Beranda / Horor / Misteri Desa Purnama / Bab 41 - Bab 50

Semua Bab Misteri Desa Purnama: Bab 41 - Bab 50

67 Bab

Bab 41. Kuntilanak Ririn Bagian 6

Mobil jeep warna putih itu berhenti di sebuah pekarangan rumah yang cukup mewah. Rumah yang dicat warna putih dengan dua lantai itu terlihat nyaman. Ditambah udara sejuk dari pohon-pohon dan tanaman hias yang tumbuh di sekitarnya."Ayo. Kita sudah sampai," ajak Razan, dia membuka pintu mobil dan memberikan isyarat untuk segera turun padaku."Apa ini rumahmu?""Ya. Maaf kalau kurang nyaman."Senyumnya melebar sembari merangkul pundakku."Cih ... sombong sekali dia. Dia bilang kurang nyaman? Padahal rumahnya adalah rumah paling besar dan mewah yang pernah aku lihat di Desa Purnama. Sungguh merendah untuk meninggi."Aku terus bergumam dalam hati, walaupun terasa kesal masuk ke rumah ini, tapi aku harus melakukannya demi Ririn.Saat memasuki rumah, kami di sambut oleh beberapa orang pekerja di rumah itu. Aku cukup kagum melihat isi rumah Razan yang sangat berbeda dengan rumah-rumah di Desa Purnama.Razan terlahir dari keluarga yang terpandang di desa ini. Ayahnya adalah seorang mantan kep
Baca selengkapnya

Bab 42 . Kuntilanak Ririn Bagian 7

Aku berhenti di sebuah bangunan di antara kebun teh yang luas. Di sana aku melihat Bulan dan Razan tengah duduk berdua menikmati suasana sore hari. Tangan Razan merangkul pinggang Bulan dengan mesra. Sesekali Razan terlihat menatap Bulan yang tengah asyik melihat matahari terbenam. "Bagaimana bisa ada gadis secantik dirimu?" Razan berkata tanpa mengedipkan mata, pandangannya tak luput dari gadis di sampingnya. Bulan hanya tersenyum, raut wajahnya memerah. Sembari menyingkap rambut Bulan, Razan terus menatapnya dengan penuh cinta. Itu yang bisa kulihat dari mereka. Tapi, apa ini? Kenapa tiba-tiba aku melihat mereka? Seketika kesadaranku kembali. Aku terbangun dari mimpi itu. "Bagaimana menurutmu? Razan sangat mencintaiku, kan?" celoteh Bulan sumringah. "Jadi itu semua ulahmu? Kenapa menunjukkan itu padaku? Bikin kesal saja!" jawabku sedikit emosi."Kenapa kau kesal? Aku hanya ingin menunjukkan padamu betapa Razan itu sangat mencintaiku. Dia pemuda yang sangat baik dan lembut. D
Baca selengkapnya

Bab 43. Kuntilanak Ririn Bagian 8

Sekitar pukul sebelas siang, aku tengah bersiap untuk menemui Razan di rumahnya. Ide yang diberikan Ririn cukup bagus juga.Kali ini, aku membutuhkan bantuan Bulan lagi. Tapi, apakah Bulan akan bisa masuk ke rumah itu? Atau sama halnya seperti Ririn yang selalu dihalangi oleh sosok hitam itu?"Kau sudah siap?" tanyaku pada Bulan yang terlihat gugup. "Jaka. Aku titip Ayla dan Nana," ucapku juga pada Jaka yang tengah bermain petak umpet dengan Nana.Permainan yang sangat disukai Nana saat masih hidup atau pun sudah meninggal."Kakak tenang saja. Aku akan menjaga semua orang di rumah ini."Jaka tersenyum ramah. Dia sepertinya sangat senang berada di sini. Dia bilang seperti punya keluarga kedua setelah kematiannya.Selama ini, Jaka hanya berkeliling di pasar. Karena hanya itu ingatan yang dia ingat semasa hidup.Bahkan dia tak tahu arah jalan pulang ke rumahnya. Dia hanya ingat telah menjadi korban pembunuhan di pasar itu."Eh, Mustika? Sedang apa di sini?" Aku terperanjat saat melihat
Baca selengkapnya

