Untuk beberapa alasan, aku masih bertahan bersama masalah yang sebenarnya tidak ingin kuselesaikan. Aku masih memasang topeng, tersenyum seolah semua baik. Bekerja seperti selayaknya manusia pada umumnya, melupakan bahwa diperut ku ada seorang manusia. Mungkin, jika kelelahan, anak ini akan pergi tanpa perlu ku usir. Aku tau, pikiran itu menakutkan. Namun jujur, aku memang berulang kali berharap hak itu terjadi. Keberadaan dia membuatku lebih takut, daripada trauma yang kini muncul kembali. "Hanna," baru keluar dari kafe, aku mendengar seseorang memanggil. Mencari keberadaannya, aku melihat ke beberapa arah. Lelaki itu Farhan. Mendekat kearahku, sambil membawa mawar putih di tangan. "Apa yang...," aku sampai tak bisa berkata. Ia tersenyum lebar, menyodorkan benda yang selalu dia kirimkan untukku dulu. Sama persis dengan yang kemarin. "Ambilah," suruhnya melihatku yang hanya terpaku. "Ah, terimakasih." Ujarku kaku. "Tadinya mau aku titipkan di satpam, untungnya kita bertemu di
Read more