Semua Bab Membalas Kesombongan Mantan: Bab 61 - Bab 70

408 Bab

Bab 61

Kabut hitam begitu terlihat jelas dari mata pria berhidung bangir itu. Wajah cerah yang semalam banyak menyunggingkan senyum manis, kini tak nampak lagi. Apalagi alasannya kalau bukan tentang berita yang dia dengar pagi ini. Semalam pun, Adi sudah merasakan ada yang tidak beres pada kedua kakinya. Tidak ada rasa dan sulit untuk digerakan. Namun, dia masih berpikir positif. Mungkin akibat benturan dari kecelakaan itu, dan juga akibat terlalu lama didiamkan selama koma kemarin. Ternyata, kenyataannya lebih mengagetkan. Adi harus mengalami kelumpuhan akibat benturan keras yang membuat otot-otot kakinya menjadi kaku dan lemah. Meskipun kata dokter tidak bersifat permanen dan bisa disembuhkan dengan terapi dan obat-obatan, tapi waktu menuju sembuh memang membutuhkan waktu yang lama, juga kesabaran dan ketelatenan dalam menjalani perawatan. "Di, kok diam saja. Mau makan, gak?" ujarku mulai membuka percakapan. Tidak ada siapa-siapa di sini. Hanya ada aku dan Adi. Kedua orang tua kami dan
Baca selengkapnya

Bab 62

Hari ini aku tidak menginap di rumah sakit. Aku pulang setelah Om Gunawan datang dengan beberapa rekan bisnis Adi. Tidak enak terus berada di sana dengan orang-orang yang tidak kukenal, aku pun berpamitan untuk pulang. Namun, aku tidak langsung pergi ke rumah. Memilih untuk pergi ke kafe yang letaknya tidak jauh dari rumah sakit. Memanjakan mata sebentar, sembari menikmati makanan yang ada di tempat ini. Mataku terpaku pada sepasang wanita dan pria yang tengah menikmati makanan di depan mejaku. Si wanita dengan telaten menyuapi seorang pria yang duduk di kursi roda dengan tangan dan kaki yang kecil. Jika harus aku menebak, mungkin pria itu terkena stroke. Bibirnya pun tidak seperti orang pada umumnya. Terlihat miring ke kiri yang membuat sebagian makanan sulit untuk masuk ke dalam mulut. Tulus sekali wanita itu mengurus pria yang mungkin suaminya. Dia bahkan tidak malu membawa pasangannya itu ke tempat umum seperti ini. "Apa aku akan bisa sabar seperti wanita itu, jika nanti menik
Baca selengkapnya

Bab 63

"Alina ....""Jangan tolak aku! Aku tidak menerima penolakan, Di," ujarku langsung mengangkat kepala, menatapnya penuh harap. Adi mengulum senyum, dan detik kemudian ia tertawa lebar hingga Saffa melihatnya dengan bingung. "Adi, malah ketawa. Jawab, dong," ujarku lagi menarik selimut yang menutupi kakinya. "Aku harus jawab apa?" "Jawab iya, aku mau. Plis jangan tolak aku, Di. Aku bakalan malu seumur hidup. Kalau kamu bilang gak mau, aku terjun dari lantai tiga ini.""Eh, kok ngancam? Ngelamar, kok maksa," ujar Adi semakin terbahak. Bagiamana gak maksa, aku sudah melepaskan urat malu yang ada di seluruh tubuh ini untuk merangkai kata menjadi sebuah kalimat yang sangat begitu berat untuk diungkapkan. Dan dia, malah terus tertawa seolah-olah ucapanku adalah komedi penghibur hati. Aku diam seraya menekuk wajah. Mata ini menatap pria yang memakai baju rumah sakit dengan bengis. Melihat tatapanku, Adi langsung menghentikan tawanya. Ia berdehem, lalu memindahkan posisi Saffa yang tadi
Baca selengkapnya

