lain kali lebih hati-hati lagi. Kamu meninggalkan wanita di dalam tadi, bagaimana mungkin kunci ada di tangan Anda, Pak.""Masyaallah, lupa." Dia meraihnya dari tanganku kemudian membuka pintu untukku.***Kami memasuki area parkir sebuah rumah makan lesehan yang berada tak jauh dari rumah sakit. Kami memilih sebuah meja yang ada di paling ujung. Menu sederhana, ayam bakar madu beserta sambal terasi, dan lalapan menjadi pilihanku. Sedangkan
last updateLast Updated : 2022-11-06
Read more

106. Ijab Qobul

Rasa berdebar kembali menyapa saat kami duduk bersanding di depan penghulu untuk mengucap ijab kabul. Ijab kabul diadakan di rumah secara sederhana hari ini. Hanya kerabat dekat dan beberapa tetangga saja yang kami undang karena rencananya satu Minggu setelah ini, kami akan ke Bali seperti perintah Om Hakam. Melaksanakan resepsi di sana. Sebagai pihak wanita yang sudah tidak mempunyai kepala keluarga, aku hanya bisa menurut saja. Saat ini penghulu sudah ada di hadapan. Di sampingku sudah duduk Megantara dengan busana pengantin dan peci berwarna putih, senada dengan kebaya yang aku kenakan. Di belakang, tepatnya barisan paling depan. Tante Vina, Om Hakam, Ibu, dan Nizam duduk berjejer turut menyaksikan. Ada pula Mas Denis, namun, dia hadir justru bersama Renata bukan bersama Tita. Lalu di mana Tita? Apa mereka sedang tidak baik-baik saja karena aku? Ah, sudah lah. Aku akan bertanya nanti.Mas Arya dan Mas Denis duduk di sebelah kami, berhadapan, menjadi saksi pada pernikahan kami."Su
last updateLast Updated : 2022-11-07
Read more

107. ijab Qobul 2

"Sudahlah, Nye. Ini hari bahagia kamu, jangan merusaknya hanya karena memikirkan Tita. Mas yang seharusnya minta maaf sama kamu, oke. Ayo Ren." Mas Denis berucap dengan sungguh-sungguh kemudian mengajak Renata untuk segera beranjak."Mas, jangan mengkhianatinya hanya karena marah dan karena ingin membelaku." Langkah itu terhenti sejenak dan ia menoleh ke arahku, mengangguk menyanggupi."Bisa bicara, Megan?" Sekarang giliran Mas Arya bersama Mbak Mayang menghampiri kami. Kemudian Mas Arya mengajak Megan untuk bicara berdua. "Boleh, Mas." Mereka menjauh beberapa langkah dari kami, entah apa yang hendak Mas Arya bicarakan, aku hanya bisa mengamati dari kejauhan."Akhirnya ya, Nye. Nizam bisa bersama orang yang begitu dia cintai." Ucapan Mbak Mayang membuatku tersadar."Hem.""Apa kau bahagia, Nye?!""Hem." Aku mengangguk pelan.***Akhirnya semua tamu berpamitan, hanya tertinggal Om Hakam dan Tante Vina yang masih terlihat asik bermain dengan Nizam di depan TV. Rasa berdebar masih ada
last updateLast Updated : 2022-11-07
Read more

108. Tak Sempurna

61. Tak sempurnaSeperti yang Ibu perintahkan sebelum menidurkan Nizam tadi, aku pun bergegas menuju dapur untuk menyiapkan makan malam setelah membersihkan make up dan mengganti pakaianku dengan piyama. Sejak tadi siang kami bahkan tidak sempat untuk makan kerena dilanda kegugupan.Di meja sudah tertata banyak menu, tampaknya sisa untuk para tamu tadi. Ada rendang, ayam, mi goreng, dan masih banyak makanan khas hajatan yang lain. Netraku tertuju pada piring yang berisi rendang kemudian mengambilnya dan membawanya ke dapur.Atas permintaan Megan, aku memanaskan rendang. Dia sempat mengatakan ingin makan rendang sebelum aku keluar kamar, saat aku bertanya ingin makan apa.Aroma sampoo menguar ke seluruh sudut ruangan. Aku berbalik melihat siapa yang datang. Megantara dengan piyama dan handuk yang masih ada di leher sudah ada di depan kitchen set, tampak mencari sesuatu. Sesaat aku terpana melihat wajah segar dengan rambut basah yang dibiarkan saja tanpa menyisirnya."Aku tampan?" tanya
last updateLast Updated : 2022-11-07
Read more

109. Aku gagal

Dinginnya air dan dinginnya malam yang membaur manjadi satu, menyapa kulit ini hingga ke tulang. Piyama yang aku kenakan pun tak bisa mengurangi rasa dingin yang teramat sangat menyiksa. Namun, rasa dingin ini tak seberapa jika dibandingkan dengan apa yang aku rasakan di dalam sana setiap aku mengingat kejadian nahas yang telah merenggut segala yang aku punya. Harga diri, kehormatan yang membuatku harus hidup bagai bunga tanpa mahkota. Kemudian terenggutnya Ayah dari kami secara perlahan beserta semua yang dia miliki. Ingatan masa lalu yang ingin aku kubur dalam-dalam seolah datang tanpa aku minta dan berjejalan masuk ke dalam otakku secara bersamaan. Tangisan Ayah dan Ibu di ruangan serba putih saat mengetahui hasil visum, pertanyaan-pertanyaan polisi yang sempat diberikan dan mengharuskan aku mengingat segala kejadian terkutuk yang tak bisa aku ingat karena kondisiku yang tidak sadar, dan perkataan dokter yang mengatakan "Anda positif hamil." terus terngiang di telinga. Disusul den
last updateLast Updated : 2022-11-08
Read more

110. Aku gagal 2

Tanpa berpikir panjang aku pun mundur beberapa langkah dan mendobrak pintu itu. Pintu yang terbuat dari bahan PVC membuatku tak harus mengeluarkan banyak tenaga, hanya dengan satu kali dobrakan yang kuat pintu itu sudah bisa terbuka.Aku tersentak kaget, begitu pintu terbuka. Kulihat Anyelir duduk meringkuk memeluk lutut di bawah guyuran air dengan wajah yang sudah pucat, tubuhnya menggigil dengan bibir kebiruan. Kedua tangannya menutupi telinga seolah sedang melakukan penolakan. "Apa yang kamu lakukan, Anyelir?!" Dengan cepat aku mematikan shower lalu hendak mendekat. Di pun menoleh cepat ke arahku. Menatapku nyalang, seolah aku adalah musuh baginya."Jangan mendekat, Megan!" ucapnya mengangkat satu jari telunjuknya ke arahku. Sontak langkahku terhenti."Apa yang kamu lakukan? Bangun! Kamu bisa sakit, jam berapa ini, Anye?" tanyaku panik.Tiba-tiba wajahnya berubah sendu dengan air mata yang terus bermunculan. Rasanya hatiku bagai di tikam ribuan pisau belati secara berulang saat
last updateLast Updated : 2022-11-08
Read more
PREV
1
...
910111213
...
20
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status