Home / Romansa / NODA / Chapter 111 - Chapter 120

All Chapters of NODA: Chapter 111 - Chapter 120

197 Chapters

111. Hanya menuntut keadilan

Ia bergeming, tak menjawab meski hanya butuh satu kata, boleh atau tidak. Aku menghela napas lalu duduk di sebelahnya tanpa menunggu jawaban yang sudah barang tentu tidak akan dia berikan. Ia menggeser posisi duduknya dengan sedikit memberi jarak, seolah enggan berdekatan denganku. Sungguh menyakitkan ketika harus melihatnya kehilangan rasa percaya dirinya bahkan di hadapan suaminya sendiri.Tapi inilah cinta, cinta selalu ingin memberikan kesempurnaan dan juga yang terbaik, meski sejatinya kita tidak mengharapkannya.Kuraih jemari tangan yang berada dalam selimut tebal itu, lalu kugenggam erat. "Apa yang membuatmu berpikir kalau aku jijik dan menyesal?" tanyaku lembut kemudian salah satu tanganku merapikan rambut yang sedikit menutupi wajah pucat itu. Ia menoleh, menatapku sekilas kemudian kembali menundukkan wajah.Hening."Katakan, Anye. Percuma saja, kan, aku jawab 'nggak' kalau alasanmu tidak terjawab. Bukan begitu, Sayang?" tanyaku masih dengan nada suara sangat rendah.Ia berg
last updateLast Updated : 2022-11-09
Read more

112. Hanya menuntut keadilan 2

Anyelir, usianya baru 21 tahun saat mengalami pelecehan. Usia di mana para pemuda sedang semangat mencari jati diri. Menghabiskan waktu tanpa memikirkan kebutuhan ataupun masalah pelik. Bersenda gurau di kantin kampus menunggu jam pelajaran tiba atau berganti. Membicarakan keluh kesah tentang dosen pembimbing skripsi. Namun, keadaan dan musibah justru merenggut masa-masa muda yang seharusnya indah. Dia dituntut untuk dewasa, menjadi Ibu, bahkan mencari nafkah tanpa seorang suami yang membantu. "Coba kita balik keadaan. Jika kamu jadi aku dan aku jadi kamu, apa kamu juga akan jijik padaku, Anyelir?" tanyaku balik. "Tapi kenyataannya aku bukan kamu dan aku tidak tahu apa yang ada di hatimu."Aku beranjak dan kembali dengan posisi duduk bersandar di bahu ranjang."Apa kau mencintaiku?" tanyaku menatapnya lekat."Apa maksudmu?" tanyanya balik."Jawab saja? Apa kau mencintaiku, Anyelir?"Hening."Hem, tapi aku takut.""Takut kenapa?""Takut kau akan kecewa padaku. Lalu menyesal suatu sa
last updateLast Updated : 2022-11-09
Read more

113. Mencari bukti

"Aku tidak gila, Megan!" protes Anyelir setelah dia bertanya dan mendesakku untuk memberi tahu akan mengajaknya bertemu dengan siapa. Dulu, saat aku sempat dekat dengannya sebelum akhirnya kami terpisah karena Tita, sering kali aku memperhatikannya. Bersikap manis pada Nizam dan di saat yang bersamaan, menatap Nizam dengan tatapan kosong namun menyiratkan penuh kekecewaan.Kekhawatiranku berada di puncak saat melihatnya begitu rapuh tanpa rasa percaya diri semalam, bahkan bagiku, semalam sudah termasuk ke dalam tindakan menyakiti diri sendiri. Jadi aku memutuskan untuk membawanya pada seseorang yang aku rasa tepat. Aku khawatir, selain menyakiti dirinya sendiri, kondisi Anyelir yang belum sepenuhnya sembuh dari trauma bisa berdampak pada tumbuh kembang Nizam jika tidak segera ditangani. "Siapa bilang ke psikolog itu selalu orang gila, Sayang? Kamu cuma butuh teman agar semua beban pikiran kamu selama ini bisa berkurang bahkan hilang," bujukku."Kamu tersiksa, kan? Setiap trauma it
last updateLast Updated : 2022-11-10
Read more

