Home / Pernikahan / Setahun Tanpa Sentuhanmu / 153. Rencana Lutfi untuk Harun

Share

153. Rencana Lutfi untuk Harun

Author: pramudining
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Happy Reading

*****

"Mas, jangan laporkan Harun. Kasihan dia kalau sampai dipenjara. Ibu sudah nggak papa, kok." Hamdiyah menyatukan kedua tangannya. Memohon agar sang majikan tak melakukan apa yang baru saja didengar.

"Bu, dia itu sudah mengancam njenengan. Kami, hanya ingin memerikan efek jera saja. Jika diteruskan seperti itu, Mas Harun bakalan terus menjadi ancaman. Bu nggak mau hidup tenang dan damai?" tanya Riswan.

Hamdiyah menatap orang sekelilingnya. "Saya cuma nggak mau dia dendam setelah kejadian itu, Mas. Njenengan nggak tahu seberapa besar kemarahannya ketika dia sudah kehilangan kewarasan. Lebih baik nggak usah dilaporkan. Ibu nggak mau makin lebar masalahnya."

"Nggak bisa gitu, Bu. Harun sudah sangat meresahkan. Sama ibunya saja dia berani apalagi sama orang lain," sahut Lutfi.

"Setidaknya biarkan dia mendapat efek jera, Bu." Rini menambahkan.

"Saya nggak yakin Harun bakalan jera, Bu. Dia malah akan semakin dendam pada saya dan keluarga ini. Sejak kecil sifatnya mema
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   154. Kesadaran yang Terlambat

    Happy Reading*****Melihat senyum majikannya, Hamdiyah mengambil berkas yang diberikan Harun. Duduk pada sofa di ruang tamu dan membacanya dengan saksama. Garis bibirnya terangkat sedikit setelah beberapa menit membaca isi syarat tersebut. "Kamu sudah baca keseluruhan isi dari syarat ini? Pasal mana yang menyebutkan bahwa Mas Riswan memisahkan hubungan anak dengan ibunya?" Hamdiyah mendelik pada putra sulung dan satu-satunya buah hati yang dimilikinya saat ini. Harun menatap bingung, pasalnya dia membaca setiap kalimat yang tertera di sana tidak ada hal menguntung sama sekali untuknya. Padahal lelaki itu sudah memiliki segudang rencana setelah menjual aset milik Hamdiyah. Apalagi mengetahui siapa orang yang membelinya. Si sulung merebut kembali kertas itu dan mulai membaca dengan benar, tetapi tak ada satu pun yang menguntungkan. Semua menyudutkan Harun dari segi mana pun juga. "Mana ada, Bu. Semua syarat di sini mengatakan aku harus menjauh setelah menerima uang pembayaran rumah

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   155. Penyesalan

    Happy Reading*****Di dalam hati, Riswan tersenyum puas melihat reaksi Harun saat mengetahui siapa pemilik rumah dan tanah Bu Hamdiyah saat ini. Lelaki itu tak akan pernah menyangka bahwa nama Rofikoh yang tertera di sana. 'Aku tahu, kamu pasti mengira bahwa aku akan memberikan nama Fattah atau Bu Hamdiyah sebagai pemilik baru. Nggak akan terjadi, akal licikmu yang membuatku melakukannya. Kalau bukan Ayah yang mengingatkan, aku pun akan melakukan kesalahan yang sama.' Hati Riswan berkata. Akan membatalkan transaksi jual beli mereka, Harun tidak akan bisa melakukannya. Dia sudah menerima uang dari Riswan. "Segera tanda tangani, Mas. Saya masih banyak keperluan. Kalau memang nggak mau nggak masalah." Riswan sudah akan mengambil uangnya kembali, tetapi Harun segera mencegah. "Jangan, dong, Mas. Saya tanda tangani sekarang." Lalu, tanpa membaca surat-surat perjanjian jual beli itu, si sulung Hamdiyah membubuhkan tanda tangannya dengan cepat. "Ini, Mas."Setelah menyerahkan surat-sura

