Bab 127: Simalakama
“Kamu pilih aku??” tunjuk Yana pada dirinya sendiri.
“Atau aku??” sahut Menuk pula sambil menunjuk dirinya sendiri.
Aku yang menyaksikan itu.., deg! Langsung bengong seketika. Rasa-rasanya waktu sedang berhenti di sini, dan hanya di rooftop gedung Benua Trada ini saja. Semuanya diam tak ada yang bergerak, angin tak berembus awan tak berarak, bahkan semut yang tadi mau berjalan pun batalkan gerakannya beranjak.
Sementara di luar lingkaran rooftop gedung ini semua berjalan normal seperti biasa. Mobil-mobil dan aneka macam kendaraan yang di jalan raya nun di bawah sana berlalu lalang secara normal karena memang tidak ada apa-apa.
Aku masih bengong, menatap Yana
Bab 128: Pacaran Yuk “Hahaha..!” Aku tertawa.Beberapa saat kemudian, aku diam.“Hahaha, hahaha..!” Aku tertawa lagi.Beberapa saat kemudian aku masih tertawa, sendiri saja, di puncak gedung Benua Trada ini. Aku tertawa bagai orang gila yang melihat lelucon di atas langit sana. Namun, aku tetap sadar bahwa tertawanya aku ini karena tidak ada lagi yang mampu aku ungkapkan denngan kata-kata.Betapa menggelikannya kehidupan di dunia ini, pikirku. Banyak orang yang mengharapkan sesuatu untuk dirinya sendiri, tetapi sesuatu itu tak kunjung datang menghampiri. Sementara di sisi yang lain, ada banyak sesuatu yang datang kepada seseorang, akan tetapi sesuatu yang datang itu justru tidak pernah diharapkan. Lucu, bukan? Tragis juga, iya.Ah, betapa mengenaskannya hidupku ini, gerutuku sekarang dalam hati.Jika benar suratan nasib seseorang dan juga jodoh adalah ketentuan Tuhan yang fatalis, atau tidak bisa diganggu-gutat, maka meranalah mereka semua serupa Romeo yang menenggak racun di hadapan
Bab 129:Terserah “Jadian? Maksud Mas?” tanya Resti.“Iya, maksud aku, kita pacaran yuk?”Resti terdiam. Ia membuang pandangannya ke samping. Entah apa yang menarik di arah kanan sana, tetapi dia tetap memandanginya. Entah juga itu hanya sekadar cara dia menutupi rasa kikuknya. Hatiku mulai berdebar tak keruan seiring tak kunjungnya aku mendapat jawaban.“Resti?” tanyaku pelan.Resti menarik pandangannya lagi dari kejauhan, dan mengalihkannya sekarang ke wajahku. Aku melihat pantulan lampu-lampu di bola matanya yang menghitam bening itu
Bab 130: Salah Pilih Toples Ki Ageng Gemblung sudah meninggal dunia. Aku mendengar kabar kematian guru spiritualku dulu itu dari Alex. Alex mendengarnya dari seseorang, dan seseorang itu mendengar dari seseorang lain lagi dan terus berantai berkali-kali, dari akar sampai ke pucuk, lalu sampailah kepadaku yang membaca pesan itu di layar ponsel dengan kepala tertunduk. Apakah aku merasa sedih? Iya, sedikit. Akan tetapi, masih lebih menyedihkan bagiku sekarang ini yang tidak juga mendapat kabar tentang ibu maupun Ayu Dyah adikku di kampung halaman sana. Rasanya ada yang mengganjal dan membuatku uring-uringan. Tidurku gelisah dan tidak tenang. Tambahan lagi, aku telah melakukan satu kebohongan besar kepada Resti dan Tante Resmi, dengan mengakui bahwa aku sudah tidak mempunyai orang tua dan juga saudara lagi di dunia ini. Dan Alex, yang telah kuajak bersekongkol tentang kebohongan itu, semakin mengentalkan drama yang aku bangun di hadapan Resti, Tante Resmi dan selur
Bab 131:Senyum, Salam dan Sapa Kemudian, aku menjalani hari-hariku seperti orang yang menyibak lembar demi lembar dari sebuah buku cerita, atau dongeng pengantar tidur yang dibacakan untuk anak-anak, atau juga novel romansa yang dibaca bersama oleh pasangan lansia di suatu senja.Sret, sret, srett..! Rasanya begitu cepat waktu berlalu, diam-diam saja dan tidak terasa. Pagi hari aku membuka mata untuk memulai aktifitasku, tahu-tahu aku sudah berada di malam hari dan bersiap untuk kembali memejamkan mataku.Aih, benarlah kata orang, bahwa waktu akan terasa lambat bagi mereka yang tidak disibukkan oleh pekerjaan. Sementara pada saat yang sama, waktu terasa sangat singkat bagi mereka-mereka yang mempunyai banyak hal untuk dikerjakan.&n
