Home / Romansa / Susahnya Jadi Mas Joko / Chapter 121 - Chapter 130

All Chapters of Susahnya Jadi Mas Joko: Chapter 121 - Chapter 130

231 Chapters

Bab 121: Kebohongan Yang Berantai

Bab 121: Kebohongan Yang Berantai  Obrolan khas anak muda antara aku dan Resti tentu saja menjadi sedikit terhalang. Apalagi kemudian, Tante Resmi menanyakan sesuatu yang membuatku segera terpaku.“Ngomong-ngomong, orang tua kamu di mana, Joko? Ayah, Ibu, masih ada?”Aku terkesiap. Mendadak sekujur tubuhku menegang di atas sofa yang aku duduki ini. Sementara telingaku sendiri terasa bergerak naik karena tidak menyangka akan mendapat pertanyaan itu dari Tante Resmi. Aku menyamarkan sikap gugupku dengan tetap menundukkan kepala dan sedikit mengulas senyum.           Seumpama peluru yang melintas di depan keningku, secepat itulah bayangan yang teramat pahit dari kehidupanku melintas di dalam benakku. Sampai kapan pun aku tidak akan melupakan kejadian tragis yang aku alami pasca mendapat fitnah dari Bu Suratih. Akibat fitnah itu ibuku sendi
last updateLast Updated : 2022-10-10
Read more

Bab 122: Antara Haram, Harum dan Harim

Bab 122: Antara Haram, Harum dan Harim  “Bagaimana malam Minggu kamu?” tanyaku pada Alex.“Seru, Boy! Seru sekali,” jawabnya sambil mengambil duduk, lalu menarik sebatang rokok dan menyulutnya.Alex belum memasukkan motornya ke dalam, masih membiarkannya terparkir di teras, supaya ruang tamu rumahnya yang sempit ini tidak bertambah sempit. Aku lalu bangkit dari posisi berbaringku di karpet dan mengecilkan volume televisi.           “Apanya yang seru?” tanyaku lagi penasaran.           “Ya, malam mingguannyalah, apa lagi?”           “Iya, maksudku, serunya itu bagaimana?”           “Aku.., aku..,&rd
last updateLast Updated : 2022-10-11
Read more

Bab 123: Bang Udin

Bab 123: Bang Udin  “Hahaha..! Mas Jokoo.., Mas Joko! Seandainya kamu ada  di sini dan melihat langsung kejadian di kafe dekat stadion ini, kamu pasti tertawa, Mas. Aku saja yang melihat itu lewat remang-remang lampu sampai tak sanggup menahan geli! Untung saja aku bisa menahan suara tawaku, dan Mas Tentara pun langsung membelesakkan kepalaku ke dalam lingkar dadanya, untuk antisipasi kalau ada suara tawa yang sampai keluar dari mulutku. Khawatir juga kami kalau ada yang malu atau tersinggung.”           “Jadi ceritanya, tadi tuh aku diajak oleh Mas Tentara untuk hang out. Kami jalan-jalan menikmati malam akhir pekan di kota Bandar Baru ini. Seperti biasa Mas Tentara menjemput aku dengan motor gedenya. Bosan wira-wiri sambil ngobrol di jalan raya, Mas Tentara lalu mengajak aku nongkrong di sebuah kafe yang letaknya di dekat stadion.”
last updateLast Updated : 2022-10-12
Read more

Bab 124: Foto di Atas Meja

Bab 124: Foto di Atas Meja  Minggu pagi, masih di rumah Alex. Aku dan sahabat karibku ini berbincang-bincang kembali, melanjutkan obrolan semalam yang terpotong akibat keburu disabotase oleh suara dengkurnya. Ia tertidur di sampingku, di depan televisi, dan aku masih menonton sepakbola liga Eropa sebelum kemudian para pemain bola di televisi itu pamit undur diri, meninggalkan aku yang juga tertidur di samping Alex.           Pagi ini, daun jendela sudah aku buka semua. Daun pintu juga, setengah saja, supaya udara pagi bisa masuk dan menyegarkan isi rumah Alex ini.           “Ngomong-ngomong, sudah berapa lama kamu merantau di Bandar Baru ini, Ko?” tanya Alex yang belum cuci muka tapi sudah menyulut rokok. Aku rasa, kebiasaan merokoknya itu semakin hari semakin deras saja.   
last updateLast Updated : 2022-10-13
Read more

Bab 125: Plan C

Bab 125: Plan C  Foto di atas meja Resti itu telah membuatku benar-benar tersanjung. Itu adalah foto diriku dalam kostum voli, yang meskipun hanya dominan menampakkan wajahku namun aku tahu foto itu diambil ketika aku menjalani laga pertama melawan tim Yonif di Walikota Cup beberapa waktu yang lalu.           Aku ingat sekali, karena timing shoot dari foto itu bersamaan dengan foto selfie yang kami lakukan berdua di Gelanggang Remaja, di mana salinan foto selfie itu juga ada di dalam ponselku.           Jujur aku katakan, hatiku berbunga-bunga mendapati fotoku ada di atas meja belajar Resti itu. Meskipun, di dalam waktu yang bersamaan masih ada Ningsih, yang bayangannya masih saja melambai-lambai di ufuk mataku dan seakan meminta untuk aku kejar.         &
last updateLast Updated : 2022-10-17
Read more