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   156. Penyesalan dan Kabar Bahagia

    Happy Reading*****Sebelum ingatan Harun kembali, dia mendengar suara percakapan. Seseorang yang sangat dikenal, dia adalah Hamdiyah. Entah siapa yang menghubungi ibunya, Harun harus mengucap terima kasih pada orang itu. Harun menggerakkan bola matanya sebelum membuka secara sempurna. Sudut inderanya mengalirkan air yang tak terbendung. Betapa baik hati wanita yang telah melahirkannya itu. Begitu banyak kesakitan dan kekecewaan telah ditorehkan pada Hamdiyah, nyatanya dia tetap peduli pada Harun. "Ibu?" kata Harun pelan. "Jangan bergerak dulu, Mas. Ibu panggilkan dokter untuk memeriksa." Hamdiyah keluar, tanpa mendengarkan panggilan putranya. Beberapa menit setelah itu, Hamdiyah kembali masuk. Bersama perawat dan juga dokter yang empat hari ini selalu mengecek perkembangan kesehatan Harun. "Gimana keadaan putra saya, Dok?" tanya Hamdiyah. "Alhamdulillah. Dia sudah melewati masa kritis dan terbangun dari koma. Semoga segera membaik, tapi harus sabar, ya, Bu. Walau luka luar suda

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   157. Kabar Bahagia

    Happy Reading*****"Selamat, ya, Yang." Riswan menciumi Risma walau banyak orang tua tengah berdiri mengelilingi tempat tidurnya.Si perempuan menatap cengo pada suaminya. "Selamat untuk apa, sih, Mas? Aku nggak ngerti."Bukannya menjawab, Riswan malah mundur dan memberikan kesempatan pada bunda dan juga ibu mertuanya untuk memberikan ucapan selamat. Risma makin dibuat bingung dengan tingkah keluarganya yang tak satu pun mau menjelaskan. "Au, ah. Kenapa pada nyebelin. Nanya selamat buat apa, tapi malah diem semua.""Jadi, Mbak belum tahu hasil tes urinenya tadi?" tanya Rini. "Gimana bisa tahu. Belum juga muncul, udah suruh tiduran aja sama Mbak Iklima. Bu dokter lama-lama ketularan nyebelin, sama kayak suaminya." Risma mencebik. Membuat semua orang yang ada di kamar itu tertawa. "Ya, udah. Nih, hasil tesnya." Iklima menjulurkan tangan kanan yang memegang benda lonjong. Seketika bibir Risma menganga tak percaya. "Mbak ini beneran?"Si dokter mengangguk. "Seneng nggak?" tanyanya.

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   158. Riswan Mual

    Happy Reading*****"Ish, kenapa Dokter malah ketawa?""Gimana, ya. Secara logika emang sulit untuk diterima nalar, tapi memang banyak kejadian seperti yang dialami Riswan. Istrinya sedang hamil, suaminya yang mual-mual. Secara medis mungkin nggak ada kaitan sama sekali," terang Farel. "Begitukah, Dok?"Di seberang sana, Farel menganggukkan kepala walau lawan bicaranya tak melihat hal itu. "Sepertinya begitu. Kehamilan pertamamu waktu itu, kamu sensitif sama bau-bauan, kan? Sementara, Riswan nggak."Risma merenung, seperti mengingat sesuatu. Lalu, dia tersenyum setelah beberapa detik kemudian, setelah mengingat semua kejadian itu. "Kayaknya kejadian ini permintaan Mas Riswan sendiri, deh, Dok. Pas itu sempat meminta, jika boleh siksaan ketika hamil biar dia yang merasakan jangan aku," kekehnya ketika ingat sang suami pernah berkata demikian. Tawa keras semakin menusuk indera pendengaran Risma. Farel terdengar bahagia ketika istri Riswan menceritakan hal itu. "Benarkah? Jadi, dia sen

