Beranda / Romansa / NODA / Bab 81 - Bab 90

Semua Bab NODA: Bab 81 - Bab 90

197 Bab

81. Tersulut emosi

"Ganti baju, ya, Nak. Yuk, dibersihkan sama Mama," ucapku lembut seraya mengulurkan tangan ke arah Nizam. Nizam hanya menggeleng dan terus menjilat tangan yang penuh dengan cream seolah tak peduli dengan ajakanku. Baru kali ini seorang Ibu tidak dianggap oleh anak sendiri. Menyedihkan.Mas Bian ikut bangkit. "Sama Papa mau?" katanya. Sontak membuatku terperangah, tak berbeda dengan Dokter Megan yang juga terlihat begitu terkejut oleh ucapan Mas Bian."Yuk, sama Papa." Ia mengulurkan tangan mencoba meraih Nizam dengan sedikit paksaan, tampaknya sudah habis kesabaran."Jangan dipaksa kalau nggak mau," tegur Dokter Megan. "Saya papanya. Anda bukan siapa-siapanya. Kenapa mengatur kami?! Lebih baik Anda pergi saja agar anak saya tidak terpengaruh," ucap Mas Bian mencoba terus mengambil Nizam yang memberontak untuk ikut maka pecahlah tangis Nizam. Mungkin menurutnya, Nizam akan diam dan melupakan begitu saja setelah Dokter Megan pergi kemudian dia mendekati dan Nizam akan menurut. Pada
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-10-28
Baca selengkapnya

82. Tersulut emosi 2

"Aunty pulang dulu, ya, ganteng. Sama,yang gendong juga gantengnya. Aunty boleh minta foto bertiga, yah, yah, yah? Mbak, fotoin, dong." Dengan cepat Via mengambil posisi di sebelah Dokter Megan dan menyuruhku untuk mengambil foto. Via masih saja tidak berubah, centil, tapi manis. Meski ada rasa aneh di dalam sini melihat mereka bertiga. Namun, aku berusaha mengabaikannya."Apa-apaan, nih. Nggak, saya nggak mau. Anak kayak kamu pasti mau unggah di medsos, kan?" protes Dokter Megan setengah menuduh Via."Nggak, janji. Ayo, Mbak. Buruan," perintah Via. Aku pun segera mengambil satu sampai dua foto dan kukembalikan ponsel milik Via."Kalau status WA, Nggak papa dong, Dok," ucap Via melarikan diri."Hei," teriak Dokter Megan yang tidak dihiraukan oleh Via."Nak, selamat ulang tahun, ya. Papa pulang dulu. Nanti Papa akan sering ke sini," pamit Mas Bian mencium Nizam yang terlihat menggeliat. Mungkin dia masih takut pada Mas Bian karena kejadian tadi."Nye, kamu tahu, kan tugasmu?""Hem."**
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-10-28
Baca selengkapnya

83. POV Megantara

15 Maret 2022, merupakan satu tahun dari hari yang dipenuhi rasa haru sekaligus pengalaman pertama yang begitu berkesan selama aku menjadi seorang dokter kandungan. Di mana bayi mungil, tanpa dosa itu ada dalam dekapan untuk pertama kalinya. Membuka mata dan melihat dunia tanpa siapa-siapa, bahkan saat itu ibunya pun menolak meski hanya menyentuhnya, memberi Asi pun enggan. Dan di situ, aku justru melakukan adzan padanya untuk pertama kali selama aku hidup. Miris sekali jika aku mengingatnya. Namun, kini bayi itu sudah tumbuh dengan sangat baik dan mampu membuat siapa saja yang ada di dekatnya menjadi bahagia. Termasuk, aku.Ya, setelah membaca buku catatan Anyelir yang aku anggap sebagai jawaban atas perasaanku, aku pun memantapkan hati untuk datang pada acara Nizam yang diadakan di rumah sederhana itu, atas pemberitahuan Suster Mayang. Tak lupa kubawa hadiah yang diminta olehnya di panggilan video terakhir kami yang tiba-tiba terputus secara sepihak malam itu. Mobil-mobilan.Namun,
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-10-29
Baca selengkapnya

