Beranda / Romansa / Susahnya Jadi Mas Joko / Bab 130: Salah Pilih Toples

Share

Bab 130: Salah Pilih Toples

Penulis: Ayusqie
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Bab 130: Salah Pilih Toples

Ki Ageng Gemblung sudah meninggal dunia. Aku mendengar kabar kematian guru spiritualku dulu itu dari Alex. Alex mendengarnya dari seseorang, dan seseorang itu mendengar dari seseorang lain lagi dan terus berantai berkali-kali, dari akar sampai ke pucuk, lalu sampailah kepadaku yang membaca pesan itu di layar ponsel dengan kepala tertunduk.

Apakah aku merasa sedih? Iya, sedikit. Akan tetapi, masih lebih menyedihkan bagiku sekarang ini yang tidak juga mendapat kabar tentang ibu maupun Ayu Dyah adikku di kampung halaman sana. Rasanya ada yang mengganjal dan membuatku uring-uringan. Tidurku gelisah dan tidak tenang.

Tambahan lagi, aku telah melakukan satu kebohongan besar kepada Resti dan Tante Resmi, dengan mengakui bahwa aku sudah tidak mempunyai orang tua dan juga saudara lagi di dunia ini. Dan Alex, yang telah kuajak bersekongkol tentang kebohongan itu, semakin mengentalkan drama yang aku bangun di hadapan Resti, Tante Resmi dan selur
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Susahnya Jadi Mas Joko   Bab 131: Senyum, Salam dan Sapa

    Bab 131:Senyum, Salam dan Sapa Kemudian, aku menjalani hari-hariku seperti orang yang menyibak lembar demi lembar dari sebuah buku cerita, atau dongeng pengantar tidur yang dibacakan untuk anak-anak, atau juga novel romansa yang dibaca bersama oleh pasangan lansia di suatu senja.Sret, sret, srett..! Rasanya begitu cepat waktu berlalu, diam-diam saja dan tidak terasa. Pagi hari aku membuka mata untuk memulai aktifitasku, tahu-tahu aku sudah berada di malam hari dan bersiap untuk kembali memejamkan mataku.Aih, benarlah kata orang, bahwa waktu akan terasa lambat bagi mereka yang tidak disibukkan oleh pekerjaan. Sementara pada saat yang sama, waktu terasa sangat singkat bagi mereka-mereka yang mempunyai banyak hal untuk dikerjakan.&n

  • Susahnya Jadi Mas Joko   Bab 132: Umroh

    Bab 132:Umroh “Sekarang, aku tidak perlu lagi datang ke indomxret atau alfamxret kalau hanya ingin mendapat 3S, yaitu senyum, salam dan sapa dari Mbak-mbak kasir yang cantik-cantik itu.”“Hahaha..!” Alex tertawa.Obrolanku dengan Alex pun berlanjut. Malam ini, giliran aku lagi yang menginap di rumah kontrakannya. Alex cukup mengerti, dan ia tidak perlu merasa tersinggung karena aku mengunjunginya sekarang ini sekalian untuk menyelam minum air. Maksudku, sekalian aku mengunjungi Resti. Ehem, maksudku, mengapeli.Sedikit lucu sebenarnya, karena aku dan Resti selalu bertemu di setiap jam perkuliahan di hari Sabtu dan Minggu. Akan tetapi, hal semacam apel-apelan ini kurasa perlu untuk di

  • Susahnya Jadi Mas Joko   Bab 133: Pangeran Kodok

    Bab 133: Pangeran Kodok “Sudah berapa lamakah aku tidak bicara dengan kamu, Mas Joko? Satu bulan? Dua bulan? Atau tiga bulan?” “Orang yang mau mendengar ceritaku, atau mereka yang mau membaca kisahku ini pasti akan segera mengetahui bahwa sudah berbulan-bulan aku tidak berbicara dengan kamu. Mereka juga tetap memahami bahwa cerita-cerita yang aku tuturkan ini adalah monologku kepada diriku sendiri.” “Sebagian besar dari monolog-monologku ini aku tulis di dalam buku diary, sebagian yang lain aku posting di media sosialku, dan sebagian sisanya aku simpan sendiri di dalam hatiku.” “Aku memang tidak selalu melakukan monolog ini. Aku hanya melakukannya jika ada faktor pemicu, di mana itu selalu mengingatkan aku kembali pada dirimu, Mas Joko. Seperti misalnya, barusan ini, ibuku menelepon aku.” “Seperti biasa, obrolan panjang pun tercipta antara aku dan ibu tiriku itu. Mula-mula ia menanyakan kabarku. Aku menjawab, bahwa kabarku baik-baik saja, d

