Home / Horor / Misteri Desa Purnama / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Misteri Desa Purnama: Chapter 1 - Chapter 10

67 Chapters

Bab 1. Kampung Paman

"Sudah sampai, Dek! Ini rumah Pak Suwarno," ujar Pak Sarip sambil menunjuk dengan jempolnya ke sebuah rumah tua yang masih sangat terawat. Pria tua ini adalah tukang ojek yang sudah dipesan oleh paman untuk mengantarku. Sejak awal, Pak Sarip begitu sopan saat menyambutku di pintu gapura desa. Senyumnya melebar dengan gigi depan yang ompong dimakan usia. Di sepanjang perjalanan, beliau tak segan untuk memulai obrolan denganku. Aku hanya tersenyum dan menjawab seperlunya. Rasa lelah yang aku rasakan membuatku ingin segera sampai di rumah paman, terlebih lagi kami harus melewati jalan yang membelah hutan yang rimbun menuju desa paman. Entah karena merasa sangat lelah, atau hanya perasaanku saja, sejak tadi aku bahkan merasa sedang diawasi oleh seseorang dari jauh. Kupikir itu mungkin hanya seekor binatang yang berkeliaran di malam hari. Maklum saja, desa ini melewati sebuah hutan yang cukup lebat dengan penerangan seadanya dari obor yang sepertinya sengaja dipasang warga sekitar untuk
Read more

Bab 2. Bulan

Aku begitu berdebar. Namun, semua itu sirna ketika perempuan tua itu tersenyum dan menggandeng tanganku."Oh, iya Nak Aldi. Silahkan masuk! Bibi sudah menunggu Nak Aldi dari tadi."Aku bergegas melangkah masuk, perasaaanku semakin tak karuan saat terlalu lama berada di teras rumah. Setelah aku memasuki rumah paman, perasaan diikuti seseorang tadi seketika menghilang. "Duduk dulu, Nak!" ucap nenek tua tadi, "Kenalkan, saya Bi Sari. Saya yang merawat rumah ini selama Suwarno tidak ada.""Iya, Bi. Aldi sudah dengar dari paman." Bi Sari tersenyum, beliau lantas menyuruhku duduk di kursi berbahan kayu yang berada di ruang tamu, "Silahkan duduk, Nak Aldi.""Rumah Bibi ada di belakang rumah ini. Kalau Nak Aldi membutuhkan sesuatu, panggil saja Bibi.""Baik, Bi. Terimakasih," jawabku ramah."Tunggu disini, jangan kemana-mana, Bibi panggil si Mbah dulu ya, sekalian Bibi ambilkan minum." Ucap Bi Sari padaku yang terlihat sudah sangat lelah.Seumur hidupku, baru kali ini aku melihat rumah tua
Read more

Bab 3. Cerita di Malam Hari

"Daarrrr!" Sebuah teriakkan membuyarkan lamunanku."Hahaha ... Kakak takut, ya?" tanya seorang gadis muda di sebelahku yang tadi berteriak."Kamu, Nur?" tanyaku."Hmm ...." Gadis itu menganggukkan kepalanya.Nur-gadis muda berusia sekitar empat belas tahun itu rupanya adalah sosok yang mengikutiku dari belakang. Aku terkejut, anak ini tiba-tiba berada di sebelahku."Jadi, tadi itu kamu yang mengikutiku?" tanyaku sedikit kesal."Iya. Aku sudah menunggu Kakak dari tadi. Kenapa bangun siang sekali?" tanya Nur dengan polos. "Kupikir kau hantu," jawabku sinis."Dasar, penakut!" ejek Nur padaku. Anak ini seperti akan sangat merepotkan, pikirku.Dan benar saja, dia terus mengikutiku seharian ini. Nur bilang, dia ditugaskan oleh Bi Sari untuk menjagaku dengan iming-iming uang jajan tambahan dari Bi Sari.Di siang hari, udara semakin panas. Aku meminta Nur menyalakan kipas angin yang menggantung di langit-langit di ruang tengah."Nur, nyalakan kipasnya," perintahku."Siap, bos!" Nur segara b
Read more