84. POV Megantara

Saat ini aku sudah berdiri di depan gedung berkaca dua lantai, aku mendapatkan alamat tersebut dari Suster Mayang. Aku sengaja datang untuk menemui Anyelir. Ya, aku tahu dan sadar, kepergianku tadi malam masih meninggalkan kemarahan dan juga luka baginya. Luka yang kutorehkan akibat kecemburuan.Suasana masih sangat pagi sehingga masih sangat sepi. Terlihat baru beberapa pegawai yang masuk. Aku pun melangkah masuk setelah security bertanya keperluanku. Aku pun duduk menyilangkan kaki di kursi tunggu yang ada di dalam ruangan atas arahan security, kemudian menikmati majalah perbankan yang mereka sediakan. Beberapa karyawan yang baru datang memberi hormat dengan tersenyum dan menundukkan sedikit badannya mengucap selamat pagi. Aku pun membalas dengan senyuman ramah.Setelah beberapa menit, yang aku tunggu pun terlihat turun dari taksi dan bergegas masuk ke dalam. Penampilannya memang berbeda sekarang, terlihat lebih modis dengan baju seragam khas perbankan dan sedikit polesan di waja
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-10-29
Baca selengkapnya

85. Mengungkap rasa

Di sini, di taman kota ini, aku seperti mengulang sebuah kisah masa lalu, masa lalu yang menyedihkan karena sebuah penolakan. Malam ini, di bawah remang sinar rembulan dan lampu temaram, aku duduk di kursi besi yang dingin dengan hati yang berdebar karena rasa tak sabar. Hari ini aku kembali menunggu orang yang sama dengan perasaan yang masih sama tak berkurang sedikit saja. Namun, dengan harapan yang bahkan lebih tinggi dari sebelumnya.Terdengar suara derap langkah dari arah belakang. Dari harum parfum yang sudah sangat aku hafal itu, aku bisa menebak siapa yang datang tanpa harus melihat wajahnya. "Dokter ...." panggilnya dengan suara rendah seolah tak ada gairah. Aku pun tersenyum kemudian bangkit dan membalikkan badan ke arahnya dengan sumringah. Degh! Senyum pun memudar begitu aku melihatnya. datang masih dengan seragam kerja dan membawa begitu banyak berkas di tangannya."Anye?! Ngapain kamu? Kamu bawa apa ini? Banyak betul? Kamu mau kerja kelompok sama saya?" tanyaku menat
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-10-29
Baca selengkapnya

86. Mengungkapkan Rasa 2

Cepat ia menoleh ke arahku dengan mata menyipit. "Siapa?" tanyanya memperjelas."Kamu lah."Ia bergeming dengan pandangan lurus ke depan. "Hei, saya tanya," ulangku."Kalau sudah tau jawabannya kenapa masih tanya?" balasnya."Oke, saya anggap kamu belum menikah. Lalu, pacar?"Kembali ia terperangah. Kemudian menghela napas seolah tak percaya. "Apa? Pacar? Udah tua juga main pacar-pacaran," rajuknya."Baiklah, kalau gitu ... kita nggak usah pacaran. Bulan depan aja langsung nikah," pungkasku.Ia membelalak, kaget. Kemudian tertawa. Tawa yang tak biasa, tawa yang menganggap seolah apa yang aku katakan adalah sebuah omong kosong belaka."Kenapa? Kamu nggak mau pacaran, kan?" ucapku memastikan."Bukan gitu juga maksudnya. Lagi pula siapa yang mau pacaran dan siapa yang bilang mau nikah?" ucapnya terkekeh."Saya," jawabku, tawanya terhenti seketika. Berubah semu yang kemerahan."Jangan bercanda.""Saya nggak bercanda, saya serius.""Tapi saya nggak ....""Saya juga nggak butuh jawaban k
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-10-29
Baca selengkapnya

87. Rajuknya Megantara

Dengan harum manis yang masih dipeluknya, Anyelir duduk di bangku sebelah kemudi. Hari ini dia memang tidak menjawab secara gamblang akan permintaanku, namun aku cukup tahu apa yang harus aku lakukan setelah ini. Dia masih ragu akan restu kedua orang tuaku. Aku mengerti dan aku paham, karena itu sangatlah wajar. Pernikahan bukanlah hal yang sederhana, bukan hanya menyatukan dua insan berbeda, namun dua keluarga yang pasti bukan hal yang gampang. Terlebih, Anyelir merasa dirinya begitu tak pantas. Pastilah harus kerja keras agar membuatnya yakin dan mantap terhadapku.Ini adalah kedua kalinya aku dengan posisi seperti ini. Persis. Aku duduk di depan kemudi dan dia di sebelahku. Saat itu aku mengantarnya pulang setelah dia berkeluh kesah di makam ayahnya menangis di sana karena rindu pada sosok yang tidak akan pernah terobati dan patah hati karena perceraian juga. Mungkin. Cinta memang tak bisa dijelaskan secara logika. Jika mereka mengatakan bahwa cinta membuat gila maka aku lah ora
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-10-31
Baca selengkapnya

