Home / Romansa / Susahnya Jadi Mas Joko / Chapter 111 - Chapter 120

All Chapters of Susahnya Jadi Mas Joko: Chapter 111 - Chapter 120

231 Chapters

Bab 111: Sebuah Tatapan

Bab 111: Sebuah Tatapan  “Kamu izin sakitnya cuma satu hari, kan..??! Iya, kan??! Tapi kamu tidak masuk kerja sampai empat hari??! Seenak udel saja kamu kerja di sini!”           Satu detik, benar, tidak lebih. Hanya dalam waktu satu detik saja suasana berganti. Aku terkejut dengan kehadiran Danil, lebih terkejut lagi dengan perubahan sikap Ibu Joyce yang cepatnya seumpama lampu neon yang padam ketika tombol saklarnya ditekan. Terang putih berseri-seri dirinya yang tadi telah berubah menjadi gelap hitam kelam dan menyeramkan.Danil yang baru satu langkah memasuki ruangan CS pun serentak berhenti. Ia berdiri mematung, tercekat, bingung, dan serba salah antara berbalik mundur atau teruskan langkah.           Aku paham sekali, situasi ini adalah momen yang teramat sangat “membag
Read more

Bab 112: Rahasia Tentang Seseorang

Bab 112: Rahasia Tentang Seseorang  “Mas Joko, dengarkan ceritaku ini ya. Jangan berkomentar, dan jangan merespon! Jangan bereaksi walaupun hanya dengan satu kata sekalipun! Pokoknya, aku ingin bicara dengan kamu di mana pun sekarang ini kamu berada! Di Kalimantan? Terserah. Di Papua? Terserah!”           “Nyatanya kamu tidak ada di hadapanku, kan? Terserah! Aku hadir-hadirkan saja bayangan kamu, dan aku dudukkan di depan aku. Mudah-mudahan kamu di dunia yang antah berantah sana bisa merasa. Batuk, batuklah situ. Bersin, bersinlah situ!”               “Hari ini aku kesal sekali pada Mas Tentara. Janjinya molor, janjinya ngaret, melar semelar-melarnya! Dia bilang mau menjemput aku sepulang kuliah. Nyatanya, apa? Mana?? Sampai satu jam aku menunggu dia di depan g
Read more

Bab 113: Nilai B

Bab 113: Nilai B  Beberapa hari kemudian, aku sudah semakin membaik. Kakiku yang sakit akibat dipukul balok kayu oleh Robin dan Daud sudah benar-benar pulih. Aku sudah bisa mengayuh sepedaku kencang-kencang lagi, sudah bisa berlari, melompat, dan kembali bermain voli bersama rekan-rekan STMIK.           Jika pun masih ada yang tersisa, mungkin hanya sedikit lebam membiru yang berada persis di kelopak mataku bagian bawah. Benar juga kata Ibu Joyce, darah beku akibat luka lebam ini bisa sangat lama sembuhnya. Tak menutup kemungkinan bahkan tidak bisa hilang.           Akan tetapi syukurlah, kombinasi obat sinse antara yang kuminum dan yang kuoleskan pada luka memarku sepertinya membawa dampak yang positif. Proses regenerasi sel-sel mati di dalam tubuhku berjalan dengan begitu cepat.   &n
Read more

Bab 114: Bersama Orang Yang Kucinta

Bab 114: Bersama Orang Yang Kucinta  Detik demi detik yang berlalu dengan amat perlahan ini membuatku merasa melewati siang dan malam dalam waktu yang bersamaan. Aku menelan ludah. Bagai memandang fatamorgana tapi ini begitu nyata. Bagai mengalami mimpi tapi..,           Aku menatap wajah Ibu Joyce yang bercahaya. Aku menatap matanya yang bening serupa kaca. Aku juga menatap rambutnya yang lurus sedikit bergelombang, hidungnya yang bangir dan pipinya yang sedikit tembam. Tidak luput pula aku menatap bibirnya yang merah muda menyala dan tampak basah, menampilkan senyum khas yang seperti sedang mengulum permen pedas.           Kata-kata Ibu Joyce yang terakhir itu benar-benar membuat aku terperangah dan terpana. Di dalam ruang waktu yang seakan-akan berhenti dan diam ini, aku terus saja menatap Ibu Joy
Read more

Bab 115: Bayangan di Rinai Hujan

Bab 115: Bayangan di Rinai Hujan  Aku mengayuh sepedaku dengan suasana hati yang tak keruan, morat-marit, dan entah bagaimana bentuknya jika diterjemahkan ke dalam bentuk bidang dimensi tiga. Pikiranku terbang serabutan entah ke mana, serupa asap dupa yang melayang meninggalkan bokornya. Ke angkasa, mungkin, atau terbawa angin yang berlalu dari mobil-mobil yang melintas di sebelahku.           Hujan gerimis turun dengan tiba-tiba, namun aku tetap melanjutkan kayuhan sepedaku yang rasanya begitu berat malam ini. Aku seperti kuda dengan gerobak pedati, seakan sedang menarik beban dengan bobot ribuan kati.           Sekelebat cahaya kilat membelah langit kota Bandar Baru yang gelap, disusul kemudian dengan suara gemuruh dari guntur yang bersambung-sambungan tanpa jeda dan tanpa irama. Aku terus saja men
Read more

