Home / Romansa / Susahnya Jadi Mas Joko / Chapter 141 - Chapter 150

All Chapters of Susahnya Jadi Mas Joko: Chapter 141 - Chapter 150

231 Chapters

Bab 141: Godaan Dari Masa Lalu

Bab 141: Godaan Dari Masa Lalu Mungkin, ada benarnya juga kata-kata orang dulu, bahwa mereka yang berniat untuk melangkahkan kakinya ke jenjang pernikahan akan mendapat godaan, baik itu dari mantan kekasih yang minta berbaikan, maupun dari orang lain yang tiba-tiba menjadi ramah dan ingin berdekatan. Bentuk godaan yang lain lagi adalah bayangan dari masa lalu, khususnya tentang seseorang yang pernah mempunyai kaitan khusus dengan kita. Dalam hal ini, pertama, aku ingin menyebut nama Joyce Angelique, atau Ibu Joyce. Mengapa dia? Karena, pengemudi mobil yang ramah di perempatan tadi, yang sengaja memberi kesempatan untuk aku lewat lebih dulu, sempat kusangka itu adalah dia. Dengan hati yang berdebaran aku sampai menghentikan sepedaku, lalu menoleh ke belakang. Aku menghirup satu nafas yang dalam setelah yakin bahwa itu bukanlah Ibu Joyce. Sampai di kosku, sebelum memasuki kamar, aku membuka sepatu. Ini adalah sepatu voli yang selalu kupakai secara gener
Read more

Bab 142: Di Dalam Kelambu

Bab 142: Di Dalam Kelambu  Akhirnya, tibalah saat yang paling bersejarah di dalam hidupku. Aku duduk berdampingan dengan Resti Amelia, seorang gadis yang sesaat lagi akan menjadi istriku yang sah. Pada momen ini aku mengenakan setelan teluk belanga khas Melayu berwarna putih, juga memakai kopiah dengan warna yang senada. Sementara Resti di sampingku, mengenakan busana terusan dengan corak dan model yang sama dengan setelanku.           Resti yang sehari-hari tidak memakai hijab, maka untuk keperluan akad nikah dan resepsi kami sekarang ini ia mengenakannya. Hijabnya juga berwarna putih, dihiasi aneka ronce dari manik-manik dan melati. Dia dirias dengan begitu sempurna hingga wajahnya tampak bersinaran bak pualam di bawah rembulan, dengan sedikit rona merah di kanan kiri pipinya yang bersemu bak jambu muda.Resti tampak cantik lagi bestari, seumpama tuan p
Read more

Bab 143: Nah, Begitu

Bab 143: Nah, Begitu  Lalu, hal yang telah aku pertimbangkan berikutnya adalah, kuliahku dan Resti, kuliah kami berdua. Kami tetap akan melanjutkan kuliah kami seperti biasa. Tante Resmi juga.., maksudku, Mama juga yang mendorong kami berdua untuk menyelesaikan kuliah bersama.Sepertinya, ini unik, pikirku. Sepasang suami istri berkuliah di jurusan yang sama, di kelas yang sama, satu angkatan pula. Lalu aku dan Resti pun telah membayangkan kelak kami nanti akan diwisuda bersama. Mudah-mudahan bisa terlaksana. Pastinya, seru tentu saja.Kemudian, tentang pekerjaan. Resti akan beraktifitas seperti biasa, menjalankan bisnis laundry bersama ibunya. Iya,  Tante Resmi itu. Hemm, maksudku, Mama. Ah, aku masih belum terbiasa dengan “mama-mama-an” ini.Lalu aku akan tetap melakoni pekerjaanku di Sinergi Laras juga sseperti biasa, sembari memikirkan rencana untuk membuka usaha sendiri. Dalam hal
Read more

Bab 144: Baby Face

Bab 144: Baby Face  Karena sepertinya, aku merasa pernah bertemu atau paling tidak, pernah melihat pacar Mas Yadin ini. Di mana ya? Siapa dia ya? Tanyaku dalam hati. Di saat-saat aku sedang menduga dan mengingat-ingat ini, pacar Mas Yadin rupanya lebih dulu menyadari siapa diriku.“Lho? Mas ini, pemain voli di tim STMIK, kan?”“I.., iya, betul,” sahutku sedikit gugup.“Pemain nomor lima? Yang dulu kalau main voli rambutnya selalu dikuncir?”“Adik ini siapa ya?” susulku bertanya. “Kok perasaan saya, kita seperti pernah ketemu, di mana gitu.”Mas Yadin memandangi aku dan pacarnya berganti-gantian, dan demikian pula Resti istriku. Pacar Mas Yadin segera menjelaskan sesuatu yang membuat rasa penasaran kami semua segera terjawab.“Kalau pernah ketemu secara khusus sih, tidak. Tapi kalau pernah beberapa kali bertemu dan sal
Read more

Bab 145: Mimpi Yang Terputus

Bab 145: Mimpi Yang Terputus  Setelah lelaki berparas baby face itu turun dari panggung, dan tak lama sosoknya menghilang di ujung jalan sana.., Resti pingsan!Aku segera menyambar tubuh Resti sebelum jatuh dan terhempas. Syukurlah aku berhasil menangkapnya lalu membawanya turun dan meletakkan tubuhnya di pangkuanku. Seketika saja suasana menjadi heboh, riuh, dan gaduh. Ada pula yang menjerit-jerit histeris dan salah satunya adalah Mama.“Ada apa?”“Kenapa??”“Astagfirullahal adzim, Ya Allah, kenapa Mas Joko??”Entah siapa-siapa saja yang naik ke atas panggung, dan entah siapa-siapa saja yang melemparkan pertanyaan barusan. Aku merasa begitu panik sampai tidak menyadari Alex yang juga tiba-tiba sudah berada di sampingku.“Ada apa, Ko?? Resti kenapa??” tanya dia dengan paniknya.Dia, dan juga semua orang menanyakan s
Read more

