Semua Bab Istri hanya Status : Bab 51 - Bab 60

133 Bab

Bab 51. POV Silvia.

Hatiku memanas. Bukan karena cemburu melihat Arumi bergelayut manja pada pria itu, bukan. Hatiku sudah mati rasa untuk sekedar cemburu pada Satria. Aku marah karena Satria membentakku di depan umum. Sehingga banyak mata memandang ke arah kami. Malu. Itu yang aku rasakan saat ini. Merasa menjadi istri yang tidak dihargai oleh suaminya. Aku menutup mata sejenak berusaha meredam gemuruh di dalam dada. Tak peduli pada mereka berdua yang sedang menyimpan barang-barang di jok belakang. Bagasi sudah penuh dengan barang bawaan Arumi.Sebelum mampir ke sini, aku diminta ibu mertua menemani Satria menjemput mantan istrinya — ibunya Putri. Dari Pontianak. Kami menjemput di bandara Lampung."Silvia." Aku yang sedang mematung di samping mobil segera menoleh ke arah asal suara."Mas Abian." Aku menyapanya dengan suara lirih. Aku terpaku di tempat. Bukan karena apa-apa. Aku hanya merasa malu dengan pria yang pernah menjadi suamiku itu. Aku yakin dia mendengar bentakan Satria yang cukup keras tadi
Baca selengkapnya

Bab 52. POV Silvia 2.

"Tapi kamu jangan mengatakan apa pun sesampainya di rumah. Aku tidak mau semua orang yang rewang tahu masalah ini." Suara Satria lemah. Seolah pria itu sedang memohon padaku. Aku tidak menjawab ucapan Satria. Tidak perlu dijawab. "Mas, apa kamu akan mempertahankan wanita itu? Bukankah tugas dia sudah selesai. Bukankah kamu sering bilang meski dia istrimu tapi tidak lebih dari sekedar baby sitter untuk Putri?" Tatapan Arumi membidik wajah Satria, meski hanya dari samping. Aku sakit hati mendengar ucapan Arumi? Tidak sama sekali. Sudah kebas hati ini. Tanpa bicara pun sikap Satria sangat kentara. Menganggap aku hanya pengasuh anaknya. Selama enam bulan perkawinan, Satria tidak pernah menjalankan kewajibannya sebagai seorangsuami. Sikapnya tidak semanis ucapannya saat melamar aku di depan paman dan bibi. Sangat bertentangan. Putri lah yang membuatku kuat menjalani pernikahan ini. Dokter telah menjatuhkan vonis jatah umur gadis kecil itu. Sebagai ibu sambungnya aku tidak ingin membuatn
Baca selengkapnya

Bab 53. Ketakutan Silvia.

"Neng, sini. Kok malah bengong di situ?" Mamah memperhatikan aku yang sedang diam terpaku di depan pintu kamar Putri.Aku mengangguk pelan, saat tangan perempuan itu menepuk karpet di sisinya. Gegas, aku berjalan ke arah mereka. Aku mengambil tempat di depan kedua mertua yang sedang duduk di atas karpet."Mah, Pak, ada yang mau saya bicarakan." Aku menjeda ucapan sembari menatap kedua mertua secara bergantian.Bapak mengernyitkan dahinya. Mamah membalas tatapanku dengan penuh tanda tanya."Ada apa, Neng? Kelihatannya serius sekali." Lelaki berbaju koko putih itu mengamati mimik wajahku. Aku menarik napas dalam-dalam dan membuangnya pelan-pelan.Mereka memanggilku dengan sebutan Neng. Aku pun menyebut ibu mertua Mamah. Mertuaku orang Sunda. "Neng, ada masalah apa?" Kini perempuan setengah baya menatapku dengan lembut.Aku masih terdiam, menyusun kalimat yang tepat untuk disampaikan. Ibu mertua tahu aku sedang tidak baik-baik saja. Lekas, perempuan itu menggenggam tanganku dengan penu
Baca selengkapnya

Bab 54. Dijemput Abian.

