Semua Bab Setahun Tanpa Sentuhanmu: Bab 151 - Bab 160

214 Bab

151. Rumahku Istanaku

Happy Reading*****"Ibu yang sudah memaksaku melakukan ini. Jadi, jangan menyesal jika aku mengambilnya dengan paksa," ancamnya. Harun menatap Hamdiyah seolah-olah perempuan itu sudah merenggut seluruh kebahagiaannya. "Maksudmu apa? Ibu melakukan apa?" tanya Hamdiyah bingung. Menengok pada Riswan seakan bertanya apakah dia tahu maksud dari sulungnya itu. "Ibu nggak ngabulin permintaanku. Jadi, aku mengambil paksa apa yang menjadi hakku.""Ngomong yang jelas, Mas. Nggak usah berbelit-belit. Nggak lihat Bu Hamdiyah bingung. Lagian, hak apa yang belum diberikan oleh beliau?" tanya Riswan. Dia berharap dalam hati, semoga perkiraannya salah dan apa yang dipikirkannya tak pernah terjadi. Walau bagaimanapun, Hamdiyah adalah ibu kandung lelaki di hadapannya."Sebaiknya nggak usah ikut campur, Mas. Ini urusan antara aku dan ibu. Kamu nggak berhak apa pun. Apalagi sampai tanya ini dan itu. Ngerti?" Mata Harun membola. Sadis dan terkesan tak punya perasaan bahkan terlihat seperti memiliki den
Baca selengkapnya

152. Anak Durhaka

Happy Reading*****"Apa-apaan kamu, Mas. Jangan beraninya sama orang tua! Lelaki macam apa kamu, bisanya cuma ngancam," kata Riswan keras. Melihat pisau yang ditodongkan pada Hamdiyah. "Apa kamu sudah kehilangan akal? Sampai-sampai mengancam ibumu sendiri," imbuhnya. "Diam di sana! Jangan suka mencampuri urusan kami. Dia itu ibuku, suka-suka aku mau ngapain aja," balas Harun tak kalah keras. "Dia ini sudah nggak adil. Harusnya aku yang dapat bagian rumah ini dan juga tanah di dekat jalan raya, tapi Ibu malah memberikannya pada adikku dan sekarang malah diwariskan pada Fattah.""Harun!" kata Hamdiyah, "Ibu akan memberikan hak Fattah padamu, tapi kenapa kamu masih serakah. Padahal bagianmu sudah jauh lebih besar. Apa kamu nggak ingat kalau pernah mencuri uang assuransi ayahmu dan menjual tanah ibu. Sekarang, saat ibu ikhlas memberikan bagian Fattah, kamu masih bersikukuh untuk menjual rumah ini. Ibu nggak akan menyerahkan akta jual beli padamu. Walau nyawa taruhannya. Silakan goreskan
Baca selengkapnya

153. Rencana Lutfi untuk Harun

Happy Reading*****"Mas, jangan laporkan Harun. Kasihan dia kalau sampai dipenjara. Ibu sudah nggak papa, kok." Hamdiyah menyatukan kedua tangannya. Memohon agar sang majikan tak melakukan apa yang baru saja didengar. "Bu, dia itu sudah mengancam njenengan. Kami, hanya ingin memerikan efek jera saja. Jika diteruskan seperti itu, Mas Harun bakalan terus menjadi ancaman. Bu nggak mau hidup tenang dan damai?" tanya Riswan. Hamdiyah menatap orang sekelilingnya. "Saya cuma nggak mau dia dendam setelah kejadian itu, Mas. Njenengan nggak tahu seberapa besar kemarahannya ketika dia sudah kehilangan kewarasan. Lebih baik nggak usah dilaporkan. Ibu nggak mau makin lebar masalahnya.""Nggak bisa gitu, Bu. Harun sudah sangat meresahkan. Sama ibunya saja dia berani apalagi sama orang lain," sahut Lutfi. "Setidaknya biarkan dia mendapat efek jera, Bu." Rini menambahkan. "Saya nggak yakin Harun bakalan jera, Bu. Dia malah akan semakin dendam pada saya dan keluarga ini. Sejak kecil sifatnya mema
Baca selengkapnya