Bab 44. Kuntilanak Ririn Bagian 9

Di pertigaan jalan yang memisahkan antara jalan menuju danau dan perkebunan. Aku dan Razan di hadang sebuah mobil Jeep yang sengaja berhenti di tengah jalan yang hendak kami lewati.Seorang pria keluar dengan menggunakan setelan kemeja kotak-kotak lengkap dengan topi dan sepatu boot hitam. Langkah kakinya membuat tapak besar yang membekas di jalanan berlumpur."Mas Santana," panggil Razan.Rupanya pria ini yang bernama Santana. Tak kusangka aku akan bertemu dengannya secepat ini."Apa yang kau lakukan? Kenapa kau membawa Rakha tanpa seizinku?" tegur Santana dengan nada sedikit marah."Oh, aku sudah izin pada Ayah dan Ibu. Dan mereka sudah mengizinkan," jawab Razan ramah.Sepertinya Razan sangat menghormati Santana. Terdengar dari ucapannya yang terdengar sangat berhati-hati.Razan melirikku dan kembali melihat Santana."Kenalkan, dia Aldi. Teman baruku. Dia baru pindah sekitar sebulan yang lalu ke desa ini.""Halo, salam kenal. Saya Aldi," sapaku sopan.Santana hanya melirik sesaat, k
Baca selengkapnya

Bab 45. Kuntilanak Ririn Bagian 10

"Apa? Dia benar-benar bisa melihatmu?" tanya Bulan histeris."Iya. Aku juga awalnya tak menyadarinya, tapi Rakha terus memandangku seakan tahu keberadaanku," jawab Ririn berbinar."Saat aku bilang aku adalah Ibunya, dia terlihat tersenyum seperti malaikat.""Syukurlah. Kau bisa melihatnya dan dia bisa melihatmu. Aku sangat senang!" teriak Bulan.Mereka berdua melayang-layang saling berpegangan tangan, mengelilingiku yang masih memikirkan ucapan Razan tadi siang."Aldi, kau tidak senang Ririn sudah bertemu dengan Rakha? Bahkan mereka saling menatap."Bulan terus saja mengoceh, aku pun tak punya kesempatan untuk menceritakan kejadian tadi bersama Razan."Tentu saja aku senang, selamat ya, rin."Pikiranku kembali meracau, entah apa yang aku pikirkan. Tapi, rasanya belum cukup bagiku sebelum Santana mendapat balasan atas perbuatan kejinya pada Ririn."Rin, apa yang terjadi pada Malik setelah kejadian malam itu?" tanyaku serius.Ririn dan Bulan terdiam, mereka berdua berhenti berjingkrak d
Baca selengkapnya

Bab 46. Kisah Razan

"Kau tidak bertanya soal Bulan padaku?" tanya Razan tersenyum. "Aku sungguh kecewa." Aku yang kaget mendengar ucapannya hanya bisa terdiam. Bagaimana bisa pemuda ini benar-benar bisa membaca isi pikiranku? Lagi-lagi Razan terlihat tersenyum memaksa. "Padahal, Bulan adalah segalanya bagiku. Dia gadis yang cantik dan baik. Aku bahkan tak bisa membuka hatiku untuk gadis lain selepas Bulan pergi." Celotehan Razan semakin serius. Tapi mulutku kali ini benar-benar tak bisa berkata apa-apa. Sejenak kami berdua terdiam. Menunggu umpan kami bekerja mencari ikan yang malang. "Oh, umpanku dimakan!" teriak Razan girang. Razan segera menarik pancingnya naik ke daratan. Rupanya ikan berwarna emas berukuran lumayan besar telah memakan umpan yang dipasang Razan. Razan terlihat gembira, dia segera melepaskan ikan itu dan memasukkannya ke ember yang sudah disiapkannya. "Satu hal yang ingin aku dengar darimu, Razan." "Kau bilang, Bulan adalah segalanya untukmu. Tapi, kenapa hari itu kau tidak
Baca selengkapnya

Bab 47. Petunjuk

"Kau di sini?" tanyaku pada Rosmala yang tengah duduk sendiri di teras rumah. Rosmala hanya mengangguk. "Aku ingin bicara denganmu, apa kau sibuk?" ajak Rosmala. "Tentu saja tidak," jawabku segera. Kapan lagi aku bisa mengobrol dengan Rosmala seperti ini. Ini adalah kesempatanku untuk menjelaskan kejadian kemarin bersama Mustika. "Rosmala, aku bisa jelaskan tentang aku dan Mustika kemarin. Sebenarnya ... " Rosmala kembali berkata seraya memotong ucapanku. "Sekarang itu semua tidak penting. Yang lebih penting adalah masalahmu dan keluarga Razan," bisik Rosmala. Tunggu, dari mana Rosmala tahu tentang rencanaku terhadap Razan?Tatapan matanya terlihat serius, dia melihat ke kiri dan kanan sambil terlihat waspada. "Apa di sini kita aman?" Sebenarnya apa yang Rosmala bicarakan? Aku sama sekali tidak mengerti. "Tentu. Aku akan memanggil temanku untuk berjaga," jawabku tanpa tahu apa maksud ucapan Rosmala. "Baiklah, Aldi. Dengarkan aku! Ini bukanlah hal mudah. Tapi, aku bisa memb
Baca selengkapnya

