Bab 134: Dongeng Pengantar Tidur Keterangan yang aku dapat dari Gofur tentang Ibu Joyce kemarin membuat aku terus saja memikirkan mantan atasanku itu. Dia pergi umroh, melaksanakan ibadah dan juga sekaligus melakukan perjalanan spiritual, untuk menjangkau Tuhan di tempat yang paling spesial, di pusat lingkaran orang-orang yang bersujud di seluruh dunia ini.Ah, aku sampai merinding membayangkan itu!Memang, hubungan antara manusia dengan Sang Khalik adalah hak azasi setiap orang, dan tidak ada satu pun yang boleh mencampurinya. Apa pun motivasi seseorang dalam melakukan ibadah bukanlah wilayah manusia untuk menghakiminya. Namun sungguh, berita ini sangat mengejutkan bagiku, seorang laki-laki yang pernah berhubungan dengannya secara intim, seorang laki-laki dengan pengamalan agama yang
Bab 135:Virgin Aku adalah seorang laki-laki korban fitnah yang.., hemm, mengapa malam ini aku teringat pada Ningsih dan sekaligus pada Ibu Joyce?Pembahasanku dengan Resti tentang dongeng malam Minggu yang lalu membawa ingatanku pada sebuah mimpi yang pernah aku alami. Di dalam mimpi itu aku bertemu dengan Ningsih. Aku melihatnya sedang berbaring di ayunan pantai. Ia berleha-leha terayun hammock yang terikat di antara dua pohon, terbelai angin yang sepoi-sepoi, dan terlarung dalam sebuah imajinasi lewat sebuah buku yang sedang ia baca.Aku menghampiri Ningsih. Ia menyambutku dengan senyumnya, dan segera menjulurkan sebelah tangannya kepadaku. Buku yang sebelumnya ia baca ia letakkan di atas dadanya. Aku tersenyum, lalu melihat ke arah buku yang tertangkup di dadanya itu.Itu adalah sebuah novel romansa, dan aku ingin membaca judulnya. Nah, tepat ketika ingin membaca judul novel i
Bab 136:Cinta Yang MengalirSadel sepeda, adalah benda yang—mungkin saja—merenggut keperawanan Resti, dan itu terjadi ketika ia masih duduk di kelas satu SMP. Ia bercerita tentang pengalaman buruknya itu sambil sesekali menahan isak tangis.Ketika itu, ia sedang bersepeda bersama beberapa temannya. Terus asyik berkejaran hingga membuatnya tidak awas dengan rutenya sendiri. Singkat cerita, ia terjatuh bersama sepedanya ke dalam selokan.Ia kemudian dibawa ke rumah sakit oleh kedua orang tuanya, ketika menyadari ada darah yang keluar dari area kewanitaannya. Dokter yang memeriksa menerangkan bahwa selaput dara Resti robek ketika jatuh dengan sepedanya itu. Dokter itu juga menuturkan resumenya, bahwa mungkin benturan dengan sadel sepeda ketika jatuh itulah yang mengakibatkan demikian.Cerita pun selesai. Namun Resti masih saja terisak-isak.“Sadel sepeda sialan!”
