Home / Romansa / Membalas Kesombongan Mantan / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Membalas Kesombongan Mantan: Chapter 41 - Chapter 50

408 Chapters

Bab 41

Seperti rencana kemarin, hari ini aku akan belajar mengemudi. Bukan pada orang lain, tapi pada Papa yang kebetulan tidak berangkat ke pabrik. Kebetulan, hari ini hari minggu. Jadi, aku tidak perlu repot-repot untuk menyesuaikan diri dengan guru kemudiku. Satu putaran aman. Aku berhasil tanpa kendali. Hingga putaran ke tiga, Papa menyuruhku menyudahi belajar untuk hari ini, karena Mama menelepon ada Bang Aldi yang datang berkunjung. Aku tidak puas sebenarnya. Masih ingin terus belajar. Tapi, tidak berani juga untuk belajar sendiri. Akhirnya, kami pun pulang dari lapangan yang memang dikhususkan untuk belajar mengemudi. "Minggu depan kita belajar lagi. Atau, kamu belajar sama Pak Yadi jika Papa sedang bekerja," tutur Papa mengobati kekecewaanku. Aku tidak menjawab. Lebih memilih diam menikmati suasana jalan yang sepi dari kendaraan. Hari yang masih pagi dengan ditambah langit yang mendung membuat suasana ibu kota terasa sejuk. Saat kami sampai, ternyata benar ada kakakku yang sed
last updateLast Updated : 2022-07-07
Read more

Bab 42

Pria yang memakai kemeja kotak-kotak itu tersenyum saat kami berdiri di samping mejanya. Ia membungkukkan badan, lalu mengulurkan tangan saat Kak Rindu memperkenalkan aku sebagai iparnya. "Oh, ini yang namanya Alina? Cantik, lebih cantik dari yang di foto," tutur pria itu menatapku lekat. Buru-buru aku menarik tangan yang masih digenggam pria itu. "Duduk, Al. Damar ini seorang arsitek, lho. Dia juga pengusaha properti yang sukses. Gak akan susah hidupmu jika nikah sama dia," ujar Kak Rindu memuji temannya. Aku hanya tersenyum dengan anggukan kecil. Rasanya risih sekali sejak tadi dipandangi sama orang yang baru saja ditemui. Beberapa kali Kak Rindu mengajak ngobrol Damar, tapi tatapan pria itu tak lepas dariku. "Jangan dipandang terus, Dam. Dia tidak suka, tuh," ujar Kak Rindu menarik kemeja pria itu. "Eh, maaf-maaf. Soalnya dia ... cantik."Sama sekali tidak membuat hatiku tersanjung dengan ucapan Damar. Justru malah semkain tidak nyaman. Makanan yang dipesan sudah datang, tap
last updateLast Updated : 2022-07-07
Read more

Bab 43

Dilihat dari luar semuanya baik-baik saja. Sangat baik bahkan. Namun, siapa yang tahu di balik senyum manis itu, wajah ceria itu menyimpan sejuta rahasia yang akan membuat salah satu hati terluka.Aku menundukkan pandangan saat mata itu melihat ke arahku. Pura-pura tidak tahu apa-apa sama seperti tadi. Pura-pura tidak menyaksikan sesuatu yang menyakitkan. Malam ini, Bang Aldi menginap di sini. Suasana makan malam pun jadi rame, karena kakakku itu terus menggoda dan becanda dengan Saffa. Sebagai seorang laki-laki dewasa yang sudah berumah tangga, tentulah abangku itu menginginkan keturunan. Namun, sayangnya Tuhan belum berpihak kepada dia akan hal itu. Padahal, usai pernikahannya hampir menginjak enam tahun. Saffa memintaku menurunkannya dari kursi. Dia sudah kenyang dan katanya ingin mengambil Popo di kamar. Aku menyuruh Bi Narsih untuk menemani putriku naik ke lantai dua."Kamu sakit, Al?" "Ah, enggak ...," tuturku menjawab pertanyaan Bang Aldi. "Dari tadi Abang perhatikan kamu
last updateLast Updated : 2022-07-07
Read more

