Semua Bab Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina: Bab 71 - Bab 80

224 Bab

Bab 71

“Yang bener, Mbak?” tanya Toni sedikit berteriak saat mendengar aku menyampaikan tentang gosip Tirta. Aku beradu pandang dengan Mas Riko. Terasa susah menelan ludah sendiri.“Semoga cuma gosip ya, Ton,” jawabku ragu-ragu. Kasihan sekali, dia terlihat tak percaya mendengar ucapanku.“Aku masih belum percaya kalau Tirta itu ....” Toni menahan nafasnya sesaat dan menghembuskannya pelan. Mencoba mengotrol emosinya. Mengatur nafasnya yang naik turun tak terkendali.“Iya, Mas juga nggak percaya, kalau Tirta itu ternyata mantannya Lika,” ucap Mas Riko. Aku mengangguk, juga seakan tak percaya.“Selama ini Lika tertutup untuk masa lalu, karena baginya nggak penting,” ucap Toni.“Aku selama masih sama Juwariah juga nggak tahu kalau Tirta lagi dekat sama Lika. Aku aja kenal Lika karena udah nikah sama kamu, Ton,” sahut Mas Riko seakan mengingat kenangan masalalu bersama Mbak Juwaria.“Ehem, yang ingat mantan,” sindirku. Mas Riko terlihat nyengir seraya menggaruk kepalanya. Kulihat masih melipatk
Baca selengkapnya

Bab 72

“Kamu aja, Dek, yang nyampein,” Ucap Mas Riko mengarah padaku. Aku mengangguk.“Ada apa sih sebenarnya, percaya deh, aku nggak apa-apa, lagian kan Lika sudah aku talak, sudah bukan urusanku lagi,” ucap Toni seakan gemes-gemes geram melihat tingkah kami. Atau mungkin meyakinkan kami untuk tetap biasa saja menyampaikan hal buruk sekalipun.“Selain Mantannya Lika, ternyata Tirta itu juga buronan,” akhirnya terlontar juga ucapan itu. Kulihat Toni. Dia terdiam sejenak, menyandar pelan ke sofa. Kemudian beranjak lagi, mengambil segelas kopi yang aku buatkan tadi.“Kalau Lika beneran hamil, iya kalau anakmu? Kalau anak Tirta? Dan sekarang Tirta lagi buronan, belum pasti juga masalahnya apa. Tapi, cepat atau lambat pasti akan masuk sel dia, bagaimana nanti nasib Lika? Betapa malunya keluarga Pak Samsul,” ucapku meluapkan isi hati dan pikiran. Walau Lika selalu ngeselin, tapi mendengar gosip ini, jujur aku benar-benar kasihan dengan Lika. Meniinggalkan Toni, lelaki yang baik, demi lelaki buron
Baca selengkapnya

Bab 73

Kami masih saling beradu pandang. Toni masih memeluk mertuanya dengan tatapan mengarah pada kami bergantian. Aku anggukkan kepala saat Toni memandangku. Dia seakan mengerti maksudku. Di lepaskannya pelukan itu. Kulihat Bu Santi tangisnya sudah agak mereda.“Ada apa, Ma?” tanya Toni, setelah Bu Santi mengusap air matanya. Masih mengatur nafasnya yang memburu.“Toni, Mama tahu Lika keterlaluan, tapi maafkan Lika, rujuklah sama Lika, Mama mohon,” sahut Bu Santi mennyampaikan niatnya. Sudah ku duga, seorang ibu pasti akan melakukan apapun demi anaknya. Walau senakal-nakalnya si anak. Kulihat Toni, dia terdiam seraya memegang dagunya. Seakan bingung mau membalas ucapan mertuanya.“Ma, maafkan Toni juga,” dengan suara berat Toni membalas ucapan mertuanya. Bu Santi terdiam, air matanya jatuh lagi. “Maaf, apa Lika beneran hamil, Bu?” tanyaku memberanikan diri. Karena terasa nggak sopan, tapi penasaran. Bu Santi memandangku. Dengan tatapan layu.“Iya, Rasti,” balas Bu Santi seraya mengangguk
Baca selengkapnya