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   159. Makan Rujak Soto

    Happy Reading*****"Ditanya malah pada senyum." Riswan tak melanjutkan pertanyaannya yang belum dijawab. Dia malah mempercepat sarapan hingga semua racikan gado-gado yang berada di piringnya tandas tak bersisa. Setelah itu menatap pasangan Dokter di depannya bergantian. "Kalian bohongin aku. Ini bukan gado-gado hasil masakan Iklima." Dia melirik sahabatnya. "Kamu beli di sebelah gedung DPR, ya, Rel?""Eh, asal aja nuduh," kata Farel, tetapi dia juga menyunggingkan senyuman. Lalu, berkata tanpa rasa bersalah sama sekali. "Kok, bener, sih?""Elah. Kamu lupa kalau aku sering banget makan gado-gado di sana?" Riswan menaik-turunkan alisnya. "Dah, hafal banget gimana rasanya. Apalagi aroma daun jeruk dan serai yang nggak mungkin dimiliki oleh penjual gado-gado lainnya.""Kayaknya Ayah lupa. Harusnya jangan beli di sana," sela Iklima. Riswan terbahak. "Dah, nggak masalah. Aku tahu Iklima nggak bakalan bisa masak gado-gado seenak ini. Terpenting perutku sudah kenyang. Rasa pengennya juga d

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   160. Tetangga Julid

    Happy Reading*****"Siapa mereka, Yang?" tanya seorang lelaki yang menghampiri perempuan yang tak lain adalah Yustina. Penampilannya kini sangatlah jauh berbeda. Hampir setahun tidak bertemu dengan perempuan itu, banyak yang sudah berubah. Yustina lebih kalem dengan pakaian tertutup sama seperti Risma. "Mereka sahabat karibku, Mas. Kenalkan, dia Risma dan di depannya Riswan. Mereka ini suami istri dan yang sedang tiduran itu anaknya, tapi aku belum tahu siapa namanya. Pas Risma hamil aku sudah masuk pesantren," jelas Yustina. Binar kebahagiaan terpancar. Menangkupkan kedua tangan pada Risma, lelaki di sebelah Yustina menyapa dengan senyuman. Pada Riswan dia menjulurkan tangannya. "Aku suami Yustina, Sandi," ucap si lelaki menyebutkan nama. Pandangan Riswan yang semula marah pada sang istri karena mengajak Yustina bergabung dengannya, mulai berubah. Kali ini, Riswan yakin Yustina sudah berubah. Dari tutur kata serta tampilan fisik kentara sekali. Mungkin, kejadian beberapa waktu

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   161. Berdamai dengan Masa Lalu

    Happy Reading*****"Eh, Mbak Risma," kata si Ibu tetangga yang julid tadi. "Nggak ada masalah, sih. Cuma agak gimana, gitu. Kenapa nggak adopsi anak sepupu atau saudara yang lain. Kan jelas nasab dan juga watak keluarganya. Kalau anak dari orang lain, rasanya akan berbeda. Apa nggak malu atau takut kalau terjadi sesuatu nantinya."Mulut si tetangga mulai terasa pedas seperti seblak level 15 saja. Pelan, tetapi sarat cemoohan dan penghinaan. Risma makin membulatkan mata. Jelas-jelas dia meremehkan Bu Hamdiyah dan keluarganya saat ini. "Ibu itu kayaknya kurang ngaji. Kenapa mesti menghina dan meremehkan orang lain. Satu hal lagi. Pernah dengar ceramah ustaz-ustaz yang mengatakan kita harus menyantuni anak-anak yatim?" tanya Risma serius. Rofikoh mencolek lengan sang menantu dan menggelengkan kepalanya agar tak melanjutkan kata-kata pedasnya. "Ya, pernah, Mbak. Terus, apa hubungannya dengan pertanyaan saya tadi?" katanya bingung. Namun, Risma tak menggubris kode yang dilempar oleh s