Bab 137:Seorang Umat di Depan Pintu Surga Beberapa bulan kemudian..,Kadang kala, aku merasa sudah melewati begitu banyak hal di dalam kehidupanku. Pahit getir dari kota kelahiran dan juga asam garam di kota perantauan. Bukan maksudku untuk mengeluh kepada Tuhan, akan tetapi bolehkah aku merasa demikian?Lalu, bolehkah aku merasa letih? Bukan, bukan tubuhku yang letih, tetapi hatiku dan juga jiwaku inilah yang sesungguhnya letih. Benar, letih dalam menjalani “kutukan sebagai kodok” ini. Aku juga lelah dengan kesendirianku ini. Tak ada sanak tiada kadang, tak punya keluarga tak miliki saudara, tiada kerabat juga tanpa sepersukuan.Jika mengenang diriku yang telah diusir oleh ibuku sendiri, bahkan aku merasa benar-benar hidup sebatang kara di dunia
Bab 138: Melamar? Sekali memantik, rokok pun menyala dan ia mengisap asapnya dalam-dalam. Hhussh..! Ia seperti sengaja mengembuskan asapnya ke arahku. Beberapa kali mengisap rokoknya, Alex tetap memandangi aku. Antara rela dan tidak rela, antara keberatan dan mengikhlaskan, tapi kuakui mimik wajah Alex seperti seorang ayah yang tak sudi menerima kenakalan anaknya. Aku mau jengkel sebenarnya, tapi segera kubatalkan. “Kamu sadar dengan keputusan kamu ini, Ko?” “Tentu saja, aku sadar.” “Sudah kamu pikirkan matang-matang?” “Sudah.” “Seberapa matang?” “Cukup, dan sangat matang.” “Selain aku, apakah ada orang lain yang sudah kamu beri tahu tentang rencana ini?” “Belum, Lex. Kamulah orang spesial bagi aku, dan kamulah orang pertama yang aku beri tahu tentang hal ini. Maka kamu jugalah orang pertama yang aku kehendaki pendapatnya tentang rencanaku ini.” Alex mengangguk-anggukkan kepa
Bab 139:Hadiah Dari Sang Mayor Gayung pun bersambut. Rencana baik yang dibicarakan baik dengan orang-orang baik maka akan memberikan hasil yang juga baik. Ah, senangnya hatiku, karena mendapatkan solusi dari permasalahan yang sedang kuhadapi ini.Ajaibnya lagi, seperti sudah ditakdirkan bahwa kebaikan akan berantai dan melahirkan kebaikan yang lain pula. Hal itu terjadi ketika aku dan Charles bermain voli di markas Yonif, sekaligus untuk mengantarkan beberapa ponsel milik personil Yonif yang telah kami perbaiki sebelumnya.“Apa?” tanya Sertu Yadin yang terkejut seusai kami bermain voli. Sertu—Sersan Satu—Yadin yang biasa aku panggil Mas ini sampai memutar posisi duduknya kepadaku.&l
Bab 140:Mahkota “Mas Joko.., sore ini aku melihat lagi laki-laki bersepeda yang dulu sering kulihat di lampu merah. Dia sedang duduk di sana, di trotoar, di samping sepedanya yang berdiri persis di tepi jalan.”“Dari dalam bus metro yang aku naiki, aku bisa melihat dengan jelas sosoknya yang memakai jaket hitam, celana jins warna biru, bersepatu, dan memakai tas punggung. Dia juga memakai helm sepeda, kaca mata sport, sarung tangan tanpa jari, juga kain buff yang ia turunkan sedikit di bawah hidungnya.”“Dia duduk dengan santai. Sepertinya dia sedang melamun. Sayang sekali posisi duduknya dia di sana dan posisi bus metro yang berhenti di lampu merah ini tidak benar-benar sejajar, sehingga aku tidak bisa melihat dengan jelas wajahnya itu.” 
Bab 141: Godaan Dari Masa Lalu Mungkin, ada benarnya juga kata-kata orang dulu, bahwa mereka yang berniat untuk melangkahkan kakinya ke jenjang pernikahan akan mendapat godaan, baik itu dari mantan kekasih yang minta berbaikan, maupun dari orang lain yang tiba-tiba menjadi ramah dan ingin berdekatan. Bentuk godaan yang lain lagi adalah bayangan dari masa lalu, khususnya tentang seseorang yang pernah mempunyai kaitan khusus dengan kita. Dalam hal ini, pertama, aku ingin menyebut nama Joyce Angelique, atau Ibu Joyce. Mengapa dia? Karena, pengemudi mobil yang ramah di perempatan tadi, yang sengaja memberi kesempatan untuk aku lewat lebih dulu, sempat kusangka itu adalah dia. Dengan hati yang berdebaran aku sampai menghentikan sepedaku, lalu menoleh ke belakang. Aku menghirup satu nafas yang dalam setelah yakin bahwa itu bukanlah Ibu Joyce. Sampai di kosku, sebelum memasuki kamar, aku membuka sepatu. Ini adalah sepatu voli yang selalu kupakai secara gener