Bab 44

Dadaku bertalu-talu melihat kondisi putriku yang seperti itu. Tangan tidak diam. Langsung membuka kancing baju piyama yang dikenakan Saffa. Memindahkan tubuh putriku ke lantai beralaskan karpet tipis, lalu memiringkan tubuhnya. Mama membantu Mengompres ketiak dan kaki Saffa agar panasnya segera turun. Untunglah, usahaku membuahkan hasil. Saffa tidak lagi kejang, dan dia pun bangun. Minta air minum karena kehausan. "Ya Allah, Al. Mama takut sekali," ujar Mama setelah Saffa sudah baik-baik saja. Mama sampai mengeluarkan air mata karena syok dan takut. "Ini bukan yang pertama dialami Saffa, Mah." "Mama tidak menyangka, anak manja Mama bisa mengurus anak yang kejang. Keadaan merubahmu, Al," ujarnya lagi seraya melirik Saffa yang kembali berbaring setelah minum air putih. Pintu kamar terbuka. Papa masuk dengan wajah khas bangun tidur. "Ada apa? Tadi Papa dengar suara dari sini?" "Saffa barusan kejang, Papa. Mama takut banget, tapi untungnya Alina bisa mengatasinya. Ya Allah ... amp
last updateLast Updated : 2022-07-07
Read more

Bab 45

"Berapa, Bu?" "Seratus lima belas ribu."Aku mengulurkan uang pada pemilik kantin. Lalu, berlalu untuk kembali ke kamar Saffa. Sepanjang perjalanan, otakku terus berpikir tentang apa sekiranya yang terjadi di dalam kamar tadi. Jika harus menebak, mungkin dia kehilangan anak dalam kandungannya? Aku menggelengkan kepala menepis pikiran tentang orang yang menurutku tidak penting untuk dipikirkan. Melanjutkan langkah dengan cepat takut jika putriku bangun dan mencari keberadaan ibunya ini. Sekarang suasana di rumah sakit ini tidak terlalu sepi seperti pertama aku datang. Orang-orang mulai terlihat melakukan aktivitas, terutama petugas kebersihan yang sudah mulai bekerja. "Sepertinya itu Mas Haikal," ujarku ketika hendak melewati ruangan tadi. Aku memelankan langkah saat hendak melewati pria yang tengah duduk tertunduk di kursi tunggu. "Mas," ujarku membuat laki-laki yang pernah singgah di hatiku itu mendongak. "Alina?" Dia menyebut namaku. "Kamu kenapa? Siapa yang sakit?" "Amira
last updateLast Updated : 2022-07-07
Read more

Bab 46

"Enggak, Pah. Kebetulan, istrinya Mas Haikal sedang dirawat di rumah sakit ini juga.""Oh.""Dia habis kehilangan calon anak mereka, juga kehilangan rahim istrinya."Papa menoleh ke arahku dengan tatapan kaget. "Serius?" tanyanya kemudian. "Iya. Tadi subuh Alina tidak sengaja bertemu di depan ruangan istrinya. Dia terlihat sangat kacau dan kehilangan." "Itu balasan karena dia telah menyia-nyiakan cucuku. Heh, dekat sekali ternyata karma yang dia terima," ujar Papa menyeringai.Aku tidak lagi menjawab. Hanya diam seraya melihat Papa yang kembali fokus menatap wajah putriku yang masih terlelap. Orang tua mana yang rela jika anaknya disakiti. Begitu juga dengan Papa. Dia sangat marah dan benci pada Mas Haikal. Hingga tidak aku lihat rasa kasihan sedikit pun saat tahu mantan suamiku itu terkena musibah. "Papa tidak bisa lama, Al. Mungkin sampai pukul tujuh saja Papa di sini. Hari ini Papa ada acara.""Ya, tadi pun Mama sudah mengatakannya.""Sebelumnya Papa sudah meminta Rindu untuk m
last updateLast Updated : 2022-07-07
Read more

Bab 47

Melihat istrinya ditarik ke luar, Mas Haikal langsung menyusul mereka. Tidak lama kemudian, Adi kembali dengan seulas senyum manis. "Maaf, Dokter, insiden tadi mengganggu konsentrasi Dokter. Bagiamana keadaan Saffa?" ujar Adi seraya menghampiri Saffa. "Tidak apa-apa, Pak. Keadaan Saffa sudah lebih baik, demamnya pun sudah turun. Hanya saja, masih sedikit lemas karena dehidrasi."Adi menganggukkan kepala tanda mengerti. Dokter keluar dari ruangan Saffa, dan tinggallah kami bertiga di sini. Aku memberikan obat untuk Saffa, sedangkan Adi duduk di sofa. "Di, apa yang kamu lakukan pada Amira barusan?" tanyaku. "Tidak aku apa-apakan. Hanya membawa dia sedikit menjauh dari kamar ini.""Reaksi suaminya?" Aku kembali bertanya. "Sedikit emosi, tapi dia tidak berani berbuat apa-apa. Sudahlah, ngapain kamu nanya orang yang udah buat onar. Kalau udah kasih obat buat Saffa, mendingan kamu makan. Ini ada makanan, tapi belum tersentuh kayaknya."Aku melihat ke arah Adi yang membuka rantang beka
last updateLast Updated : 2022-07-07
Read more