Bab 64

"Mau!""Eh!" Aku berseru kaget seraya menoleh ke arah pintu yang terbuka. Om Gunawan, dia masuk sembari berseru menjawab pertanyaan Adi yang ditujukan padaku. Tentu saja, hal itu membuat suasana menjadi canggung. Adi yang tadi memasang wajah serius, kini malah cengengesan seraya menyugar rambutnya yang mulai gondrong. Setali tiga uang dengan Adi, aku pun dibuat salah tingkah karena malu ketahuan dilamar di rumah sakit. Menyebalkan. Om Gun membuat suasana romantis menjadi mistis. "Kok, diam, Al? Jawab, dong," ujar Om Gunawan mencolek pundakku seraya menjatuhkan bokongnya pada ujung ranjang. Bukannya menjawab, aku malah mengusap wajah yang mulai terasa menghangat. Entah seperti apa rupa kedua pipiku saat ini. Seperti udang rebuskah, atau seperti tomat masak? "Papa, sih malah masuk dulu. Jadinya, gak romantis lagi, 'kan?" "Geregetan, Papa melihat kalian ini. Udah sama-sama dewasa, tapi masih malu-malu mengakui perasaan. Udahlah, nunggu apa lagi. Nikah aja," ujar Om Gunawan menjawa
Baca selengkapnya

Bab 65

Acara lamaran yang sudah tersusun rapi, menjadi dipercepat. Semuanya menjadi panik karena Bang Aldi dibawa polisi. Entah karena masalah apa dan entah perbuatan kriminal apa yang dilakukan abangku hingga berurusan dengan hukum. "Tenang, Al. Semuanya akan baik-baik saja," ujar Adi seraya menggenggam tanganku. Tadi, Adi sudah menyematkan cincin tanda pengikat jika aku adalah calon istrinya. Sekarang kami sedang melakukan pemotretan dengan keluarga. Beberapa saat harus memaksakan tersenyum di depan semua tamu, akhirnya acara pun berakhir setelah semua orang yang ada di sini menikmati jamuan yang kami siapkan. Seharusnya tidak seperti itu. Harusnya mereka berada di sini lebih lama lagi. Namun, kami sebagai tuan rumah yang baru saja mendapatkan kejutan dengan dibawanya Bang Aldi, membuat kami harus menghentikan acara dengan sangat terpaksa. "Gun, aku minta maaf untuk hari ini. Sungguh, aku benar-benar tidak tahu akan ada kejadian seperti tadi," ujar Papa setelah hanya ada keluarga inti
Baca selengkapnya

Bab 66

"Kak Rindu meninggal?" ujarku semakin penasaran. Baru empat hari yang lalu Kakak iparku itu datang ke sini. Memohon-mohon, berlutut di kedua kaki Bang Aldi untuk mencabut gugatan cerai yang dilayangkan abangku ke pengadilan agama. Sambil terisak, Kak Rindu mengucapkan maaf dan menyesali kekhilafan yang dia lakukan bersama Damar. Namun, abangku sudah mati rasa. Jangankan mengabulkan permintaan istrinya itu, untuk memaafkan pun sepertinya berat. Sekarang, aku malah mendengar Kak Rindu meninggal? Ini mimpi, apa hanya khayalanku saja?"Om, apa papa tidak mengatakan kronologi kejadian meninggalkan Kak Rindu?" Lagi-lagi aku bertanya pada calon mertuaku itu. "Tenang, Al. Sebentar, aku akan menelepon seseorang dulu," ujar Adi, mencoba menenangkanku. Calon suamiku tengah berbicara dengan seseorang yang entah siapa. Dia juga menyebut nama Damar dan Rindu untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Tidak berapa lama, Adi menyudahi panggilannya. Ia menyimpan ponsel di meja, lalu beralih
Baca selengkapnya

Bab 67

Angin berembus sedang, menggoyangkan bunga kamboja yang bermekaran indah di pemakaman umum ini.Aku berdiri di antara orang-orang yang ikut mengantarkan kepergian sebuah raga yang sudah terbujur kaku di dalam tanah. Isak tangis keluarga terdengar lirih sangat memilukan. Membuat siapa saja yang mendengarnya merasa iba. Satu persatu orang-orang mulai pergi meninggalkan gundukan tanah yang masih basah. Sedangkan aku masih di sini. Ikut menaburkan bunga sebagai tanda perpisahan."Nak Aldi, bisa bicara sebentar?" ujar seorang wanita yang memakai pakaian serba hitam kepada abangku. "Tentu. Mama mau bicara apa?" "Atas nama Rindu, Mama ingin meminta maaf yang sebesar-besarnya padamu. Begitu dalam luka yang dia torehkan di hatimu. Sangat besar dosa dia padamu selama menjadi seorang istri. Tolong, maafkan anak Mama, Aldi," ujar ibunya Kak Rindu seraya menangkupkan kedua tangan di dada. Bang Aldi mengembuskan napas kasar. Ia membuka kacamata hitamnya, lalu dia simpan di saku kemeja yang ia
Baca selengkapnya