Aku memberontak. Satria marah tangannya menarik paksa tubuhku yang lepas dari pelukannya. "Semakin kamu memberontak, aku semakin semangat mengagahi kamu. Aku tidak akan melepaskan kamu sebelum mendapatkan tubuhmu." Dia menatapku dengan buas. Aku semakin takut dengan sikapnya. Mau teriak tapi itu suamiku sendiri.Satria mulai melepas bajunya. Aku menutup mata. "Serahkan tubuhmu malam ini, maka aku akan melepaskanmu begitu saja besok pagi." Suaranya semakin dekat di telingaku. Aku merinding mendengarnya. Bukan karena menikmati, bukan. Tetapi, merasa ngeri kalau dia benar-benar melakukannya padaku. Aku tak Sudi.Namun, bagaimana caranya aku bisa lolos dari serangannya kalau pintu saja dia kunci. Otakku benar-benar membeku. ***** Tatapan Satria bagai mata elang yang siap memangsa lawannya.Tubuhku merosot. Aku hanya bisa menangis dalam takut.Aku menundukkan kepala saat tangan itu mulai membelai rambutku. Lelaki yang baru ditinggal anaknya itu telah jongkok, mensejajarkan diri dengan
Baca selengkapnya

Bab 55. POV Abian.

Terserah mereka mau menganggap aku menantu yang durhaka karena membuat perumpamaan pada ibu mertua. Aku hanya ingin mereka paham posisiku. Mamah terdiam, begitu pun dengan bapak mertua. Mungkin mereka mencerna ucapanku. Satria menatapku dengan tajam. Aku tak peduli. "Halah sok-sokan tidak rela dijamah Bang Satria!" Arumi membantu Satria duduk di ranjang. "Apa ruginya memberikan tubuhmu pada Bang Satria? Dia berhak untuk itu." Inilah yang membuat aku enggan memakai nama Arumi sebagai perumpamaan tadi. Dia pasti akan menjawab begitu. "Mah, Pak. Saya pamit malam ini." Aku segera pergi dari hadapan mereka setelah mengalami ibu dan bapak mertua. "Silvia. Mau ke mana kamu malam-malam begini?" tanya ibu mertua dengan dingin. Sikapnya langsung berubah seketika terhadapku. Mungkin beliau kecewa dengan perbuatanku. Terserah! "Minta dijemput saudara, Mah." Aku menoleh ke arahnya sekejap. Tak peduli lagi dengan tatapan mereka. Sudah lima belas menit aku berdiri di depan pagar rumah Satria.
Baca selengkapnya

Bab 56. Malam Kegaduhan.

"Hanya kamu orang yang tepat diminta tolong." "Kenapa kamu yakin begitu?" "Karena kamu mencintai Silvia." Dari mana Aiza tahu? Aku tidak pernah bercerita tentang perasaanku ke dia."Ah, sok tahu." Mulutku menolaknya, padahal hati ini mengakuinya."Kamu tidak bisa membohongi aku, Bian. Sorot matamu yang menjelaskan semuanya padaku." Aiza menjeda ucapannya. Ah, perempuan itu memang selalu tahu banyak tentang aku meski tanpa berbicara padanya. "Aku berhenti di sini." "Rumahnya yang mana? Bagaimana kalau aku salah masuk rumah orang?" tanya setelah menurunkan Aiza. "Sepuluh rumah dari sini. Temboknya berwarna hijau daun. Ada pagar besinya. Dan yang paling penting Silvia sudah menunggu di luar. Aku tidak bisa ikut ke sana. Aku ingin membantu Silvia tanpa harus dimusuhi keluarga Satria." Aku mengangguk sebelum melajukan mobilnya kembali. Meskipun banyak tanda tanya di dalam otakku mengenai keluarga Satria. "Tunggu aku di sini." Aku lihat Aiza mengangguk. Gegas, aku menekan pedal gas m
Baca selengkapnya

Bab 57. Silvia Pingsan.

"Silvia …" pekikku dan Aiza secara bersamaan. Reflek aku maju mendekat dan menangkap tubuh wanita yang aku cintai. Kebetulan aku berdiri tak jauh dari posisi Silvia saat tubuhnya mulai lemas dan hendak melorot ke tanah.Silvia pingsan setelah ditarik tangannya oleh suaminya."Jangan sentuh istriku!" Dengan kasar Satria merampas tubuh Silvia dari pelukanku.Aku pun urung mengangkat Silvia. Tadinya aku hendak membawa tubuh perempuan itu ke dalam rumah Aiza. Satria benar aku tidak boleh menyentuhnya. Biar bagaimanapun perempuan yang sedang tak sadarkan diri itu masih memiliki suami. Seandainya sudah tidak bersuami pun aku tidak boleh menyentuhnya sebelum halal bagiku. "Aiza. Aku akan membuat perhitungan dengan mu mulai saat ini," ancam Satria. Tatapan tajamnya mengarah pada temanku itu. Saat ini Satria membopong Silvia."Lebih baik dibawa ke dalam rumahku saja! Memangnya mau dibawa ke mana?" tegur Aiza dengan nada tinggi pada Satria. Temanku itu pasti sangat kesal menyaksikan kelakuan
Baca selengkapnya

Bab 58. Penyesalan Abian.