Bab 74

“Tapi masalhnya kami tidak yakin kalau itu anak Toni, Bu,” tandas Mas Riko mulai sedikit naik nada ngomongnya. Ku pegang tangan Mas Riko, agar tak semakin terpancing emosinya.“Toni, kamu yakinkan kalau anak yang Lika kandung itu anakmu?” tanya Ibu seraya memegang tangan Toni. Toni melihat ke arah saat tangan itu menyentuhnya. Kemudian memandang wajah perempuan paruh baya itu. “Sekali lagi maaf, Ma. Toni sendiri juga ragu, bahkan kehamilan Lika saja sampai detik ini, Toni juga masih ragu,” jawab Toni lembut berusaha masih menjaga sopan santunnya.“Apa maksudmum, Ton?” tanya Bu Santi seraya menyipikan matanya. Mungkin faham maksud Toni, tapi lebih untuk menguatkan.“Di saat seperti ini, baru dia ngomong hamil, jadi kami meragukan kehamilan Lika,” celetuk Mas Riko yang langsung jleb ke hati. Bu Santi reflek memandang Mas Riko. Tatapan mata, seakan tak terima.“Ibu ini sudah merendahkan harga diri datang ke sini, untuk meminta maaf pada kalian, tapi kalian malah ngomong seperti itu,” su
Baca selengkapnya

Bab 75

“Masuk dulu, Bu!!!” ucapku mempersilahkan mertua masuk. Hatiku benar-benar bedebar tak menentu, apa yang akan terjadi, jika dua ibu ini bersatu. Ah, semoga tak terjadi hal-hal yang tak di inginkan.Tanpa menjawab ibu masuk seraya duduk di sofa dekatku. Begitu juga dengan perempuan yang memakai masker itu. Kuperhatikan semua mata mengarah padanya. Dari sorotan mata, aku tak bisa mengenalinya. Siapa dia?“Bu Santi, dulu saya memang sangat mempercayai kata demi kata yang Lika sampaikan. Bahkan saya sampai di butakan, hingga masuk perangkapnya agar saya membenci Rasti. Tapi tidak untuk kali ini,” ucap Ibu memulai ucapannya. Kami semua terdiam, kulirik Bu Santi, raut wajahnya masih memerah.“Maafkan saya, tadi saya keceplosan, saya reflek saja ngomong seperti itu,” jawabnya gelagapan. Hatiku masih berdenyut, juga tak percaya kalau Bu Santi bisa ngomong seperti itu.“Masalah maaf itu gampang, Bu. Tapi saya tetap tidak rela kalau Toni rujuk dengan Lika,” tandas Ibu lantang. Bu Santi tertundu
Baca selengkapnya

Bab 76

“Sekali lagi maafkan Toni, Ma. Hati ini sudah tertutup rapat, semenjak memergoki Lika bersama lelaki lain di penginapan,” ucapan Toni semakin membuat Bu Santi melongo. Seakan tak ada harapan lagi, kalau cucunya akan terlahir tanpa ayah.“Ma, setelah lahiran kita test DNA, kalau postif anak Toni, Toni akan sepenuhnya tanggung jawab. Bahkan akan Toni tempuh untuk hak asuhnya,” ucap Toni lagi. “Tak perlu test DNA! Kalau itu sudah menjadi keputusanmu, semoga kamu tak menyesal Toni memperlakukan anak saya seperti ini,” sungut Bu Santi dengan nada kekecewaan yang sangat mendalam.“Apa maksud Mama?” tanya Toni lagi seakan bingung dengan perkataan mertuanya.“Ingat Toni, kalau ini memang menjadi keputusanmu, sampai kapanpun kamu tak akan pernah ketemu dengan anak dalam kandungan Lika sekarang, tapi Mama tetap yakin kalau itu anakmu, jadi sampai kapanpun kamu tak akan bisa bertemu dengan anakmu,” tegas Bu Santi terdengar lantang. Kemarin waktu di rumah Mbak Juwariah, Bu Santi terlihat sangat
Baca selengkapnya

Bab 77

Tanpa pamit Bu Santi keluar begitu saja dari rumahku. Belum sempat juga aku bertanya ada apa? Entahlah, semoga tidak terjadi apa-apa. Tapi, melihat keterburu-burunya, rasa khawatirnya memang kayaknya ada apa-apa yang terjadi dengan keluarganya. Atau terjadi dengan Lika? Entahlah.“Dasar nggak sopan, pulang nggak pamit,” celetuk Ibu yang merasa tak suka dengan tingkah besannya.“Mungkin ada sesuatu yang penting, Bu. Hingga lupa untuk pamit,” balasku. Entah lupa pamit atau memang nggak mau pamit. Mungkin karena dia jengkel dari tadi di pojokkan terus.Aku masih penaran dengan perempuan berparas cantik yang di panggil Naila oleh Toni. Wajah cantiknya mengingatkanku pada teman lamaku. Ah, sudahlah, mungkin hanya mirip.Kuamati mereka, masih beradu pandang, seakan tak percaya kalau bisa bertemu lagi. seperti itulah kira-kira tatapan adu pandang mereka kalau bisa bicara.“Naila apa kabar?” tanya Toni basa basi terlihat gerogi. Kuamati Naila dia mulai tersadar kalau dari tadi matanya belum b
Baca selengkapnya