154. Kesadaran yang Terlambat

Happy Reading*****Melihat senyum majikannya, Hamdiyah mengambil berkas yang diberikan Harun. Duduk pada sofa di ruang tamu dan membacanya dengan saksama. Garis bibirnya terangkat sedikit setelah beberapa menit membaca isi syarat tersebut. "Kamu sudah baca keseluruhan isi dari syarat ini? Pasal mana yang menyebutkan bahwa Mas Riswan memisahkan hubungan anak dengan ibunya?" Hamdiyah mendelik pada putra sulung dan satu-satunya buah hati yang dimilikinya saat ini. Harun menatap bingung, pasalnya dia membaca setiap kalimat yang tertera di sana tidak ada hal menguntung sama sekali untuknya. Padahal lelaki itu sudah memiliki segudang rencana setelah menjual aset milik Hamdiyah. Apalagi mengetahui siapa orang yang membelinya. Si sulung merebut kembali kertas itu dan mulai membaca dengan benar, tetapi tak ada satu pun yang menguntungkan. Semua menyudutkan Harun dari segi mana pun juga. "Mana ada, Bu. Semua syarat di sini mengatakan aku harus menjauh setelah menerima uang pembayaran rumah
Baca selengkapnya

155. Penyesalan

Happy Reading*****Di dalam hati, Riswan tersenyum puas melihat reaksi Harun saat mengetahui siapa pemilik rumah dan tanah Bu Hamdiyah saat ini. Lelaki itu tak akan pernah menyangka bahwa nama Rofikoh yang tertera di sana. 'Aku tahu, kamu pasti mengira bahwa aku akan memberikan nama Fattah atau Bu Hamdiyah sebagai pemilik baru. Nggak akan terjadi, akal licikmu yang membuatku melakukannya. Kalau bukan Ayah yang mengingatkan, aku pun akan melakukan kesalahan yang sama.' Hati Riswan berkata. Akan membatalkan transaksi jual beli mereka, Harun tidak akan bisa melakukannya. Dia sudah menerima uang dari Riswan. "Segera tanda tangani, Mas. Saya masih banyak keperluan. Kalau memang nggak mau nggak masalah." Riswan sudah akan mengambil uangnya kembali, tetapi Harun segera mencegah. "Jangan, dong, Mas. Saya tanda tangani sekarang." Lalu, tanpa membaca surat-surat perjanjian jual beli itu, si sulung Hamdiyah membubuhkan tanda tangannya dengan cepat. "Ini, Mas."Setelah menyerahkan surat-sura
Baca selengkapnya

156. Penyesalan dan Kabar Bahagia

Happy Reading*****Sebelum ingatan Harun kembali, dia mendengar suara percakapan. Seseorang yang sangat dikenal, dia adalah Hamdiyah. Entah siapa yang menghubungi ibunya, Harun harus mengucap terima kasih pada orang itu. Harun menggerakkan bola matanya sebelum membuka secara sempurna. Sudut inderanya mengalirkan air yang tak terbendung. Betapa baik hati wanita yang telah melahirkannya itu. Begitu banyak kesakitan dan kekecewaan telah ditorehkan pada Hamdiyah, nyatanya dia tetap peduli pada Harun. "Ibu?" kata Harun pelan. "Jangan bergerak dulu, Mas. Ibu panggilkan dokter untuk memeriksa." Hamdiyah keluar, tanpa mendengarkan panggilan putranya. Beberapa menit setelah itu, Hamdiyah kembali masuk. Bersama perawat dan juga dokter yang empat hari ini selalu mengecek perkembangan kesehatan Harun. "Gimana keadaan putra saya, Dok?" tanya Hamdiyah. "Alhamdulillah. Dia sudah melewati masa kritis dan terbangun dari koma. Semoga segera membaik, tapi harus sabar, ya, Bu. Walau luka luar suda
Baca selengkapnya

157. Kabar Bahagia

Happy Reading*****"Selamat, ya, Yang." Riswan menciumi Risma walau banyak orang tua tengah berdiri mengelilingi tempat tidurnya.Si perempuan menatap cengo pada suaminya. "Selamat untuk apa, sih, Mas? Aku nggak ngerti."Bukannya menjawab, Riswan malah mundur dan memberikan kesempatan pada bunda dan juga ibu mertuanya untuk memberikan ucapan selamat. Risma makin dibuat bingung dengan tingkah keluarganya yang tak satu pun mau menjelaskan. "Au, ah. Kenapa pada nyebelin. Nanya selamat buat apa, tapi malah diem semua.""Jadi, Mbak belum tahu hasil tes urinenya tadi?" tanya Rini. "Gimana bisa tahu. Belum juga muncul, udah suruh tiduran aja sama Mbak Iklima. Bu dokter lama-lama ketularan nyebelin, sama kayak suaminya." Risma mencebik. Membuat semua orang yang ada di kamar itu tertawa. "Ya, udah. Nih, hasil tesnya." Iklima menjulurkan tangan kanan yang memegang benda lonjong. Seketika bibir Risma menganga tak percaya. "Mbak ini beneran?"Si dokter mengangguk. "Seneng nggak?" tanyanya.
Baca selengkapnya