  • Susahnya Jadi Mas Joko   Bab 134: Dongeng Pengantar Tidur

    Bab 134: Dongeng Pengantar Tidur Keterangan yang aku dapat dari Gofur tentang Ibu Joyce kemarin membuat aku terus saja memikirkan mantan atasanku itu. Dia pergi umroh, melaksanakan ibadah dan juga sekaligus melakukan perjalanan spiritual, untuk menjangkau Tuhan di tempat yang paling spesial, di pusat lingkaran orang-orang yang bersujud di seluruh dunia ini.Ah, aku sampai merinding membayangkan itu!Memang, hubungan antara manusia dengan Sang Khalik adalah hak azasi setiap orang, dan tidak ada satu pun yang boleh mencampurinya. Apa pun motivasi seseorang dalam melakukan ibadah bukanlah wilayah manusia untuk menghakiminya. Namun sungguh, berita ini sangat mengejutkan bagiku, seorang laki-laki yang pernah berhubungan dengannya secara intim, seorang laki-laki dengan pengamalan agama yang

  • Susahnya Jadi Mas Joko   Bab 135: Virgin

    Bab 135:Virgin Aku adalah seorang laki-laki korban fitnah yang.., hemm, mengapa malam ini aku teringat pada Ningsih dan sekaligus pada Ibu Joyce?Pembahasanku dengan Resti tentang dongeng malam Minggu yang lalu membawa ingatanku pada sebuah mimpi yang pernah aku alami. Di dalam mimpi itu aku bertemu dengan Ningsih. Aku melihatnya sedang berbaring di ayunan pantai. Ia berleha-leha terayun hammock yang terikat di antara dua pohon, terbelai angin yang sepoi-sepoi, dan terlarung dalam sebuah imajinasi lewat sebuah buku yang sedang ia baca.Aku menghampiri Ningsih. Ia menyambutku dengan senyumnya, dan segera menjulurkan sebelah tangannya kepadaku. Buku yang sebelumnya ia baca ia letakkan di atas dadanya. Aku tersenyum, lalu melihat ke arah buku yang tertangkup di dadanya itu.Itu adalah sebuah novel romansa, dan aku ingin membaca judulnya. Nah, tepat ketika ingin membaca judul novel i

  • Susahnya Jadi Mas Joko   Bab 136: Cinta Yang Mengalir

    Bab 136:Cinta Yang MengalirSadel sepeda, adalah benda yang—mungkin saja—merenggut keperawanan Resti, dan itu terjadi ketika ia masih duduk di kelas satu SMP. Ia bercerita tentang pengalaman buruknya itu sambil sesekali menahan isak tangis.Ketika itu, ia sedang bersepeda bersama beberapa temannya. Terus asyik berkejaran hingga membuatnya tidak awas dengan rutenya sendiri. Singkat cerita, ia terjatuh bersama sepedanya ke dalam selokan.Ia kemudian dibawa ke rumah sakit oleh kedua orang tuanya, ketika menyadari ada darah yang keluar dari area kewanitaannya. Dokter yang memeriksa menerangkan bahwa selaput dara Resti robek ketika jatuh dengan sepedanya itu. Dokter itu juga menuturkan resumenya, bahwa mungkin benturan dengan sadel sepeda ketika jatuh itulah yang mengakibatkan demikian.Cerita pun selesai. Namun Resti masih saja terisak-isak.“Sadel sepeda sialan!”