Bab 132:Umroh “Sekarang, aku tidak perlu lagi datang ke indomxret atau alfamxret kalau hanya ingin mendapat 3S, yaitu senyum, salam dan sapa dari Mbak-mbak kasir yang cantik-cantik itu.”“Hahaha..!” Alex tertawa.Obrolanku dengan Alex pun berlanjut. Malam ini, giliran aku lagi yang menginap di rumah kontrakannya. Alex cukup mengerti, dan ia tidak perlu merasa tersinggung karena aku mengunjunginya sekarang ini sekalian untuk menyelam minum air. Maksudku, sekalian aku mengunjungi Resti. Ehem, maksudku, mengapeli.Sedikit lucu sebenarnya, karena aku dan Resti selalu bertemu di setiap jam perkuliahan di hari Sabtu dan Minggu. Akan tetapi, hal semacam apel-apelan ini kurasa perlu untuk di
Bab 133: Pangeran Kodok “Sudah berapa lamakah aku tidak bicara dengan kamu, Mas Joko? Satu bulan? Dua bulan? Atau tiga bulan?” “Orang yang mau mendengar ceritaku, atau mereka yang mau membaca kisahku ini pasti akan segera mengetahui bahwa sudah berbulan-bulan aku tidak berbicara dengan kamu. Mereka juga tetap memahami bahwa cerita-cerita yang aku tuturkan ini adalah monologku kepada diriku sendiri.” “Sebagian besar dari monolog-monologku ini aku tulis di dalam buku diary, sebagian yang lain aku posting di media sosialku, dan sebagian sisanya aku simpan sendiri di dalam hatiku.” “Aku memang tidak selalu melakukan monolog ini. Aku hanya melakukannya jika ada faktor pemicu, di mana itu selalu mengingatkan aku kembali pada dirimu, Mas Joko. Seperti misalnya, barusan ini, ibuku menelepon aku.” “Seperti biasa, obrolan panjang pun tercipta antara aku dan ibu tiriku itu. Mula-mula ia menanyakan kabarku. Aku menjawab, bahwa kabarku baik-baik saja, d
Bab 134: Dongeng Pengantar Tidur Keterangan yang aku dapat dari Gofur tentang Ibu Joyce kemarin membuat aku terus saja memikirkan mantan atasanku itu. Dia pergi umroh, melaksanakan ibadah dan juga sekaligus melakukan perjalanan spiritual, untuk menjangkau Tuhan di tempat yang paling spesial, di pusat lingkaran orang-orang yang bersujud di seluruh dunia ini.Ah, aku sampai merinding membayangkan itu!Memang, hubungan antara manusia dengan Sang Khalik adalah hak azasi setiap orang, dan tidak ada satu pun yang boleh mencampurinya. Apa pun motivasi seseorang dalam melakukan ibadah bukanlah wilayah manusia untuk menghakiminya. Namun sungguh, berita ini sangat mengejutkan bagiku, seorang laki-laki yang pernah berhubungan dengannya secara intim, seorang laki-laki dengan pengamalan agama yang
Bab 135:Virgin Aku adalah seorang laki-laki korban fitnah yang.., hemm, mengapa malam ini aku teringat pada Ningsih dan sekaligus pada Ibu Joyce?Pembahasanku dengan Resti tentang dongeng malam Minggu yang lalu membawa ingatanku pada sebuah mimpi yang pernah aku alami. Di dalam mimpi itu aku bertemu dengan Ningsih. Aku melihatnya sedang berbaring di ayunan pantai. Ia berleha-leha terayun hammock yang terikat di antara dua pohon, terbelai angin yang sepoi-sepoi, dan terlarung dalam sebuah imajinasi lewat sebuah buku yang sedang ia baca.Aku menghampiri Ningsih. Ia menyambutku dengan senyumnya, dan segera menjulurkan sebelah tangannya kepadaku. Buku yang sebelumnya ia baca ia letakkan di atas dadanya. Aku tersenyum, lalu melihat ke arah buku yang tertangkup di dadanya itu.Itu adalah sebuah novel romansa, dan aku ingin membaca judulnya. Nah, tepat ketika ingin membaca judul novel i