Bab 78

Aku lirik Ibu. Ibu dia saja masih dengan gaya Nyonya besarnya. Sedangkan Mas Riko, menyandar empuk di sofa seraya memandang langit-langit. “Kenapa Naila?” tanya Toni lagi, karena Naila hanya diam saja. Seakan bingung mau menjawab.“Naila?” panggil Toni lagi. Naila seakan terperanjat.“Eh, emmm, itu, Mas ...” hanya ucapan seperti itu yang bisa dia sampaikan. Jelas ada sesuatu mendalam ini.“Kamu cemburu?” tanya Toni skakmat, seraya mengangkat satu alisnya. Membuat Naila semakin salah tingkah. Toni ini tidak memikirkan perasaan Naila. Kalau seandainya aku sendiri yang di tanya seperti itu, pasti juga akan malu plus salah tingkah. Aih, tapi lucu juga reaksi mereka. Nggak tahu kenapa, aku jadi senyum-senyum sendiri melihat salah tingkah mereka. “Setelah itu kamu tak ada kabar, aku mencarimu Naila, tapi kamu menghilang bagaikan di telan bumi,” ucap Toni lagi. “Aku sakit, sehingga aku merasa tak pantas untuk mu, Mas. Sehingga aku mengenalkan Lika padamu, melihat kalian semakin dekat, hat
Baca selengkapnya

Bab 79

Setelah mengantar Yuda berangkat ke sekolah, aku mampir dulu ke rumah ibu. Lagian, hari ini jadwal Mas Riko manen sawit. Jadi nggak ada yang nungguin juga di rumah. Bisa santai main ke rumah Ibu.Semakin hari, Ibu semakin welcome denganku. Sudah tak pernah bicara nyelekit lagi. Bersyukur sekali rasanya. Niatku mendatangi rumah ibu, ingin ketemu Toni, karena penasaran dengan Naila. Kepo maksimal kalau kata anak jaman now.Aku melihat ibu sedang sibuk di dapur. Membersihkan meja yang tak begitu kotor. Aku mendekat, ibu tersenyum melihat kedatanganku. “Belum selesai Bu pekerjaanya?” tanyaku basa basi seraya mencium punggung tangannya. “Sudah, kok, cuma bersih-bersih sedikit aja, nggak enak di lihat meja makan berantakan,” jawab Ibu seraya menaruh kain lapnya.“Toni ada bu?” tanyaku.“Ada di kamarnya, tadi malam sedikit hangat badannya, terus bekas aspal yang di siku dan lutut berair lagi,” jawab Ibu. Luka di siku dan lutut memang agak lama keringnya. Karena aku juga pernah mengalami.“
Baca selengkapnya

Bab 80

“Berarti teman tapi mesra gitu, ya?” tanyaku lebih menyelidik. Terlihat dia tersenyum malu. Ibu terlihat mencebirkan mulutnya, melihat wajah merahnya Toni.“Yah, seperti itulah Mbak,” jawabnya.“Dulu kamu berharap dia yang jadi istrimu?” tanyaku lagi lebih menyelidik. Kulihat Toni sedang mengatur nafasnya. Seakan sesak mengingat masa lalu. Mungkin. Kemudian mengangguk pelan.“Tanpa sebab dan pamit dia pergi begitu saja, bahkan keluarganya juga menutupi kepergiannya, entahlah, aku berpikir dia mungkin hanya menganggapku teman biasa saja,” jawab Toni. Aku juga merasakan sesak mendengarnya. “Tapi dia kemarin bilang, kalau dia sakit, hingga merasa tak pantas untukmu, mbak ambil kesimpulan, kalau Naila juga ada perasaan lebih untukmu,” jawabku. Toni dan Ibu terdiam mendengar ucapanku.“Iya, Ton, benar yang di katakan Rasti,” sahut Ibu. Toni menyeringai mendengar kesimpulanku.“Dia masih gadis, sudah bukan level dia lagi aku ini Mbak, Bu. Statusku bentar lagi duda,” jawab Toni seraya terke
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
23
DMCA.com Protection Status