  • Susahnya Jadi Mas Joko   Bab 137: Seorang Umat di Depan Pintu Surga

    Bab 137:Seorang Umat di Depan Pintu Surga Beberapa bulan kemudian..,Kadang kala, aku merasa sudah melewati begitu banyak hal di dalam kehidupanku. Pahit getir dari kota kelahiran dan juga asam garam di kota perantauan. Bukan maksudku untuk mengeluh kepada Tuhan, akan tetapi bolehkah aku merasa demikian?Lalu, bolehkah aku merasa letih? Bukan, bukan tubuhku yang letih, tetapi hatiku dan juga jiwaku inilah yang sesungguhnya letih. Benar, letih dalam menjalani “kutukan sebagai kodok” ini. Aku juga lelah dengan kesendirianku ini. Tak ada sanak tiada kadang, tak punya keluarga tak miliki saudara, tiada kerabat juga tanpa sepersukuan.Jika mengenang diriku yang telah diusir oleh ibuku sendiri, bahkan aku merasa benar-benar hidup sebatang kara di dunia

  • Susahnya Jadi Mas Joko   Bab 138: Melamar?

    Bab 138: Melamar? Sekali memantik, rokok pun menyala dan ia mengisap asapnya dalam-dalam. Hhussh..! Ia seperti sengaja mengembuskan asapnya ke arahku. Beberapa kali mengisap rokoknya, Alex tetap memandangi aku. Antara rela dan tidak rela, antara keberatan dan mengikhlaskan, tapi kuakui mimik wajah Alex seperti seorang ayah yang tak sudi menerima kenakalan anaknya. Aku mau jengkel sebenarnya, tapi segera kubatalkan. “Kamu sadar dengan keputusan kamu ini, Ko?” “Tentu saja, aku sadar.” “Sudah kamu pikirkan matang-matang?” “Sudah.” “Seberapa matang?” “Cukup, dan sangat matang.” “Selain aku, apakah ada orang lain yang sudah kamu beri tahu tentang rencana ini?” “Belum, Lex. Kamulah orang spesial bagi aku, dan kamulah orang pertama yang aku beri tahu tentang hal ini. Maka kamu jugalah orang pertama yang aku kehendaki pendapatnya tentang rencanaku ini.” Alex mengangguk-anggukkan kepa

Bab terbaru

  • Susahnya Jadi Mas Joko   Bab 231: Sang Penari

    Bab 231: Sang Penari Keesokan harinya.., Tepat pukul tujuh pagi, Pak Sutarman dan Pak Sadeli sudah sampai di rumahku. Mereka berdua memakai baju batik dan memakai peci seakan mau pergi kondangan. Untuk urusan menjenguk Ningsih ini, aku ditemani oleh Ayu Dyah dan Bang Uteh. Orang terakhir yang kusebut ini adalah abang sepupuku yang telah menikah dan bekerja sebagai nakhoda. Kebetulan ia sedang cuti, dan ia diminta Ibu untuk menemani aku. Perjalanan yang kami tempuh ini tergolong jauh juga. Lebih kurang dua jam, dan itu melintasi aneka macam kelas jalan. Dimulai dengan jalan beraspal mulus di sekitaran kota Selat Panjang, lalu diteruskan dengan jalan kecil berlubang-lubang sebagai penghubung antar desa dan kecamatan. Di sepanjang perjalanan ini aku hanya berdiam diri saja. Malah Ayu Dyah dan Bang Uteh yang banyak berbincang, dan itu sama sekali tidak membahas tentang Ningsih. Mungkin karena jenuh dengan perjalanan bermobil ini, aku kemudian mulai mengingat-ingat bagaimana dulu a

  • Susahnya Jadi Mas Joko   Bab 230: Tamu Tak Diundang

    Bab 230:Tamu Tak Diundang Dua orang yang mengendarai mobil itu turun, lalu berjalan menyusuri halaman menuju ke rumah ibuku ini.“Assalamu alaikum,” ucap salah seorang dari keduanya.Mendengar suara salam itu, aku pun bangkit dari posisi berbaringku di kursi.“Waalaikum salam.”Siapakah mereka? Tanyaku dalam hati, sambil membuka pintu depan. Lepas itu aku teruskan lagi berjalan turun ke teras.Sementara di luar situ, persis di bibir teras, dua orang lelaki itu menatapku dengan wajah yang harap-harap cemas. Aku mencermati orang pertama yang kuduga mengucapkan salam tadi. Aku tidak mengenalnya. Aku lantas memperhatikan orang kedua yang lantas menunduk.“Astaghrifullahal Adzim!” Sebutku dalam hati.Ternyata dia adalah.., Pak Sadeli!Bagaimana dia bisa di sini?? Bukankah kata Alex dia sedang mendekam di dalam penjara?? Karena terkait k