Latest chapter

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   2 14. Kebahagiaan Sesungguhnya

    Happy Reading*****Pagi-pagi sekali, selesai salat subuh, Risma sudah disibukkan dengan antusias anak-anaknya agar dia dan Riswan bersiap-siap. Selesai sarapan Fattah dan Hirawan mengantar orang tuanya ke bandara."Pokoknya Papa sama Mama kudu seneng-seneng di sana. Nggak usah mikirin apa pun. Mas sama adik yang akan mengurus semua pekerjaan Papa selama liburan. Manfaatkan waktu seminggu buat berduaan dan happy-happy," kata Fattah meyakinkan kedua orang tuanya. "Bener kata Mas Fattah. Setelah liburan satu minggu, baru mikir lagi tentang rencana pernikahan," Hirawan menambahkan perkataan saudaranya. Kedua pasangan itu cuma tersenyum menanggapi semua perkataan putra-putranya. Tak bermaksud menjawab ataupun membantah apa yang meraka katakan. Sampai masuk bandara dan para pengantar tidak bisa masuk lagi. Sebelum berpisah dengan kedua orang tuanya, Hirawan membisikkan sesuatu pada Risma. "Ma, jangan lupa pesen Adik semalam. Pulang-pulang harus ada kabar baik bahwa Awan bakalan punya adi

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   213. Ulang Tahun Pernikahan 2

    Happy Reading*****Mengendari kendaraan dengan kecepatan di atas rata-rata. Wajah Fadil membayangi pikiran Riswan. Tak sampai sepuluh menit, mereka sudah berada di depan gerbang. Suara klakson dibunyikan agar keluarganya tahu bahwa dia sudah tiba saat ini. Namun, suasana rumah sangat sepi dan sunyi, hanya ada mobil Fattah.Risma turun dengan kaki gemetaran, takut sesuatu yang buruk terjadi. Apalagi melihat mobil si bungsu tidak terparkir di halaman. Lampu ruang tamu sudah padam. Mungkinkah mereka sedang pergi dengan mengendarai mobil Hirawan. Risma menoleh pada suaminya. "Pa, rumah sepi. Apa yang terjadi pada Ayah?" "Masuk, saja." Tanpa mengetuk, Riswan memutar knop pintu, dengan mudah dia membukanya karena memang tidak terkunci. "Happy anniversary, Mama, Papa," teriak Fattah, Hirawan, dan menantu mereka. Riswan dan Risma saling pandang. Keduanya maju dan memukul lengan anak-anak mereka. Tak luput juga Rosma dan Senja yang memegang kue bertuliskan selamat ulang tahun pernikahan.

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   212. Ulang tahun Pernikahan

    Happy Reading*****Pulang dari rumah keluarga besannya, Riswan membelokkan kendaraan ke arah lain. Sang istri rupanya belum menyadari hingga sampai di persimpangan yang cukup jauh dari rumah mereka. "Lho, Pa, kita mau ke mana?" tanya Risma sedikit heran saat suaminya berbelok ke sebuah restoran tempat anak-anak remaja nongkrong. Restoran modern yang sedang viral di sosial media. "Papa lapar, Ma. Boleh, dong, mampir sebentar dan ngicipi makanan yang lagi viral saat ini. Turun, yuk," ajak Riswan. Lelaki itu sengaja membantu sang istri untuk membukakan sabuk pengaman yang dikenakan. "Kok lapar lagi, Pa? Kan, tadi sudah makan di rumah Mbak Iklima," tanya Risma heran. "Ya, gimana. Emang masih lapar. Ah, Mama kayak nggak tahu napsu makan Papa akhir-akhir ini." Riswan turun terlebih dahulu, lalu membukakan pintu untuk istrinya. Hati Risma kembali menghangat. Sudah puluhan tahun berlalu, tetapi sikap suaminya masih saja seperti ini. Janji di awal penikahan untuk tetap setia dan mencinta

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   211. Rencana Pernikahan masal