114. Mencari bukti 2

Menit demi menit aku lalui. Hampir satu jam aku menunggu di kursi tunggu yang disediakan dengan rasa cemas. Aku menaruh harapan besar pada Bu Wanda untuk bisa mengeluarkan Anyelir dari rasa traumanya.Beberapa saat kemudian pintu dibuka. Terlihat Anyelir dan Bu Wanda di baliknya. Aku bangkit dan Anyelir berlari lalu menghambur ke dalam pelukanku. Aku membalas pelukannya meski ada rasa sedikit bingung. Anyelir bukan tipe wanita yang senang mengumbar kemesraan di depan publik seperti sekarang. Netraku tertuju pada Bu Wanda yang masih berdiri di depan pintu, mencoba untuk mencari jawaban di sana. Beliau hanya mengangguk kemudian tersenyum. Kemudian aku kembali pada Anyelir."Sudah baikan?" tanyaku pada Anyelir. Ia mendongak agar bisa menatapku kemudian dia mengangguk sekilas."Syukur."Aku bergegas menemui Bu Wanda begitu Anyelir pamit pergi ke toilet sebelum pulang. "Sebetulnya ini informasi pribadi milik kami, privasi pasien, tapi berhubung Dokter adalah suami dari pasien jadi saya
last updateLast Updated : 2022-11-10
Read more

115. Haru

Kuhubungkan Voice Recorder pemberian Bu Wanda pada laptop, aku tak tahu metode apa yang digunakan Bu Wanda. Yang pasti aku tau, jika Bu Wanda sudah berjanji, dia pasti melakukan yang terbaik sesuai kebutuhan. Setelah terhubung dengan benar, kemudian aku klik play dan mulai mendengarkan dengan seksama.Awalanya tidak terdengar apa-apa lalu pada detik ke 20 barulah terdengar suara."Apa yang menyebabkan Mbak Anye mau datang ke mari?""Karena saya ingin sembuh. Saya sangat tersiksa dengan perasaan ini. Saya merasa tidak berharga.""Meski orang yang ada di samping Anda saat ini begitu mencintai Anda dan baginya Anda sangat berharga?"Hening menjeda. Kemudian terdengar suara isakan yang membuat hatiku tersayat perih. Seolah merasakan sakit yang dia telah rasakan."Seharusnya, dia bisa mendapat yang lebih segalanya dari saya.""Kau sangat berharga, Anyelir!" lirihku dengan tangan mengepal sempurna, entah karena marah dengan penderitaan Anyelir atau merasa tidak berguna."Setiap trauma itu d
last updateLast Updated : 2022-11-11
Read more

116. Haru

Kuletakkan cangkir yang sudah kosong di wastafel kemudian mendekat. Tanganku menyusup pada pinggang yang masih terlihat ramping meski sudah melahirkan seorang jagoan."Megan, apa yang kamu lakukan? Ini bisa tumpah, nanti ada orang lihat," protesnya, terlihat gerakan tangan yang sedang mengaduk mi di atas panci itu berhenti sejenak."Nggak ada orang di sini, sepertinya kita harus lebih sering-sering ke sini. Kalau di sana ada Ibu. Nggak bisa begini," ucapku mengendus tengkuk kemudian turun ke pundak menikmati aroma tubuhnya, aroma parfum kegemaranku yang bercampur dengan keringat menggoda itu. Menciptakan desir di dalam sana. Kadang dia mengangkat bahu mungkin merasa geli, namun membicarakan."Anye," panggilku."Ya." Ia menoleh sekilas kepadaku kemudian fokus pada mi yang mulai dia tuang ke dalam mangkuk."Mana bajumu?""Ada di kamar." "Oke." Aku bergegas menuju kamar kalau tidak mau kebablasan dan membuat semua kembali runyam. Tak kuhiraukan lagi panggilan Anyelir yang bertanya aku m
last updateLast Updated : 2022-11-11
Read more

117. Dia istri dan anakku

Setelah lelah menangis, akhirnya dia pun tidur dalam dekapanku. Kadang, aku masih merasa tidak percaya bisa sedekat ini dengan Anyelir, wanita yang nyaris terlepas dari genggamanku oleh banyaknya rintangan. Memeluknya, bisa menghidu aroma tubuh yang sudah bagai candu bagiku sepuasnya. Membelai wajah yang terus memenuhi kepala selama ini, membuatku terasa begitu lega. Seolah beban berat yang ada di pundakku, rasa sesak yang menghimpit dadaku, luruh begitu akad terucap.Beberapa saat kemudian, ponsel yang kuletakkan di atas nakas bergetar, aku pun pelan-pelan harus bangkit karena ponsel bergetar secara berulang. Pastilah panggilan itu sangat penting. Tertera nomor rumah sakit di layar. Aku pun segera mangangkatnya."Sore," sapaku."Sore, Dok maaf mengganggu honeymoon." Suara yang sudah sangat aku kenal ada di seberang sana. Dia ... asistenku."Ada apa?""Ada pasien yang butuh penanganan khusus.""Kan, ada Dokter Rizal.""Dokter Rizal, istrinya lahiran juga.""Hah, maju? Terus nikahan
last updateLast Updated : 2022-11-12
Read more