  • Susahnya Jadi Mas Joko   Bab 229: Anak Menantu di Dalam Foto

    Bab 229:Anak Menantu di Dalam Foto Sewaktu berbicara dan menceritakan sesuatu, tentu saja aku barengi dengan sesekali mengangkat tangan, untuk memberi penekanan pada suatu kata ataupun maksud. Hal ini memang wajar dan sangat natural di suatu perbincangan.Rupanya, tanganku yang sesekali bergerak ini, menarik perhatian Ayu Dyah. Hingga selanjutnya ketika aku berhenti..,“Jam tangan kamu keren, Mas,” kata Ayu Dyah sambil memperhatikan arloji yang melingkar di pergelangan tangan kiriku.Sebentar aku melirik pada arlojiku, tersenyum simpul dan lalu kembali menatap Ayu Dyah. Belum sempat aku menyahut, ia sudah lebih dulu bertanya.“Kalau aku perhatikan, sepertinya jam mahal ya?”Aku tersenyum lagi saja. Kuraih gelas tehku dan meminum isinya sedikit.“Tapi jujur ya, Mas. Menurut aku kamu tidak cocok pakai jam tangan itu.”“Tidak coc

  • Susahnya Jadi Mas Joko   Bab 228: Nama Asli Sahabat

    Bab 228:Nama Asli SahabatMaka, bertangis-tangisanlah aku dan ibuku di ruang depan ini. Ayu Dyah menyusul bersimpuh di antara kami, lalu memelukku lagi dan Ibu dalam satu tangkupan tangan..“Kenapa kamu tidak pernah pulang, Jokooo..?” Ibu menangis tersenggak-sengguk.“Kamu tahu, Joko?” Tanya Ibu lagi dengan suara yang serak dan bercampur rasa geram. Ia bahkan, dengan segenap kasih sayangnya sampai menjewer telingaku yang kanan.“Setiap hari Ibu mikirin kamuuu..!”“Maafkan aku, Bu..,” kataku sambil menyurukkan kepala semakin dalam ke pangkuan Ibu. Seakan-akan aku sedang kesakitan akibat jeweran Ibu di telingaku yang kanan ini.“Kamu tinggal di manaa..!” Ibu menjewer telingaku yang kiri.“Maafkan aku, Bu..,” mohonku dengan tangisan tersedu-sedan.

  • Susahnya Jadi Mas Joko   Bab 227: Ampuni Aku, Ibu

    Bab 227: Ampuni Aku, Ibu Beberapa hari kemudian..,Setelah mantap hatiku ini bahwa tidak ada lagi hal-hal yang perlu kurisaukan, akhirnya aku memutuskan untuk pulang ke Selat Panjang, menjenguk Ibu dan Ayu Dyah adikku.Papa menyuruhku untuk memakai salah satu mobil yang ada di rumah. Semuanya ada empat dan aku bebas menggunakan salah satunya. Tetapi, aku menolak. Alasanku mungkin sangat masuk akal, dan itu segera diterima oleh Papa. Aku belum terlalu lama mahir mengemudikan mobil. Aku khawatir mengendarai mobil seorang diri, jarak jauh pula, bisa membuatku terlena atau terkantuk. Toh, jika hanya ingin memasang gengsi saja, aku bisa membeli mobil untuk diriku sendiri.Asset hibah dari wasiat Angel masih ada tersisa beberapa rupiah, yang jika aku mau, bisa kubelanjakan itu untuk membeli sebuah mobil yang gress. Ditambah lagi, hasil penjualan usahaku kepada ayah Charles tempo hari yang bahkan tak tersentuh sama sekali.Oh ya, ada tambahan lagi. Tanpa kuminta ternyata Papa memberiku ua