Bab 126: Aku atau Aku

Bab 126: Aku atau Aku “Gawat, Ko! Gawat!” “Gawat?? Apanya yang gawat??” “Kamu ditunggu Menuk,” jawab Gofur. “Ditunggu Menuk? Di mana?” “Di atas.” “Di atas? Maksud kamu di rooftop?” “Iya.” “Nah, terus, apanya yang gawat?” tanyaku lagi. “Masalahnya, Yana juga menunggu kamu di atas.” “Di rooftop juga?” “Iya.” “Nah, terus?” “Mereka berdua meminta aku, untuk menyuruh kamu menemui mereka berdua.” “Sekarang?” “Iya, sekarang.” Aku tercenung sebentar, membuang pandangan ke samping dan mencari dasar logis dari keberadaan Menuk dan Yana di rooftop dimana keduanya sedang menunggu aku sekarang. “Kira-kira, ada urusan apa ya, Fur?” tanyaku. “Apa lagi kalau bukan urusan status?” sahut Gofur. “Status?” Aku sampai menarik wajah. “Iya, status.” “Aku saja tidak punya akun media sosial b
last updateLast Updated : 2022-10-18
Read more

Bab 127: Simalakama

Bab 127: Simalakama  “Kamu pilih aku??” tunjuk Yana pada dirinya sendiri.“Atau aku??” sahut Menuk pula sambil menunjuk dirinya sendiri.           Aku yang menyaksikan itu.., deg! Langsung bengong seketika. Rasa-rasanya waktu sedang berhenti di sini, dan hanya di rooftop gedung Benua Trada ini saja. Semuanya diam tak ada yang bergerak, angin tak berembus awan tak berarak, bahkan semut yang tadi mau berjalan pun batalkan gerakannya beranjak.           Sementara di luar lingkaran rooftop gedung ini semua berjalan normal seperti biasa. Mobil-mobil dan aneka macam kendaraan yang di jalan raya nun di bawah sana berlalu lalang secara normal karena memang tidak ada apa-apa.           Aku masih bengong, menatap Yana
last updateLast Updated : 2022-10-21
Read more

Bab 128: Pacaran Yuk

Bab 128: Pacaran Yuk “Hahaha..!” Aku tertawa.Beberapa saat kemudian, aku diam.“Hahaha, hahaha..!” Aku tertawa lagi.Beberapa saat kemudian aku masih tertawa, sendiri saja, di puncak gedung Benua Trada ini. Aku tertawa bagai orang gila yang melihat lelucon di atas langit sana. Namun, aku tetap sadar bahwa tertawanya aku ini karena tidak ada lagi yang mampu aku ungkapkan denngan kata-kata.Betapa menggelikannya kehidupan di dunia ini, pikirku. Banyak orang yang mengharapkan sesuatu untuk dirinya sendiri, tetapi sesuatu itu tak kunjung datang menghampiri. Sementara di sisi yang lain, ada banyak sesuatu yang datang kepada seseorang, akan tetapi sesuatu yang datang itu justru tidak pernah diharapkan. Lucu, bukan? Tragis juga, iya.Ah, betapa mengenaskannya hidupku ini, gerutuku sekarang dalam hati.Jika benar suratan nasib seseorang dan juga jodoh adalah ketentuan Tuhan yang fatalis, atau tidak bisa diganggu-gutat, maka meranalah mereka semua serupa Romeo yang menenggak racun di hadapan
last updateLast Updated : 2022-10-22
Read more

Bab 129: Terserah  

Bab 129: Terserah             “Jadian? Maksud Mas?” tanya Resti.           “Iya, maksud aku, kita pacaran yuk?”           Resti terdiam. Ia membuang pandangannya ke samping. Entah apa yang menarik di arah kanan sana, tetapi dia tetap memandanginya. Entah juga itu hanya sekadar cara dia menutupi rasa kikuknya. Hatiku mulai berdebar tak keruan seiring tak kunjungnya aku mendapat jawaban.           “Resti?” tanyaku pelan.           Resti menarik pandangannya lagi dari kejauhan, dan mengalihkannya sekarang ke wajahku. Aku melihat pantulan lampu-lampu di bola matanya yang menghitam bening itu
last updateLast Updated : 2022-10-24
Read more

Bab 130: Salah Pilih Toples

Bab 130: Salah Pilih Toples Ki Ageng Gemblung sudah meninggal dunia. Aku mendengar kabar kematian guru spiritualku dulu itu dari Alex. Alex mendengarnya dari seseorang, dan seseorang itu mendengar dari seseorang lain lagi dan terus berantai berkali-kali, dari akar sampai ke pucuk, lalu sampailah kepadaku yang membaca pesan itu di layar ponsel dengan kepala tertunduk. Apakah aku merasa sedih? Iya, sedikit. Akan tetapi, masih lebih menyedihkan bagiku sekarang ini yang tidak juga mendapat kabar tentang ibu maupun Ayu Dyah adikku di kampung halaman sana. Rasanya ada yang mengganjal dan membuatku uring-uringan. Tidurku gelisah dan tidak tenang. Tambahan lagi, aku telah melakukan satu kebohongan besar kepada Resti dan Tante Resmi, dengan mengakui bahwa aku sudah tidak mempunyai orang tua dan juga saudara lagi di dunia ini. Dan Alex, yang telah kuajak bersekongkol tentang kebohongan itu, semakin mengentalkan drama yang aku bangun di hadapan Resti, Tante Resmi dan selur
last updateLast Updated : 2022-10-25
Read more
PREV
1
...
1112131415
...
24
DMCA.com Protection Status