    Happy Reading*****Hilmi mengikuti mobil Dara dengan motornya. Hari ini, jadwalnya memang kosong. Kuliahnya tinggal menunggu sidang skripsi dan kerjaannya lagi libur, jadi ada banyak waktu untuk mengunjungi calon mertuanya. Hilmi sedikit tegang saat berkendara. Pikirannya berputar apa yang akan dikatakan oleh orang tua sambung Dara. Mungkinkah akan menolak lamaran atau bahkan lamarannya akan diterima. Namun, opsi pertama lebih dipilih oleh lelaki itu. Pasalnya, sejak lamarannya saat itu tak sekalipun Dara menghubungi. Hirawan dan Rosma yang sering ditanya pun tak pernah memberikan jawaban yang memuaskan. Bukan sekali ini, Hilmi bertemu Dara di tempat kajian. Sering bertemu, tetapi sikap perempuan itu selalu cuek dan terkesan menjauh. Lima belas menit kemudian, Dara menghentikan kendaraannya. Membuka pintu pagar serta memberi kode agara Hilmi mengikutinya masuk. Dia juga meminta Hilmi duduk menunggu di ruang tamu. "Assalamualaikum. Yah," panggil Dara pada orang tuanya."Waalaikum

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   210. Keberanian Hilmi

    Happy Reading*****"Kak, tenang dulu," kata Farel. Dia menatap Hilmi. "Sekarang katakan pada Om. Mengapa kamu sampai kepikiran buat melamar Dara. Bukankah kamu tahu keadaan putri Om akhir-akhir ini? Nggak ada yang baik dalam dirinya. Apa kamu nggak akan menyesal nantinya, Hil?"Hirawan, Rosma dan juga Iklima masih diam. Mereka juga ingin tahu apa alasan Hilmi sampai ingi melamar Dara. Padahal jelas-jelas dia tahu bahwa gadis itu tidak suci lagi. "Bismillah," ucap Hilmi, "saya, hanya ingin membina rumah tangga yang sesuai dengan tuntunan syariat, Om. Nggak ada niat lain kecuali ingin mencari keridaan Allah dalam rumah tangga yang akan dibina. Tentang masa lalu Dara, saya tahu betul dan keluarga nggak keberatam untuk menerima kehadiran Dara sebagai calon istri. Bukankah semua orang pasti punya masa lalu. Entah itu buruk ataupun baik. Manusia juga nggak ada yang sempurna. Memang tempatnya salah dan lupa. Hilmi yakin Dara sudah menyadari semua kesalahannya dan bukankah sekarang dia suda

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   209. Kebahagiaan Datang

    Happy Reading*****"Kok, Mas malah senyum. Ada yang lucu, ish," tanya Rosma mulai sedikit marah, "Adik bingung, situ malah senyum. Nggak jelas banget."Hirawan mendekatkan wajah pada istrinya. Lalu, mencolek gadu dan berkata. "Adik nggak ngeh sama kode yang dilempar Ayah? Kayaknya Mas Hilmi sudah ngasih tahu Ayah tentang niatnya. Kalau nggak, mana mungkin Ayah berkata gitu."Perempuan itu memainkan bola matanya, seperti sedang memikirkan sesuatu. "Kayaknya, Mas bener, deh. Kalau Mas Hilmi belum ngasih tahu. Mana mungkin Ayah langsung paham saat Adik bilang tentang dia. Ih, masku pinter banget." Satu kecupan mampir di pipi Hirawan membuat lelaki itu membalasnya dengan ciuman di bibir sang istri. "Kalau nggak pinter mana mau Dokter Farel menerima lamaranku ini," kata Hirawan mulai jumawa. "Mulai dah sombongnya.""Bukan sombong, tapi emang kenyataan.""Ayo cepet sarapannya. Nanti telat ke kampus." "Siap, Bos," kata Hirawan disertai hormat. Keduanya tertawa. Pagi yang sungguh menyena