  • Susahnya Jadi Mas Joko   Bab 226: Burung Bangau

    Bab 226:Burung Bangau “Mas Joko.., tidak terasa hari telah berganti, waktu pun berlalu. Angin laut bulan Desember sudah menghabiskan rinai hujannya sejak beberapa hari yang lalu. Sekarang angin dari tenggara pula yang mengembusi pucuk-pucuk ketapang dan cemara tempatku berteduh ini.”“Aku tidak pernah pergi ke mana-mana lagi, Mas Joko, sejak tinggal bersama nenekku yang telah renta ini. Aku selalu menemani nenekku menghitung hari, dan nenekku pun menemani aku untuk menghitung hari. Hihihi..!”“Nenekku mungkin menghitung, kapan kira-kira saatnya akan tiba, ketika nanti dia akan kehilangan penglihatannya, pendengarannya, dan ingatannya, lalu menjadi pikun, lantas mengompol di celana. Sementara aku menghitung..,”“Apa? Apa yang aku hitung? Bersama hari-hari kosong yang aku lalui ini, se

  • Susahnya Jadi Mas Joko   Bab 225: Kabar dari Tetangga

    Bab 225:Kabar dari Tetangga “Ya sudah, tidak apa-apa,” sahutku sedikit kecewa. “Cuma, ketika di kampung kemarin aku mendengar berita yang.., wow, mengejutkan!”“Berita yang mengejutkan?”“Wow! Jangan lupa pakai ‘wow’! Karena memang ini sangat-sangat mengejutkan.”“Mengejutkan bagaimana, Lex?” Tanyaku yang sontak penasaran.“Wow-nya mana?” “Wow, mengejutkan! Mengejutkan bagaimana, Lex?” Ulangku sambil menahan jengkel plus geli plus penasaran.“Nah, begitu, ada wow-nya. Ini berita tentang orang yang memfitnah kamu dulu, Bu Suratih.” “Wow, Bu Suratih?”“Sudah cukup wow-nya, Ko. Jangan keterusan.”“Oke, oke, memang sem

  • Susahnya Jadi Mas Joko   Bab 224: Perbincangan di Jalan Tol

    Bab 224:Perbincangan di Jalan Tol Persisnya sejak peletakkan batu pertama masjid Al-Mahabbah itu, aku sudah tinggal bersama Papa dan Mama. Sejak itu pula Kak Madeline sudah kembali ke Amerika, dan Bastian kembali ke Jakarta.Aku melepaskan semua hal yang terkait dengan usahaku di toko, dan menjualnya kepada ayah Charles. Sampai sekarang toko itu masih tetap berjalan seperti biasa. Charles, sahabatku sang juru umpan itu yang memegang kendali. Ia tetap mempekerjakan Deden dan Pepen, dan tetap menggunakan nama Yudha Ponsel.“Nama Yudha ini sudah dikenal orang, Mas,” kata Charles padaku lewat telepon ketika kami ngobrol.“Aku tidak mau menggantinya dengan nama yang lain.”“Lagipula, ini sebagai bentuk penghargaan untuk kamu, Mas.”Ah, aku jadi tersentuh.

  • Susahnya Jadi Mas Joko   Bab 223: Tiket ke Surga

    Bab 223: Tiket ke Surga “Dia mencari saya?” “Bukan dia, tapi mereka,” sahut Deden. Mereka? Pikirku. Berarti lebih dari satu orang? Aku lalu melepaskan pandanganku dari foto Angel, juga melepaskan punggungku yang tadi bersandar di rak. “Siapa, Den?” Tanyaku pada Deden, sambil melangkah menuju gerai depan. Deden tak perlu menjawab, karena dengan segera aku pun melihat orang yang datang mengunjungi aku. Jujur, aku merasa surprised, sekaligus gembira luar biasa karena yang datang adalah Papa. Ia tidak sendiri. Bersama Papa juga ada Mama, Bastian, dan Kak Madeline. Ada angin apa mereka sekeluarga mengunjungi aku? Aku lantas menyalami mereka satu persatu. Nah, selanjutnya, bingunglah aku, akan mempersilahkan mereka duduk di mana mengingat aku tak punya ruang tamu. “Kita ke atas saja yuk, Pa,” kataku akhirnya mengajak mereka semua ke lantai atas. “Dari pada di sini atau di ruang tengah, mau selonjor saja susah,” kataku lagi sambil menunjuk barang-barang berserakan di ruang tengah.

DMCA.com Protection Status