Bab 48. Pilihan Razan

Razan terduduk bersimpuh. Tangannya gemetar saat mencoba meraih nisan bertuliskan nama Bulan yang tengah usang. "Bulan ... maafkan aku ... aku terlambat menemuimu." Isak tangis terdengar dari Razan, mulutnya bergetar, tangannya terus menggenggam nisan Bulan dengan kuat. "Aku benar-benar sangat menyesal tak mencarimu," rintih Razan. "Andai dulu aku tak menjadi penakut, tentu kau tak akan seperti ini. Aku terlalu bodoh!" "Jangan menangis Razan. Kau tidak bersalah." Kini Bulan pun ikut menimpali. Walaupun dia tahu, Razan tak mungkin bisa mendengar atau pun melihatnya saat ini."Aku tidak pernah berfikir kau meninggalkanku. Aku tahu, kau sangat mencintaiku."Bulan kembali berucap, seakan-akan Razan bisa mendengarnya."Bulan ... ternyata dunia ini bukan tempat untuk kita. Aku akan segera menemuimu, tunggulah aku, di kehidupan selanjutnya. Aku janji ... " Keduanya pun menangis bersamaan. Bulan menyentuh pundak Razan, memeluknya dari dunia yang berbeda. Aku yang menyaksikan mereka ber
Baca selengkapnya

Bab 49. Hilangnya Rosmala

"Kenapa kau memberitahukan semuanya pada Razan?" Bulan nampak menghempaskan beberapa buku-buru yang tersususun rapi di lemari. Entah karena kesal atau apa, tapi tak biasanya Bulan bertingkah seperti itu."Razan hampir saja celaka. Dia pasti sangat terguncang dengan perkataanmu!" bentaknya lagi.Ya, seperti yang dikatakan Bulan barusan. Dalam perjalanan pulang, Razan terluka saat mengendarai mobilnya. Dia menabrak sebuah bangunan kosong di jalanan desa."Bukankah itu yang terbaik untuk Razan saat ini? Dia harus tahu tentang kejahatan yang dilakukan Ayah dan Kakaknya," ucapku membela diri.Saat Bulan hendak memalingkan wajahnya, aku lantas segera menyelesaikan ucapanku."Yang kau lakukan untuknya semuanya sia-sia, Bulan. Apa kau belum sadar? Kau tidak bisa pergi bukan karena Razan atau orangtuamu. Tapi, karena dendam yang belum terbalaskan pada mereka yang telah menyakitimu." Aku tahu, ucapanku ini memang agak keterlaluan pada Bulan. Aku hanya ingin Bulan menyadari semuanya sebelum ter
Baca selengkapnya

Bab 50. Mimpi Razan

Malam itu ... tubuh Rosmala mengapung di atas langit-langit kamar. Kepalanya berbalik 180 derajat menatap Pak Sarip dan Bi Asih kala itu. "Ros ... " teriak Pak Sarip disusul jeritan Bi Asih. Bi Asih menjadi histeris melihat keanehan yang ditunjukkan Rosmala malam itu. Hatinya terasa tercabik melihat anak gadisnya terlihat begitu tersiksa. Dalam kegetiran, Pak Sarip hendak meraih tangan Rosmala. Walau tubuhnya bergetar hebat, dia tetap ingin menjangkaunya. "Kau telah melanggar perjanjian Sarip! Anak ini adalah milikku." Suara berat nan parau itu keluar dari mulut Rosmala. Sontak Pak Sarip terkejut, ingatannya kembali pada kejadian 15 tahun yang lalu. Saat dirinya meminta bantuan Ki Demang untuk menyembuhkan penyakit yang diderita Rosmala sejak kecil. "Biarkan anak ini menjadi tubuh keduaku. Maka semua ilmuku akan aku turunkan padanya." Ucapan itu terus terngiang di kepala Pak Sarip.Kala itu Pak Sarip hanya mengangguk tanpa berpikir maksud dan akibatnya untuk Rosmala. "Tidak! Di
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status