Bab 68

Semua orang sedang membahas kematian Kak Rindu. Dan aku, memilih untuk pergi ke dapur tanpa ikut bergabung bersama mereka. "Mama mau makan?" tanya Saffa saat aku mendudukkannya di kursi. "Iya, Sayang. Mama lapar, nih. Saffa sudah makan belum?" "Udah, Mbak. Tadi, Saffa makan bareng sama aku dan Mama.""Loh, kamu ikut ke sini? Aku kira mau gabung dengan yang lain di ruang tengah?" ujarku saat tahu Naima mengikutiku. "Enggak ah, malu. Mending di sini aja sama Mbak Alina. Mbak mau makan sama apa? Biar aku ambilin.""Jangan!" kataku menolak tawaran Naima. Aku mengambil sendiri nasi beserta lauknya, lalu mulai menikmatinya seorang diri. Saffa diambil alih Naima dan sekarang dua wanita beda usia itu tengah sibuk menyaksikan film kartun dari ponselku. Jika aku harus menilai, Naima beda sekali dari dua wanita yang tadi membicarakanku. Dia lebih tertutup dan sangat santun dalam bertutur kata. Penampilan apa lagi. Jauh bak bumi dan langit. Jika dua wanita itu terlihat glamor, tapi wanita
Baca selengkapnya

Bab 69

Dalam kegundahan hati setelah melihat wanita bersama Adi tadi, aku memutuskan untuk masuk ke dalam kamar saja. Saffa aku bawa serta karena dia yang tidak mau diajak Naima. Di dalam kamar, aku langsung merebahkan diri seraya menanti Adi untuk menghubungiku kembali. Namun, sudah lima belas menit menunggu, tidak ada Adi menghubungiku. Menelpon, ataupun mengirimkan pesan. Dan aku semakin penasaran dibuatnya. Ingin bertanya duluan pun aku tidak mau. Menunggu dia untuk berbicara langsung padaku. "Mama ...." kulirik putriku yang sudah mulai merengek. Matanya mengecil dengan beberapa kali menguap. Oh, putriku sudah ingin tidur. Aku melepaskan ponsel dari genggaman, lalu menghadap ke arah Saffa dan mulai mengusap-usap punggungnya. Biasanya, setelah putriku terlelap, aku akan memindahkan Saffa ke kamar yang ada di samping kamarku. "Oh, sudah tidur rupanya," ujarku setelah melihat kedua mata Saffa tertutup rapat. Saat hendak mengangkat tubuh putriku, suara ponsel menghentikannya. Buru-bu
Baca selengkapnya

Bab 70

"Abang?" kataku seraya menyipitkan mata menajamkan penglihatan. Seorang pria tengah duduk di kursi dengan ruangan yang gelap. Di depannya, satu gelas kopi menjadi teman kesunyian. "Abang sedang apa di sini? Gelap-gelapan, lagi," ujarku lagi seraya mengambil air minum, lalu duduk di depan Bang Aldi. Aku meneguk satu gelas air putih untuk membasahi tenggorokan. "Abang tidak bisa tidur, Al""Kenapa? Ingat, Kak Rindu?" tanyaku. Bang Aldi diam. Dia menunduk enggan menjawab pertanyaanku. Di bawah penerangan yang minim, aku bisa melihat ada kesedihan dari wajah itu. Dan aku tahu apa yang membuat dia menjadi pendiam seperti itu. Pengkhianatan Kak Rindu adalah cambuk paling menyakitkan untuknya. Apalagi harus ditinggal pergi untuk selama-lamanya. Bang Aldi si budak cinta pasti sangat syok dengan dua kenyataan yang dia terima dengan jarak yang berdekatan. Aku bisa memaklumi itu. Rasa cinta dan sayang tidak akan bisa mudah hilang dengan satu kata perpisahan. Pastilah membutuhkan waktu ya
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
56789
...
41
DMCA.com Protection Status