158. Riswan Mual

Happy Reading*****"Ish, kenapa Dokter malah ketawa?""Gimana, ya. Secara logika emang sulit untuk diterima nalar, tapi memang banyak kejadian seperti yang dialami Riswan. Istrinya sedang hamil, suaminya yang mual-mual. Secara medis mungkin nggak ada kaitan sama sekali," terang Farel. "Begitukah, Dok?"Di seberang sana, Farel menganggukkan kepala walau lawan bicaranya tak melihat hal itu. "Sepertinya begitu. Kehamilan pertamamu waktu itu, kamu sensitif sama bau-bauan, kan? Sementara, Riswan nggak."Risma merenung, seperti mengingat sesuatu. Lalu, dia tersenyum setelah beberapa detik kemudian, setelah mengingat semua kejadian itu. "Kayaknya kejadian ini permintaan Mas Riswan sendiri, deh, Dok. Pas itu sempat meminta, jika boleh siksaan ketika hamil biar dia yang merasakan jangan aku," kekehnya ketika ingat sang suami pernah berkata demikian. Tawa keras semakin menusuk indera pendengaran Risma. Farel terdengar bahagia ketika istri Riswan menceritakan hal itu. "Benarkah? Jadi, dia sen
Baca selengkapnya

159. Makan Rujak Soto

Happy Reading*****"Ditanya malah pada senyum." Riswan tak melanjutkan pertanyaannya yang belum dijawab. Dia malah mempercepat sarapan hingga semua racikan gado-gado yang berada di piringnya tandas tak bersisa. Setelah itu menatap pasangan Dokter di depannya bergantian. "Kalian bohongin aku. Ini bukan gado-gado hasil masakan Iklima." Dia melirik sahabatnya. "Kamu beli di sebelah gedung DPR, ya, Rel?""Eh, asal aja nuduh," kata Farel, tetapi dia juga menyunggingkan senyuman. Lalu, berkata tanpa rasa bersalah sama sekali. "Kok, bener, sih?""Elah. Kamu lupa kalau aku sering banget makan gado-gado di sana?" Riswan menaik-turunkan alisnya. "Dah, hafal banget gimana rasanya. Apalagi aroma daun jeruk dan serai yang nggak mungkin dimiliki oleh penjual gado-gado lainnya.""Kayaknya Ayah lupa. Harusnya jangan beli di sana," sela Iklima. Riswan terbahak. "Dah, nggak masalah. Aku tahu Iklima nggak bakalan bisa masak gado-gado seenak ini. Terpenting perutku sudah kenyang. Rasa pengennya juga d
Baca selengkapnya

160. Tetangga Julid

Happy Reading*****"Siapa mereka, Yang?" tanya seorang lelaki yang menghampiri perempuan yang tak lain adalah Yustina. Penampilannya kini sangatlah jauh berbeda. Hampir setahun tidak bertemu dengan perempuan itu, banyak yang sudah berubah. Yustina lebih kalem dengan pakaian tertutup sama seperti Risma. "Mereka sahabat karibku, Mas. Kenalkan, dia Risma dan di depannya Riswan. Mereka ini suami istri dan yang sedang tiduran itu anaknya, tapi aku belum tahu siapa namanya. Pas Risma hamil aku sudah masuk pesantren," jelas Yustina. Binar kebahagiaan terpancar. Menangkupkan kedua tangan pada Risma, lelaki di sebelah Yustina menyapa dengan senyuman. Pada Riswan dia menjulurkan tangannya. "Aku suami Yustina, Sandi," ucap si lelaki menyebutkan nama. Pandangan Riswan yang semula marah pada sang istri karena mengajak Yustina bergabung dengannya, mulai berubah. Kali ini, Riswan yakin Yustina sudah berubah. Dari tutur kata serta tampilan fisik kentara sekali. Mungkin, kejadian beberapa waktu
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1415161718
...
22
DMCA.com Protection Status