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   208. Rencana Masa Depan

    Happy Reading*****"Kok, bisa nyusul ke sini, Pa?" tanya Hirawan pada Riswan, tetapi matanya malah menatap Rosma. "Bisalah. Apa sih yang nggak bisa dilakuin buat mantu kesayangan Papa," sahut Risma setengah menggoda putranya. Bukan berarti dia tidak bersedih dengan kematian bayi Dara, tetapi lebih kepada memberikan sedikit hiburan pada dua lelaki yang wajahnya terlihat sedih dan sangat lelah. "Hmm, ternyata anak ayah udah kangen sama suaminya. Baru juga nggak ketemu sehari kemarin," tambah Farel. Dia memeluk sahabatnya itu dan menyalami Risma serta Fattah. "Bukan gitu, Yah. Adik kepikiran sama Kak Dara, makanya minta Papa sama Mama buat nganter ke sini," jelas Rosma merasa tak enak hati. Tak ingin semua orang salah paham dengan kehadirannya sekarang. "Beliau semua bercanda, Yang. Nggak perlu diambil serius gitu," kata Hirawan. Segera menarik sang istri dalam pelukan dan menciumi wajah serta keningnya. "Banyak orang, woy," teriak Fattah tak terima jika pasangan muda itu berbuat d

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   207. Terguncang

    Happy Reading*****Hirawan segera membangunkan ayahnya."Ada apa, Mas?""Kak Dara lari, Yah.""Astagfirullah. Lari ke mana?" Farel berdiri dan langsung mencari putrinya. "Ke arah mana dia tadi pergi?""Kanan, Yah." Hirawan mulai panik. Pergerakan Dara sungguh cepat. Mereka berdua berpisah di persimpangan lorong. Hirawan sudah hampir mencapai pintu keluar khusus tamu pengunjung. Keadaan larut malam dan sepi membuatnya mudah mengenali sosok Dara yang hampir mencapai gerbang. "Kakak," panggil Hirawan, Dara menoleh. Namun, perempuan itu malah sengaja mempercepat langkah. Tak mau terjadi apa-apa dengan kakak iparnya, Hirawan berlari dan menarik pergelangan tangan Dara. Si perempuan mendelik sebal. "Lepas, Wan. Kakak mau nyari orang yang sudah nabrak tadi. Kakak bakalan tuntut dia karena sudah membunuh anakku," teriak Dara di tengah sepinya malam. "Kak, jangan seperti ini. Kasusnya sudah ditangani pihak berwenang. Kakak nggak boleh main hakim sendiri," peringat Hirawan. Dia masih meme

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   206. Janin Dara

    Happy Reading*****Risma mendelik mendengar cerita Iklima. Sedikit berteriak ketika memanggil Hirawan. Suami Rosma itu pun setengah berlari mendekati mamanya. "Ada apa, Ma?""Cepatan ambil perlengkapanmu dan segera temani ayahmu, Dik," kata Risma panik. Tanpa bertanya, Hirawan berbalik arah dan segera mengambil perlengkapannya di kamar. "Ada apa sebenarnya, Ma?" tanya Riswan pada sahabatnya, Iklima. "Dara, Wan. Sekali lagi, aku teledor menjaga anak itu," kata Farel menjawab pertanyaan besannya karena sang istri masih sesenggukan. Riswan mengembuskan napas panjang. Dia merangkul sahabatnya. "Tenangkan Dirimu, Rel. Kamu akan menempuh perjalanan panjang."Beberapa menit kemudian, Hirawan muncul di depan kedua orang tua dan mertuanya. "Ayo, Yah. Kita berangkat sekarang."Tanpa bertanya ada masalah apa, sang menantu mengajak mertuanya pergi. Riswan dan Risma menganggukkan kepala, tanda mereka setuju. Demikiam juga Rofikoh dan Fadil yang baru saja bergabung. Setelah bersalaman, Hiraw

DMCA.com Protection Status