Bab 48

"Mama ...."Saffa menggeliat seraya memanggil. Aku menyudahi panggilan itu dengan menyuruh Adi merekam keduanya. "Iya, Sayang." Aku beranjak dari sofa, lalu menghampiri putriku."Mau pipis.""Saffa kan tadi Mama pakaikan pempers, pipis di sini saja, ya?"Anakku menggeleng. Dia tidak mau, dan meminta ke kamar mandi. Aku pun mengangkat tubuh kecil itu, lalu membawanya ke kamar mandi. Sedikit repot, karena aku melakukannya sendiri. Setelah selesai, aku kembali membawa Saffa ke ranjangnya. Namun, Saffa enggan untuk berbaring. Dia mau duduk dan menonton kartun di televisi yang ada di kamar inap ini. "Mama, Om Adi mana?" tanyanya mencari keberadaan pria itu. "Lagi beli sabun buat Mama mandi," jawabku seraya menyisir rambutnya dengan jari. Aku mengikatnya longgar, agar Saffa tidak kegerahan. "Caffa juga mau mandi, Mah. Belenang di bak lagi.""Jangan dulu, ya. Nanti kalau sudah sembuh, sudah bisa pulang ke rumah, baru mandi.""Caffa mau pulang, Mah. Mau main cepeda lagi." Saffa tiba-ti
last updateLast Updated : 2022-07-07
Read more

Bab 49

Hatiku mulai tak tenang. Fokusku tidak lagi pada Saffa. Ada rasa takut jika Bang Aldi mengetahui perbuatan istrinya yang pasti akan menimbulkan pertengkaran di antara mereka. Namun, tidak aku pungkiri, jika ada keinginan agar Bang Aldi memergoki mereka. Agar dia tahu, istrinya itu tidak sebaik yang abangku pikirkan."Mama, Caffa mau bobok lagi." Sentuhan tangan Saffa di paha, menyadarkan aku dari lamunan kemungkinan yang akan terjadi hari ini. Aku membawa Saffa ke tempat tidurnya. Membaringkan tubuh kecil itu, lalu menepuk-nepuk bokongnya sebagai penghantar tidur. Tidak berapa lama kemudian, putriku sudah terlelap lagi. Dan kini pikiranku kembali pada Bang Aldi dan Kak Rindu. Entah apa yang ada dalam pikiran kakak iparku itu hingga dengan tega menyelingkuhi abangku. Padahal, Bang Aldi sangat setia dan sayang pada Kak Rindu. "Alina.""Eh." Aku terperanjat saat pundakku diusap dari belakang. Ternyata Bang Aldi yang datang. Ia tersenyum, lalu menyimpan kantong plastik di ujung ranj
last updateLast Updated : 2022-07-07
Read more

Bab 50

Dua malam Saffa dirawat di rumah sakit, hari ini putriku sudah dibolehkan pulang. Raut senang terpancar dari gadisku yang sedari tadi terus menebar senyum. Apalagi saat suster membuka jarum infus dari punggung tangannya, ia terus berceloteh ingin segera pulang dan bermain sepeda lagi. "Mau pulang, Saffa?" tanya Papa seraya menggendong putriku. Saffa mengangguk. Rambutnya yang dikuncir satu membuat pipinya terlihat lebih bulat. Meskipun sedikit mengempis karena sakit kemarin. "Sudah beres semuanya, Al?" tanya Mama padaku yang tengah mengemas barang bawaan. "Sudah, Mah. Yuk, pulang sekarang."Mama mengangguk. Kami pun keluar dari ruangan Saffa bersamaan. Papa yang menggendong putriku, berjalan terlebih dahulu. Sedangkan aku dan Mama mengikuti dari belakang. Sepanjang perjalanan, aku terus melihat ke ponsel. Menanti kabar dari seseorang yang aku suruh untuk menyelidiki Kak Rindu dan Damar. Tanpa sepengetahuan Bang Aldi tentunya. Kali ini aku bergerak sendiri, dengan caraku sendir
last updateLast Updated : 2022-07-07
Read more
PREV
1
...
34567
...
41
DMCA.com Protection Status