88. Rajuknya Megantara 2

"Setakut itukah kamu terhadap saya, Anyelir? Saya bukan orang yang suka mesum, paham?" bisikku di telinga cinta pertamaku. Masih bisa kulihat bagaimana wajah itu bersemu kemudian dengan cepat membuka pintu lalu keluar secepat kilat tanpa sepatah kata. "Sampai ketemu besok di bank," teriakku.Ia berhenti sejenak tanpa menoleh, kemudian kembali melangkah menuju rumah. Aku menggeleng melihat tingkah jinak-jinak merpati itu. "Menyenangkan," gumamku.Aku tak lantas pergi setelah Anyelir menutup pintu dan mematikan lampu. Ada hal yang masih harus aku lakukan yaitu menghubungi Mama dan Papa.Kuambil gawai yang kuletakkan asal di jok belakang karena tak ingin malam ini terganggu oleh panggilan-panggilan yang bisa saja merusak moodku. Kemudian menghubungi mereka."Halo," panggilan terjawab begitu aku menghubungi."Halo, Pa, Assalamualaikum." "Waalaikumsalam.""Mama mana? Kok, nggak bisa dihubungi?" Awalnya aku menghubungi Mama, tapi ponselnya tidak aktif. Terpaksa harus menghubungi orang
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-10-31
Baca selengkapnya

89. Dan kau adikku

Usai bernegosiasi, mobil meluncur dengan kecepatan tinggi menuju rumah di mana Denis tinggal saat ini. Aku akan membahas hal yang penting di sana malam ini.Mobil berhenti di depan sebuah rumah yang lumayan besar, memiliki dua lantai dengan cat warna kuning, pintu gerbang yang masih terbuka meski sudah cukup larut membuatku tak harus menyalakan klakson. Aku pun memasukkan mobil dan memarkirnya di halaman. Kemudian turun dan masuk ke dalam.Rumah memang tampak sepi, namun, sayup kudengar ada tangisan dan perdebatan dari dalam.Aku pun mendekat untuk memastikan."Mas, aku kan sudah minta maaf sama Anyelir, kenapa harus pisah kamar?" "Karena setiap melihatmu, aku selalu teringat kebusukan dan kekejamanmu pada saudaraku, Tita.""Aku istrimu, kenapa lebih mementingkan orang lain.""Orang lain? Abangku, bahkan berjuang mati-matian untuk Anyelir. Malu, Ta. Kamu seenaknya saja merusaknya dengan kata-kata keji!""Mas, aku mohon, maafkan aku."Brak!"Aku tau, Tita. Permintaan maaf kamu terhada
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-01
Baca selengkapnya

90. Dan kau adikku

Aku menghela napas kemudian menghembuskan secara perlahan. "Dokter ataupun polisi, sama saja. Sama-sam pilihan kita dulu, cita-cita. Yang pasti, kamu tetaplah adikku, cucu Reinendra. Dan sejak kapan kamu membedakan status dalam keluarga? Kau bahkan cucu kesayangan almarhum Reinendra. Letak kekayaan itu hanya pada rasa syukur dan itu hanya ada di sini," kataku dengan jari telunjuk yang ku arahkan pada dada Denis yang masih bergeming.Kemudian ia mengangguk, mencoba untuk mencerna segala ucapanku. Aku tahu dia hanya sedang putus asa. Apa yang dimiliki oleh keluarganya juga sudah sangat cukup menurutku."Nis, hubunganku dengan Anyelir sudah ada kemajuan sekarang. Hanya, masih ada yang mengganjal.""Syukurlah, apa?""Kasus yang terjadi sekitar dua tahun lalu. Yang pernah aku tanyakan padamu.""Kasus itu sudah kadaluarsa, Bang. Kita juga tidak memiliki bukti yang akurat. Kenapa tidak meminta tolong pada, Om Hakam?"Aku menghela napas, harapan seolah sirna. "Jadi, kita buntu, Nis? Masih te
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-01
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
7891011
...
20
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status