118. Dia istri dan anakku 2

"Tapi ...."Dengan cepat aku membawa Anyelir ke ruang UGD dan Fadil berlari mengikuti kemudian mendahului."Woe, istri Dokter, pasien, woe," teriak Fadil memanggil rekan UGD yang terlihat agak santai di waktu Maghrib.Suasana berubah panik dan tegang saat aku datang, mereka segera bergegas mengambil tindakan begitu kubaringkan Anyelir di atas ranjang."Istri saya demam, hari ini demam tinggi, sedikit flu. Semalam sempat kedinginan terkena air dingin sangat lama." Kuberikan informasi seperti biasa sebelum mereka bertanya, karena biasanya diagnosa awal dokter itu sesuai dengan gejala dan keterangan dari pasien itu sendiri, kemudian akan ditindak lanjuti dengan berbagai tes.Namun, mereka justru melirik sekilas ke arahku kemudian mengulum senyum. Entah, apa yang ada di dalam pikiran mereka aku tak peduli.Setelah pemeriksaan, pengambilan sampel darah, dan infus terpasang, aku pergi untuk memesan kamar. "Eh, pengantin baru, mau pesan kamar apa?" tanya petugas yang tidak begitu aku kenal
last updateLast Updated : 2022-11-12
Read more

119. Tambah satu lagi, ya!

POV AnyelirEntah, ini akan berlangsung selamanya atau hanya sementara. Tubuhku terasa lebih ringan, beban berat di pundakku seakan sirna setelah pertemuan dengan Bu Wanda. Suaranya yang lembut, bagaikan air yang mengalir di tengah padang pasir mampu membuat hatiku diliputi kedamaian. Segala petuah seolah memasuki otakku kemudian berubah bagaikan sebuah sugesti.Penyampaian yang mampu membuka segala sesuatu yang tadinya kusimpan sendiri dengan begitu rapat, menjadi lebih mudah aku ungkapkan dan ingin terus mengeluarkannya, karena rasa sesak itu semakin berkurang dan berubah menjadi rasa lega begitu aku menumpahkan segala sesuatunya pada Bu Wanda. Rasa nyaman itu membuatku ingin dan ingin mengeluarkan segala yang menghimpit dada dan otakku selama ini.Namun, di saat hati dan pikiran merasa lebih baik, denyut di kepalaku justru terasa lebih berat dari yang aku rasakan semalam, setelah sekian lama menangis di bawah guyuran air dan dinginnya malam. Perlahan aku membuka mata, kemudian sed
last updateLast Updated : 2022-11-12
Read more

120. Tambah satu lagi, ya! 2

Tiga hari sudah aku dirawat, dia menitipkaku pada salah satu perawat saat dia harus bertugas. Sesekali menengokku di waktu senggang, memastikan makanan yang sudah disiapkan tak ada sisa, itu saja. Setelah dus kali mengalami pingsan, dia berubah protektif dalam hal makanan dan waktunya. Jam berapa harus makan makanan utama dan jam berapa harus mengisi perut dengan cemilan agar tidak terlalu kosong."Hei, melamun saja, sudah di makan serabinya?" tanyanya begitu datang, mengganti kemeja dengan sweter yang diantar oleh kurir beberapa hari yang lalu."Kapan pulang? Kita pulang saja, yuk. Aku sudah kangen Nizam." Berbaring selama beberapa hari di sini membuatku tau banyak hal tentangnya, dia begitu sibuk, sedangkan aku terlalu merepotkan. Terbukti, di rumah sakit ini kami seperti tinggal dalam satu atap, namun dia hanya bisa menemani di saat malam tiba, itu pun jika tidak ada operasi dadakan. Bukan keberatan, hanya kasihan, biar bagaimanapun juga, tidur di sofa rumah sakit pasti mengurangi
last updateLast Updated : 2022-11-12
Read more
PREV
1
...
1011121314
...
20
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status