Bab 116: Cinta Yang Tak Terbeli

Bab 116: Cinta Yang Tak Terbeli Hujan hanya menyisakan rintik ketika Joyce Angelique memarkirkan mobil sekenanya saja di halaman. Ia lalu keluar dari mobil dengan sangat tergesa-gesa. Langkah kakinya memasuki rumah dihadang oleh Joko, alias si Manis kucing betina kesayangannya. Namun Joyce tidak menggubris. Ia terus saja masuk ke dalam, melewati kedua orang tuanya yang sedang duduk menonton televisi di ruang keluarga, juga tanpa kata sapaan. “Joyce..” panggil sang ibu. Joyce bahkan setengah berlari ketika menaiki anak tangga menuju ke lantai atas rumahnya. Sampai di dalam kamar, Joyce mengunci pintu dan segera saja menjatuhkan tubuhnya di atas kasur, membenamkan wajahnya ke dalam bantal, dan menangis sejadi-jadinya. Suara ketukan di pintu dan juga panggilan dari ibunya yang menyusul tak lama setelah itu pun tak digubris oleh bidadari bersayap kupu-kupu yang sayapnya telah patah ini. Joyce hanya menoleh sebentar, tetapi hanya untuk menjangkau tas jinji
Read more

Bab 117: Surat Pemecatan

Bab 117: Surat Pemecatan  Wanita berusia tiga puluhan yang biasa dipanggil Ibu Dewi ini merasakan sedikit keheranan kala melihat Joyce Angelique, atasan sekaligus bosnya yang tidak seperti biasa. Wajahnya tampak kuyu dan matanya memerah seperti habis bergadang semalaman.Lain dari pada itu, sikap yang ia tampilkan juga sedikit ganjil hari ini. Tidak ada senyuman dan juga sapaan hangat yang selalu ia tebar pada seluruh bawahannya kala memasuki kantor. Sembari menunggu Joyce menandatangani berkas yang baru ia sodorkan tadi, Ibu Dewi terus saja mencoba mencuri pandang pada wajah sang atasan yang tengah menunduk itu.  “Ibu Dewi,” panggil Joyce tiba-tiba.“Ya, Bu?”“Tolong buatkan surat pemecatan untuk Joko.”Ibu Dewi terperangah. Dahinya berkerut dan matanya sedikit menyipit. Ia tetap berdiri di depan meja Joyce, menunggu berkas yang masih juga belum d
Read more

Bab 118: Comel

Bab 118: Comel Beberapa bulan kemudian..Aku duduk di dalam sebuah bus metro berwarna biru, yang akan membawaku ke arah barat kota Bandar Baru. Aku akan pergi untuk mengunjungi Alex, dan telah berencana untuk menginap di rumah kontrakannya. Keterlaluan aku memang, sudah hampir setahun sejak berpisah tinggal dari dirinya, namun inilah kali pertama aku bisa pergi mengunjungi dia. Walaupun Alex bilang aku ini sok sibuk, tapi sungguh aku memang benar-benar sibuk. Bersama diriku ini, aku membawa tas punggung kecil berisi satu setel pakaian dan sebuah ponsel yang rencananya akan aku berikan untuk Alex. Ponsel milik sahabatku itu rusak, dan aku berencana memberikan ponselku ini padanya.Ponsel ini adalah milikku yang dulu pernah rusak akibat dikeroyok oleh Daud dan Robin, orang suruhan Pak Sadeli itu. Tidak kusangka, ponselku ini ternyata masih bisa diperbaiki, dan orang yang berjasa dalam proses perbaikannya adalah Charles, yaitu si setter atau juru umpan di tim voli STMIK.Rupa
Read more

Bab 119: Orang Misterius di Dalam Bus

Bab 119: Orang Misterius di Dalam Bus  Sungguh aku tidak menyadari bahwa ada seseorang yang duduk tidak jauh di sisi kiriku, dan ternyata sedari tadi ia terus memperhatikan aku!           Gerak-gerik orang itu seperti sedang menaksir tinggi badanku, atau menakar strata sosialku dari setelan kaus dan celana jins yang aku pakai, atau mungkin juga dari sepatu sport mahal yang aku dapat dari pemberian Ibu Joyce yang lalu.           Aku terus saja tidak menyadari keberadaan orang itu, dan tidak memiliki firasat yang macam-macam. Beberapa menit berikutnya, bus metro berhenti di sebuah halte untuk menurunkan penumpang, termasuk satu orang yang tadi duduk persis di sebelahku.           Mendapati bangku di sebelahku yang kosong, seseorang yang mis
Read more

Bab 120: Bertandang

Bab 120: Bertandang Akhirnya, aku sampai juga di jalan Taman Karya. Turun dari bus metro aku kemudian meneruskan perjalananku dengan memesan ojek online. Seorang driver ojek dengan nama Hekal Pratama mem-pick-up aku dari persimpangan, dan membawaku tepat ke sebuah gang yang lumayan lebar, di mana rumah kontrakan Alex dan sekaligus Tante Resmi sang pemilik kontrakan berada. “Terima kasih ya, Bang,” kataku pada sang driver ojek, sembari melungsurkan uang untuk pembayaran. Aku putuskan untuk meneruskan perjalananku sedikit lagi dengan berjalan kaki saja. Hitung-hitung sekalian nostalgia, pikirku. “Eh, Mas, ini kembaliannya!” tahan si driver ojek di belakangku. “Ambil saja, Bang,” sahutku. “Hah? Serius ini?” tanya driver, sampai merasa perlu untuk menahan tanganku. “Iya, tidak apa-apa, ambil saja.” “Waduh, banyak ini lho! Terima kasih banyak ya, Mas?” Aku tersenyum, dan mengangguk. Hanya lima ribu perak uang kem
Read more
PREV
1
...
1011121314
...
24
DMCA.com Protection Status