Bab 4. Bulan Tanpa Cahaya

Sesampainya aku depan rumah, rupanya Bi Sari dan Mbah Atmo sudah menungguku di teras. Mereka terlihat khawatir padaku. "Nak Aldi, dari mana saja? Bibi sangat khawatir,'" ucap Bi Sari. "Ah ... aku baru saja membeli lilin," jawabku terbata. Aku merasa tidak enak telah membuat Bi Sari dan Mbah Atmo khawatir, aku segera membuka kunci pintu dan menyuruh mereka masuk. "Maaf ya, Bi. Aldi membuat bibi khawatir." "Tidak apa-apa, yang penting Nak Aldi baik-baik saja." Aku segera berlari ke dapur, menyalakan lilin dan mengambil minum untuk Bi Sari dan Mbah Atmo, "Diminum airnya, Mbah, Bi," ucapku sopan. "Iya, terima kasih, ya." Keduanya terlihat heran melihatku, entah apa yang mereka pikirkan, tatapan mereka seperti merasakan sesuatu yang aneh dariku.Setelah berbincang selama kurang lebih tiga puluh menit, aku pamit untuk beristirahat lebih dulu pada mereka. Aku masih tak ingin membahas tentang apa yang kudengar barusan di warung. Aku takut malah nyaliku yang menciut akibat takut menden
Read more

Bab 5. Masa Lalu Bersama Nana

"Kakak, minumlah!" pinta Nur yang sedari tadi berada di sampingku. "Mbah Atmo, Bi Sari, apa yang sebenarnya terjadi?" Mbah Atmo dan Bi Sari saling menatap, seperti tengah memikirkan sesuatu.Suasana hening seketika. Semua mata memandang ke arahku."Nur, sebaiknya kau tunggu di luar saja," pinta Mbah Atmo.Nur mengangguk, dia segera keluar dari kamar tanpa bertanya. "Nak Aldi tenang dulu, ya. Mbah akan menjelaskannya perlahan, agar Nak Aldi tidak kaget."Penjelasan Mbah Atmo malah membuatku semakin terkejut, ternyata memang benar ada sesuatu yang mereka sembunyikan dariku. Mbah Atmo mulai bercerita, saat pertama kali aku memasuki desa misterius ini.Seminggu yang lalu, saat Mbah Atmo menerima kabar akan kedatanganku ke desa ini, beliau sudah mempunyai firasat buruk. Kata beliau, sehari sebelum beliau menerima telepon dari paman Suwarno, beliau sudah merasakan sesuatu yang janggal.Desa ini seperti kembali pada zaman dulu, saat semua orang mulai percaya pada adanya makhluk halus dan
Read more

Bab 6. Perjalanan Menuju Bulan

Aku membuka mataku kembali, melihat sekitarku. Mbah Atmo dan Bi Sari terlihat masih menungguku.Tiba-tiba perutku mual, seperti ingin mengeluarkan sesuatu."Keluarkan saja, Nak!" pinta Bi Sari. Kemudian Bi Sari langsung memberiku segelas air hangat, membaringkanku di atas ranjang."Istirahatlah, nanti kita bicara lagi." Mbah Atmo kemudian pergi diikuti Bi Sari dari belakang.Nur yang sedari tadi mengintipku dari balik pintu mulai menghampiriku. Dia sangat tak sabar ingin bertanya apa yang sudah terjadi padaku."Kak, Aldi. Apa yang terjadi? Apa Kakak bertemu Kak Bulan semalam?" Nur terus bertanya tanpa membiarkanku bicara. "Tadi Kakak memanggil nama Nana, Nana itu siapa?" "Aih ... anak ini. Bukannya mengkhawatirkanku, kau malah bertanya begitu padaku!" jawabku kesal.Nur hanya tersenyum, sorot matanya menggambarkan perasaaan penasaran yang dalam."Nur, kau tahu sesuatu tentang Bulan?" tanyaku padanya.Nur terdiam, dia melihat sekeliling kamarku. Sepertinya dia takut akan terdengar ole
Read more

Bab 7. Tujuan

Nana memelukku, dia seperti telah nyaman berada di dalam tubuh Nur."Nana boleh datang padaku kapan saja. Aku pasti akan bermain dengan Nana," ucapku menghibur.Nana kemudian keluar dari tubuh Nur, menyisakan luka di hati Nur yang Nur sendiri tak tahu penyebabnya. Nur seketika menangis, dia merasakan sakit hati yang amat luar biasa."Kenapa aku menangis? Hiks ... hiks ... hiks ..., apa yang terjadi padaku?" ucap Nur yang sepertinya merasa heran. "Tidak apa-apa. Ayo kita jalan lagi, nanti keburu sore," ajakku pada Nur.***Siang hari, matahari sangat terik. Aku dan Nur telah sampai di makam Bulan. Di makam itu ditanami tumbuhan yang menghasilkan bunga yang mulai bermekaran.Nur segera mencabut rumput liar yang bersatu dengan tanaman itu. Kata Nur, dia dan keluarganya sangat berhutang budi pada Mbah Atmo dan Bi Sari. Mereka sering membantu orangtua Nur yang sering kali mengalami gagal panen. Karena itu, Nur sering datang ke rumah Mbah Atmo dan Bi Sari hanya untuk sekedar membantu memb
Read more