Lagi-lagi Silvia menderita dalam pernikahannya. Ini semua salahku. Seandainya dari awal aku memperlakukan Silvia sebagaimana mestinya. Menyayangi layaknya seorang suami. Mencintainya sepenuh hati. Aku yakin dia akan tetap menjadi milikku. Silvia tidak akan pernah mengalami hal seperti ini.Ya Allah. Hamba mohon berikan kesempatan kedua untuk bisa menjadi suami Silvia kembali. Aku terus berdoa di dalam hati. Mataku pun terus memandang nanar ke arah wanita yang masih memejamkan mata itu.Aku beranjak dari ruang tamu Aiza. Menjauh dari mereka. Aku hendak menelpon paman Gozali. Beliau harus tahu bahwa keponakannya tidak baik-baik saja.Namun, aku urung melakukan panggilan telepon ketika mataku melirik jam yang menempel pada pergelangan ini. Sudah menunjuk ke angka setengah sebelas malam. Ini sudah larut malam. Beliau pasti sudah tidur. Aku berdiri di depan pintu. Satria tak menyadari posisiku di sini. "Kamu mau melihat aku bercerai dengan Silvia begitu? Hah?" Satria menatap sengit Aiz
Baca selengkapnya

Bab 59. Sikap Bi Baidah.

"Bagaimana perkembangan Silvia, Nak?" tanya ibu sembari meletakkan sepiring pisang goreng di atas meja di depanku. Beliau segera mengambil tempat duduk di sampingku.Aku sudah menceritakan semua runtut Kejadian tadi malam. Mulai dari menelpon Aiza saat menanyakan yang jualan buah hingga peristiwa pingsannya Silvia. Dan berakhir dengan pengusiran yang aku alami. Aku bukan tidak ingin menunggui Silvia. Aku sebenarnya tidak mau meninggalkan wanita itu sendirian. Namun, aku tidak punya pilihan lain selain harus meninggalkan rumah Aiza. Aku benar-benar meninggalkan rumah Aiza pukul satu dini hari. Setelah kaca mobilku digedor-gedor oleh warga atas suruhan bapaknya Satria.Mereka mengusirku secara rame-rame. Bahkan ada yang mengancam akan memecahkan kaca mobil bila aku tidak segera pergi dari lingkungan mereka. Bukan aku takut akan ancaman mereka. Namun, aku tidak mau menjerumuskan diri begitu saja. Aku tidak tahu apa yang dikatakan bapaknya Satria, sehingga orang-orang itu datang dan me
Baca selengkapnya

Bab 60. Jawaban Bu Anis.

"Bu. Lebih baik kita berangkat sekarang saja," ucapku pelan di dekat telinga ibu. Aku yakin sikap lelaki itu pun tak akan jauh dari suaminya.Ibu menyenggol tanganku sambil menggelengkan kepalanya kuat. Tanda tak setuju dengan pikiranku."Terserah kalian. Kalau mau menunggu si situ. Saya sedang banyak pekerjaan." Wanita yang mengenakan gamis kembang-kembang itu tidak berniat memasukkan kami ke dalam rumahnya. Padahal dia sudah berhasil membuka kunci pintu. Buktinya dia main masuk rumah tanpa berbasa-basi terlebih dahulu. Kenapa dia jadi tidak memiliki adab begitu? Aku benar-benar heran dengan perubahan sikap bi Baidah. Kenapa jadi seperti orang asing begitu.Sudah satu jam berlalu dari kami berdiri di depan rumah bi Baidah. Menunggu paman Gozali. Aku pun sudah mulai gusar. Jangan-jangan benar apa yang dikatakan istrinya. Paman sedang banyak kerjaan. "Bu. Kita berangkat sekarang saja, ya?" Aku membujuk beliau."Sabar sebentar saja. Kita tidak boleh jalan sendiri. Harus ada pihak kel
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
14
DMCA.com Protection Status