Bab 146: Kasak-kusuk

Bab 146: Kasak-kusuk  Aku bangkit perlahan, dan segera menoleh ke arah pintu kamar pengantin yang telah terbuka. Melihat itu, tiba-tiba saja hatiku berdebar. Aku merasa takjub, gembira, namun juga sekaligus merasa penasaran.Terbukanya pintu kamar Resti itu tidak lebar, sedikit saja, dan menampakkan seberkas cahaya dari lampu kamar yang seakan merasa bebas karena bisa keluar dari dalam sana. Secara perlahan aku lalu bangkit dari sofa yang aku tiduri tadi, lalu berjalan menuju kamar Resti, kamar istriku itu. Namun, ketika sampai di dalam kamar, aku tidak menemukan apa-apa selain kekosongan. Resti tidak ada di dalam kamar.“Oh, mungkin dia ada di dalam kamar mandi,” pikirku.Maka kuteruskan langkahku kembali menuju ke kamar mandi yang letaknya ada di pojok. Yang kudapati berikutnya adalah, pintu kamar mandi tidak terkunci. Setelah kudorong pintu itu dan melongok ke dalamnya, ternyata tidak ada
Read more

Bab 147: Luntur

Bab 147: Luntur  Ketika adzan Subuh berkumandang, sampailah kami semua pada satu kesimpulan yang membuatku merasa berada di awang-awang. Resti hilang!           Apakah ia diculik? Jika benar diculik maka siapakah orang biadab itu yang tega menculik Resti? Apa dasarnya ia melakukan kejahatan itu? Apa motifnya? Dan bagaimana.., Duh, aku dan kami semua sekeluarga bahkan tidak berani menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Sekarang ini aku hanya bisa pasrah.Ya Allah, malapateka apa lagi ini yang Engkau berikan kepadaku? Tidakkah sekarang ini Engkau sedang bercanda? Tidakkah sekarang ini Engkau sedang melakukan sebuah “prank” untuk aku?           Aku terduduk lemas di sofa, menutupi wajahku dengan kedua tangan dan menumpukan siku di atas pahaku. Lalu dengan wajah yang tertutup telapak
Read more

Bab 148: Pengkhianatan

Bab 148: Pengkhianatan  “Susuk ini akan luntur atau musnah secara otomatis, tepat ketika kamu nanti mengucapkan ijab kabul waktu menikah.”           Darahku mendesir, lalu seketika mampat hingga membuat aku tercekat. Kata-kata Ki Ageng Gemblung itu terus saja mengiang-ngiang di telingaku. Semakin kusimak kata perkatanya semakin terasa ada yang menikam di ulu hatiku. Sakit, sakit sekali.           Ternyata, Resti tidak benar-benar mencintai aku! Ternyata semua perhatian dan rasa sayang yang ia berikan selama ini kepadaku adalah semu! Ia melakukan semua itu tidak dengan hati sanubarinya yang fitri. Karena sesungguhnya ia berada di bawah pengaruh susuk pemikat yang ada di diriku! Susuk yang bahkan telah kulupa pernah memilikinya! Susuk yang telah musnah sejak aku mengucapkan ijab kabul kemar
Read more

Bab 149: Yang Menyakitkan

Bab 149: Yang Menyakitkan  Benarkah pesan di ponselku ini berasal dari Resti?? Ah, bagaimana mungkin??Pada urutan terakhir pada daftar pesan yang belum kubaca, aku menemukan sebuah nomor asing yang tidak tersimpan di memori ponselku, dengan sedikit cuplikan isi pesan dari kata-katanya yang pertama. Cepat aku membuka pesan itu dan segera membaca keseluruhan isinya.“Mas Joko, maafkan aku. Maafkan jika kata-kataku ini menyakiti kamu.., dan percayalah, ini juga menyakiti aku. Pada akhirnya.., aku sadar bahwa kamu tidak pantas mendapatkan istri yang kotor macam aku ini. Sungguh, aku memohon padamu, maafkanlah diriku ini yang tidak sempurna untuk kamu.”“Kamu terlalu baik untuk aku, Mas Joko. Sangat, sangat.., kamu sangat baik. Aku yang sudah tidak suci ini merasa tidak layak untuk menjadi pendamping kamu. Sungguh, sekali lagi aku memohon maaf.., karena selama ini aku telah membohongi kamu
Read more

Bab 150: Hei, Tunggu!

Bab 150: Hei, Tunggu!  “Mana? Mana dia? Mana laki-laki bersepeda itu? Duh! Sudah beberapa hari ini aku menunggu dia. Ah, sayang sekali, aku tidak pernah lagi melihat laki-laki bersepeda yang biasanya sering berada di lampu merah ini. Padahal, aku merasa kangen dengan dia.”           “Oh, Ningsiiiih.., Ningsih! Kamu ini bagaimana sih?? Eh, iya,ya? Aku ini bagaimana sih, kok bisa-bisanya merasa kangen pada orang asing, yang bahkan aku tidak tahu siapa namanya. Dan lagi, aku bahkan tidak pernah melihat wajahnya!”           “Entahlah, Mas Joko., entahlah.., entah apa yang aku rasakan sekarang. Kamu tahu? Hari ini adalah untuk yang kesekian kalinya aku turun dari bus metro, dan terus mengambil duduk di pinggir trotoar. Aku berharap lelaki bersepeda itu muncul di perempatan lampu m
Read more
PREV
1
...
1314151617
...
24
DMCA.com Protection Status