Bab 8. Bulan dan Kenangan

Aku tak menyangka akan bertemu Bulan secepat ini. Bulan terlihat sangat cantik, persis seperti yang ada dalam mimpiku. "Kau tahu, terlalu banyak yang terjadi di desa ini saat itu. Akibat dari mereka yang terlibat dengan makhluk seperti kami." Ucap Bulan yang terus menatap sinar bulan di atas langit malam.Aku memberanikan diri untuk bertanya padanya, "Lalu, kenapa kau masih di sini? Apa alasanmu masih berada di sini adalah orangtuamu?"Bulan menggeleng, "Tidak. Aku sendiri tak tahu apa alasannya. Tapi, aku merasa belum bisa pergi dari sini." "Apa yang bisa aku lakukan untuk membantumu? Aku benar-benar ingin membantumu, Bulan," bujukku pada Bulan.Bulan menatapku nanar, "Entahlah. Aku sendiri tidak tahu apa penyebabnya. Orangtuaku sudah lama merelakanku dan aku pun begitu. Tapi, aku merasakan seperti ada yang mengganjal di hatiku. Seperti sesuatu yang belum tuntas." Penjelasan Bulan itu sangat tak kumengerti. Mungkin itu alasan Bulan meminta tolong padaku waktu itu. Dalam mimpiku, se
Read more

Bab 9. Menuju Keabadian

"Aku tak tahu. Kami pernah berjanji bertemu setelah kejadian itu. Tapi Razan tak pernah datang," jawab Bulan lirih.Sekarang aku mulai mengerti. Mungkin maksud Bulan, sesuatu yang mengganjal di hatinya itu adalah perasaannya pada Razan. Bulan masih menunggu jawaban dari Razan yang tak datang saat itu. Itulah alasannya mengapa Bulan belum bisa pergi dengan tenang."Bulan. Aku berjanji akan membantumu pergi dengan tenang. Kau harus pergi bila melihat cahaya yang menjemputmu, oke?" ucapku mengutip kalimat dari pembawa acara sebuah tayangan misteri di youtube.Bulan tertawa cekikikkan. Dia pikir, mungkin itu tidak akan lagi membuatku merasa takut. Tetap saja, bulu kudukku merinding dibuatnya."Kau ini sudah seperti pemburu hantu saja," jawab Bulan."Memang ... apakah benar cahaya seperti itu ada?" tanya Bulan padaku seakan tak percaya.Aku langsung berkata, "Tentu saja. Mereka akan menemukan cahaya dan kembali bahagia. Biasanya seperti itu, kan?"Bulan seperti tak bersemangat. Dia terus m
Read more

Bab 10. Gadis Misterius

"Nana, keluarlah. Aku membutuhkan Nur untuk menunjukkan jalan," pintaku pada Nana."Hmm ... baiklah, Aldi. Tapi Aldi janji, ya. Setelah ini, Aldi akan bermain dengan Nana." Rengek Nana sambil menarik-narik bajuku dari belakang."Tentu. Aldi pasti akan bermain dengan Nana." Jawabku mengiyakan ajakan Nana saat itu. ***Setelah menempuh hampir 20 menit perjalanan, akhirnya kami pun sampai di perkebunan karet milik kepala desa. Di sana banyak pekerja yang sedang menyadap pohon karet. Aku berjalan di antara mereka, menyusuri setiap tempat yang ada di sana.Anehnya, aku seperti merasakan udara dingin menusuk ke tulangku. Padahal ini baru tengah hari, matahari pun masih berada di atas kepalaku.Udara di sini memang sangat berbeda, bulu kudukku merinding tatkala melihat sosok-sosok makhluk yang mendekatiku dengan wujud asli mereka yang terlihat menyeramkan. Aku mencoba tetap tenang, melawan rasa takut agar tak terlihat mencolok di hadapan mereka."Anak kecil ini sungguh merepotkan," gerutu Bu
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status