Share

Bab 80

Penulis: Naimatun Niqmah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Berarti teman tapi mesra gitu, ya?” tanyaku lebih menyelidik. Terlihat dia tersenyum malu. Ibu terlihat mencebirkan mulutnya, melihat wajah merahnya Toni.

“Yah, seperti itulah Mbak,” jawabnya.

“Dulu kamu berharap dia yang jadi istrimu?” tanyaku lagi lebih menyelidik. Kulihat Toni sedang mengatur nafasnya. Seakan sesak mengingat masa lalu. Mungkin. Kemudian mengangguk pelan.

“Tanpa sebab dan pamit dia pergi begitu saja, bahkan keluarganya juga menutupi kepergiannya, entahlah, aku berpikir dia mungkin hanya menganggapku teman biasa saja,” jawab Toni. Aku juga merasakan sesak mendengarnya.

“Tapi dia kemarin bilang, kalau dia sakit, hingga merasa tak pantas untukmu, mbak ambil kesimpulan, kalau Naila juga ada perasaan lebih untukmu,” jawabku. Toni dan Ibu terdiam mendengar ucapanku.

“Iya, Ton, benar yang di katakan Rasti,” sahut Ibu. Toni menyeringai mendengar kesimpulanku.

“Dia masih gadis, sudah bukan level dia lagi aku ini Mbak, Bu. Statusku bentar lagi duda,” jawab Toni seraya terke
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina   Bab 81

    “Kapan kamu mendapatkan ini?” tanya Toni seraya menerima sodoran barang yang di berikan Naila kepadanya. Aku dan Ibu hanya bisa mengamati aksi mereka.“Kemarin sepulang dari rumah Mbak Rasti,” jawabnya, Toni melongo seraya manggut-manggut. Ku amati pandangan mata Naila, tatapan mata itu terlihat sayup, mungkin karena dia sakit. Ah, jadi penasaran dia sakit apa.“Terimakasih,” Jawab Toni. Naila hanya mengangguk.“Sepulang dari rumah Mbak Rasti aku langsung menuju ke rumah orang tua Lika,” ucap Naila dengan nafas yang memburu. Nafas dia seakan kayak habis melakukan pekerjaan berat. Sehingga ngos-ngosan karena capek.‘Naila boleh aku meminta sesuatu?’ tanya Toni waktu itu, aku mencoba mengingat kembali permintaan Toni.‘apa?’ tanya Naila.‘Kalau kamu mau ke rumah Lika, tolong rekamkan percakapan kalian,” seperti itulah permintaan Toni ke Naila. Hanya di jawab senyuman dan anggukkan oleh Naila.‘Bukannya aku tak percaya padamu, tapi untuk bukti saja, karena aku akan menggugat Lika secara

  • Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina   Bab 82

    “Karena aku nggak mau harta mertuaku di kuasai oleh Yuda anak Mas Riko,” sungut Lika, seakan dia nggak terima, di ingatan oleh sahabatnya.“Hanya karena harta?” tanya Naila lagi. Tak ada jawaban dari Lika. Lika terdiam.“Orang tuamu, orang berada Lika, kamu masih mikirkan harta? Aku juga yakin, kalau mertuamu itu, pasti akan adil dalam pembagian hartanya,” ucap Naila lagi.“Semua sudah terlanjur Nai, aku hanya bisa berharap Mas Toni mau menerimaku lagi, agar anak ini lahir dengan keluarga yang utuh, aku nggak mau anak ini lahir tanpa seorang ayah,” jawab Lika. Suaranya memang terdengar sangat menyesal. “Aku juga mengenal suamimu Lika, kayaknya Mas Toni akan berat bisa menerimamu kembali,” jawab Naila. Seakan terdengar sakit hati juga dengan tindakan Lika.“Bantu aku Nai, aku yakin Mas Toni pasti mendengarkan ucapanmu,” pinta Lika ke Naila. “Kenapa kamu diam, Nai? Apa kamu nggak mau membantuku? Apa kamu juga masih berharap dengan Mas Toni?” tanya Lika bertubi-tubi karena Naila hanya

  • Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina   Bab 83

    “Ya Allah, Nduk, pucat sekali kamu!!!” teriak Mamanya Naila, saat anaknya baru saja sampai rumah. “Nggak apa-apa, Ma. Kan memang setiap hari seperti ini,” jawab Naila menenangkan ibunya. Nenek Naila juga ikut keluar dari kamarnya, mungkin mendengar suara anak dan cucunya.“Ya Alalh, cah Ayu, sudah di minum obatnya?” Neneknya pun juga seakan cemas. Beruntung sekali Naila berada di tengah-tengah keluarga yang menyayanginya.“Sudah, Nek. Nenek tenang aja, ya, kan memang setiap hari seperti ini,” jawab Naila sangat lembut.“Makasih ya Nak, sudah ngantar cucu saya pulang,” ucap Nenek Naila kepada ku. “Sama-sama, Nek,” balasku dengan senyum termanis. “Kalau boleh tahu siapa namanya?” tanya Mama Naila. Dengan cepat aku mengulurkan tangan kananku. Di sambut ramah oleh Mamanya Naila.“Rasti, Bu,” jawabku. “Laila,” sahut Mamanya Naila, yang wajahnya sebelas dua belas dengan anaknya. Cantik versi tua. Mungkin besok tuanya Naila akan seperti Mamanya ini wajahnya. “Tadi ngantar ke sini pakai

  • Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina   Bab 84

    Sepanjang perjalanan rasa penasaranku semakin memuncak. Cewek secantik dan sebaik Naila, serta di keliling keluarga yang super hangat, di beri penyakit apa oleh Allah? Tapi setidaknya Naila beruntung. Semua keluarganya sangat memberi dukungan penuh olehnya. Agar dia selalu berpikiran positif, pasti bisa sembuh.“Mbak jangan meleng, dong!!!” teriak lelaki muda, sama-sama naik motor tepat di sebelahku.“Meleng gimana?” teriakku juga dengan motor masih terus berjalan. Kaget juga rasanya. “Mbak sent kanan, tapi belok ke kiri,” teriaknya lagi seraya berlalu. Sekita aku berhenti. Owh ternyata benar yang di bilang lelaki muda tadi. Saking aku tak kosentrasi mengemudi, kepikiran terus dengan Naila. Aku saja yang baru kenal Naila, langsung jatuh hati dengan nya, apa lagi Toni? Jelas Toni kepikiran banget Naila sakit apa? Aku jatuh hati ke Naila bukan ke cinta lawan jenis ya, tapi ke rasa sayang seperti kakak ke adik.Aku berhenti sejenak dulu, ku rogoh saku baju yang aku pakai. Obat Naila ma

  • Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina   Bab 85

    Akhirnya sampai rumah juga, jemput Yuda dan ngantar Yuda les pun sudah. Kulihat baju kotor sudah menggunung. Belum lagi cucian piring kotor di westafel. Ah, pekerjaan perempuan itu kayak nggak ada habisnya. Selalu menunggu setiap menit. Ku putar mesin cuci dan lanjut ke westafel. Mas Riko lagi rebahan di depan TV, wajahnya terlihat lelah setelah pulang dari manen sawit. Kalau capeknya sudah mentok, paling ujung-ujungnya suruh panggilkan tukang urut.“Kopi nya, Mas!” ucapku seraya meletakkan secangkir kopi di dekatnya.“Terimakasih,” sahutnya. Aku mengangguk. Semenjak kejadian dulu itu, Mas Riko jauh lebih baik. Jauh lebih menghargai pekerjaan. Selalu mengatakan tolong jika meminta aku mengerjakan sesuatu, berujung terimakasih jika sudah selesai.Masalah hidup memang bisa di jadikan bahan renungan. Intropeksi diri sendiri. Dulu rumah tanggaku yang seakan sudah di ujung tanduk, sekarang rumah tangga Toni dan Lika yang memang sudah di ambang kehancuran. Padahal, dulu Toni yang selalau m

  • Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina   Bab 86

    “Naila sakit tumor rahim,” lirihku. Terasa sangat sesak mengatakannya. Apalagi Naila, pasti dia shok berat saat dokter memvonis dia menderita penyakit itu. Kasihan Naila.“Tumor rahim?” Mas Riko mengulang kalimat itu.“Iya, wajar kalau Naila menghilang dari kehidupan Toni,” ucapku. Seakan ikut merasakan penderitaan yang di alami Naila.“Toni sudah tahu?” tanya Mas Riko lagi.“Belum, aku takut malah Toni yang menjauh dari Naila setelah tahu penyakitnya,” jawabku seraya menggeleng, makin terasa sesak.“Mas yakin Toni nggak seperti itu,” jawab Mas Riko. Semoga saja, biar Naila merasakan kebahagiannya.“Mungkin Toni bisa menerima, tapi Ibu?” ucap dan tanyaku. Membuat Mas Riko terdiam. Seakan tak bisa menjawab. Berakhir dengan mengangkat bahunya. Pertanda tak tahu jawabannya.“Setidaknya Toni tahu dulu,” ucap Mas Riko.“Iya, Mas. Karena adek perhatikan Naila sangat tulus mencintai Toni. Terbukti dengan semua pengorbanannya,” balasku. Mas Riko mengangguk.“Tumor rahim bisa di sembuhkan kan?

  • Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina   Bab 87

    Sampai tempat tujuan. Ramai banget kalah pasar pagi di buatnya. Tapi, telat datangnya. Polisinya sudah pergi. Entah siapa yang di bawa polisi itu. Karena, aku masih melihat Mbak Juwariah meronta-ronta dan banyak yang menenangkannya.“Kenapa, sih, Mak?” tanyaku kepada Mak Rida.“Nggak ngerti juga,” spontan Mak Rida jawabnya. Jelas dia juga nggak tahu. Ah, manusiawi, udah tahu kalau dia juga nggak tahu, masih aja bertanya. Jelas-jelas datang berdua barengan.“Mak, ada apa ya? Kok, Mbak Juwariah meronta-ronta?” tanyaku kepada orang asal saja, yang menurutku dia tahu.“Itu, Mbka, pacarnya dibawa polisi karena buronan,” jawab ibu-ibu paruh baya. “Pacar?” tanyaku mengulang kata itu. “Entah pacar atau bukan nggak tahu deh, Mbak, yang jelas dia meronta-ronta kayak gitu, ada seorang cowok yang di masukin ke mobil polisi,” jawab Mak-Mak itu lagi.“Owh, cowok itu siapa namanya, Mak?” tanyaku balik.“Nggak tahu, Mbak,” jawab Mak itu singkat. Aku hanya mengangguk saja.“Tirta, Mbak,” sahut Emak

  • Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina   Bab 88

    “Tau, Mas lah yang harusnya lebih tahu tentang mereka, kan mantan,” celetukku. Dia terlihat memonyongkan bibirnya.“Setahuku Tirta itu memang saudara sama Juwariah, tapi saudara jauh gitu, tapi kok sampai segitunya Tirta di jemput polisi, kan aneh?” jawab Mas Riko, seakan-akan membayangkan masa lalu.“Nggak ada yang anehlah, kan mereka saudara,” jawabku asal. Walau dalam hati sebenarnya juga merasa janggal. Belum lagi saat Tirta mendekap Mbak Juwariah, saat Lika kalap di rumahnya waktu itu. Entahlah, saudara yang kayak mana mereka aku juga nggak ngerti.“Tetep aja aneh, menurutku.” Sahut Mas Riko lagi seraya beranjak dar duduknya. Masuk ke dalam rumah. Aku mengikuti langkahnya.....“Yang bener Mbak, Naila sakit itu?” tanya Toni seakan tak percaya. Ya, kami sekeluarga main ke rumah Ibu. sengaja ingin memberi tahu penyakit Naila ke Toni.“Iya, Ton, wajar kalau dia menjauh dari mu, dan merasa tak pantas untuk mu,” jawabku. Aku cerita ini pas nggak ada ibu. Karena Ibu lagi ngajak cucunya

Bab terbaru

  • Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina   Bab 115

    Pagi ini Lika berkemas. Menyusun baju-bajunya di koper. Di bantu oleh anak-anak panti yang sudah besar. “Mbak Lika enak ya? punya orang tua, aku juga pengen punya orang tua,” celetuk anak perempuan yang kira-kira umur 12 tahun. Bernama Putri. Membuat Lika tersentuh mendengar omongannya.“Iya,” sahut temannya lagi, yang juga ikut membantu Lika berkemas. Menyadarkan Lika, betapa beruntungnya dia. tapi, dia selama ini tidak mensyukuri itu. Selalu iri dengan kehidupan orang lain. Selalu iri dengan kehidupan Mbak Rasti dulu itu. “Kalian juga beruntung bisa tinggal di panti ini. Jangan merasa nggak punya orang tua. Bu Lexa itukan orang tua kalian,” sahut Lika menanggapi omongan anak-anak panti itu.“Owh, iya, Bu Lexa kan ibu kita,” sahut anak yang lainnya. Putri tersenyum.“Iya, Maksudnya, enak gitu jadi Mbak Lika, orang tuanya masih komplit,” jelas Putri. Membuat Lika sesak saja mendengarnya.“Udah, kalian juga sangat beruntung mempunya orang tua kayak Bu Lexa. Ini semua sudah takdir, ma

  • Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina   Bab 114

    “Dari mana,Le?” tanya ibunya saat melihat Malik masuk ke dalam kamarnya. Malik tersenyum memandang ibunya.“Main sama temen, Bu. Maaf, ya, seharian ini, Ibu Malik tinggal,” jawab Malik seraya meminta maaf, karena dia merasa nggak enak dengan ibunya.“Nggak apa-apa, Le, kamu juga butuh jalan-jalan. Nggak berkutat di rumah aja, nungguin Ibu,” sahut ibunya. Malik tersenyum lagi, karena hanya ibu dan Mahira yang dia punya. Saudara banyak, tapi jarang sekali komunikasi. Jadi terputus pelan-pelan. “Malik senang di rumah sama ibu,” sahut Malik, kemudian merebahkan badannya di sebelah ibunya. Kemudian tangan ibunya mengelus rambut Malik. Karena Malik sangat senang jika ibunya melakukan itu. Ke dua tangan ibu Malik masih berfungsi, itupun dengan gerakkan lambat. Kalau kakinya sudah tidak berfungsi lagi. “Kamu kok, sedih, Le?” tanya ibunya saat melihat wajah anak sulungnya itu murung. Tanpa bisa di tahan, beningan kristal meleleh dari sudut matanya.“Lah, kok, malah nangis? Cerita sama ibu a

  • Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina   Bab 113

    “Lika,” sapa Tante Lexa saat membukakan pintu untuk Lika. Lika cepat-cepat menyeka air atanya yang masih terus mengalir. “Tante,” sahut Lika masih terus menyeka air matanya, yang nggak bisa berhenti. Malik sudah pulang. Saat pintu rumah Tante Lexa di buka, Malik langsung memutar mobilnya dan keluar meninggalkan halaman rumah Tante Lexa. “Masuk dulu!” perintah Tante Lexa, seraya menarik tangan Lika menuju ke kursi. Lika nggak enak hati dengan Tante Lexa, karena menangis. ‘Pliis Lika jangan nangis, nanti membuat Tante Lexa bingung dan cemas,’ lirih Lika dalam hati. Dia pikir Tante Lexa nggak tahu sebab dia menangis.“Kenapa menangis?” tanya Tante Lexa memancing reaksi Lika. Lika memaksakan senyum dan masih terus meyeka air matanya.“Nggak apa-apa, Tante,” sahut Lika asal, dengan suara serak dan sesak. Tante Lexa mendesah, kemudian ikut membantu mengusap air mata Lika. Karena Lika sudah di anggap anak olehnya.“Cerita sama Tante! Siapa tahu Tante bisa membantumu,” ucap Tante Lexa. Mata

  • Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina   Bab 112

    “Hah? Juwariah hamil anak Tirta?” sahut Mas Riko saat aku memberi kabar tentang gosip ini. Ya, sepulang dari warung Mak Rida, aku langsung mencari-cari Mas Riko. Ternyata dia lagi membakar sampah di belakang rumah.“Jangan kenceng-kenceng, Mas, nanti di dengar tetangga,” jawabku sambil celingak celinguk. Dia juga ikutan celingak celinguk.“Paling juga semua orang sudah dengar, kita ini belakangan dengarnya,” sahut Mas Riko. Ah, mungkin seperti itu.“Mungkin, Mas. Tapi kenapa Mbak Juwariah ngenalin Tirta ke Lika? Sampai nginap-nginap di penginapan lagi,” tanyaku. Dia menghentikan pembakaran sampahnya. Beranjak dan mencari tempat teduh di bawah pohon sawit, yang sudah di siapkan kursi kayu, untuk tempat bersantai.“Iya, ya? Harusnya kan cemburu ya?” tanya Mas Riko balik. Sama-sama tak tahu jawaban pastinya. Yang tahu hanyalah Mbak Juwariah. Apa maksudnya?“Kalau menurutku, memang sengaja, mau menghancurkan rumah tangga Lika dan Toni. Dengan Tirta sebagai pancingan, agar Lika nurut denga

  • Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina   Bab 111

    [Owh jadi mereka kakak beradik, donatur panti Bu Lexa, orang-orang baik, ya] sahut mamanya Lika.[Alhamdulillah, Lika di sini berteman dengan orang-orang baik dan tulus, Bu. Nggak usah khawatir. Saya juga kenal betuk siapa Malik dan Mahira. Sekarang aja ini Lika lagi keluar sama Malik. Katanya untuk pertemuan yang terakhir. Mumpung Lika masih di sini. Dan ternyata benar, kalian sudah di Jogja dan besok akan menjemput Lika,] jelas Bu Lexa panjang.[Lagi keluar sama Malik?] tanya mamanya Likas seraya mengerutkan kening.[Santai, Bu. Saya percama sama Malik seratus persen. Dia anaknya baik, nggak akan neko-neko sama Lika. Lagian Lika sama Malik itu temenan dari SMP] Jelas Bu Lexa lagi, untuk menenangkan hati orang tua Lika.[Owh, saya percaya dengan Bu Lexa. Kalau Bu Lexa yakin kalau Malik itu baik, berarti dia memang baik,] jawab mamanya Lika. Bu Lexa tersenyum.[Yasudah, Bu. sampai sini dulu obrolannya. Insyaallah kami besok ke rumah Bu Lexa,] ucap mamanya Lika lagi, ingin pamit memati

  • Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina   Bab 110

    “Lika nomornya, kok, aktif, ya?” tanya Pak Samsul kepada istrinya. “Paling ngedrop hapenya,” jawab istrinya santai. Pak Samsul kemudian duduk di kursi. Tak berselang lama, istrinya menghampiri seraya membawakan secangkir Kopi manis. “Ini kopinya, Pa!” ucap istrinya seraya meletakkan di atas meja.“Makasih, Ma,” jawab Pak Samsul. Istrinya tersenyum.“Sama-sama,” jawabnya kemudian duduk. “Nova kemana, Bu?” tanya Pak Samsul kepada ibunya. Kemudian Nenek Rumana juga ikut mendekat dan bergabung bersama anak dan menantunya.“Ke loundrynya,” jawab Nenek Rumana seraya duduk di kursi. Pak Samsul kemudian mengambil kopi yang di buatkan istrinya. Meniupnya pelan dan menyeruputnya.“Alhamdulillah senang melihat Nova sudah bisa mandiri. Udah punya usaha juga,” sahut Pak Samsul setelah meletakkan kopinya di meja.“Iya, Ibu juga senang melihat kemajuan Nova. Cuma dari segi asmara dia kurang beruntung,” jawab Nenek Rumana.“Biarkan, Bu. Nova perempuan baik, insyaallah kalau menikah lagi, juga akan

  • Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina   Bab 109

    “Bu, maafkan Ria!” ucap Ria seraya menunduk. Ya, hari ini Juwariah menemui mertua Rasti lagi. Masih di dampingi oleh Bulek Arum.Ibunya Riko terdiam. Hatinya masih sakit dengan perbuatannya di masa lalu. Masih belum mau memandang wajah Juwariah. Menurut dia, terlalu dalam Juwariah membuat luka. Hingga menyebabkan hancurnya rumah tangga anaknya, karena ide-ide konyolnya.“Bu, tolong maafkan keponakan saya!” ucap Bulek Arum juga angkat bicara. Dia kasihan dengan keponakannya. Mertua Rasti kemudian menatap pandang ke Bulek Arum.“Lidah saya mungkin bisa memaafkan! Tapi, hati saya masih sakit atas kejahatan Ria di masa lalu. Tak semudah itu memaafkan,” sahut mertua Rasti. Membuat bulek Arum mendesah. Ria yang bersangkutan masih menunduk, air matanya berjatuhan. Dia menyadari kalau dirinya memang salah.“Bu, Ria mengaku dan Ria akui kalau Ria memang salah. Ria mau memperbaiki ini semua. Ria mau memperbaiki diri, makanya Ria meminta maaf sama kalian semua,” ucap Ria. Hatinya sudah nggak ter

  • Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina   Bab 108

    “Bulek, Lika emang pacar Malik, ya?” tanya Halim kepada Tante Lexa. Seketika yang di tanya langsung mengerutkan kening. Mengambil toples yang dekat dengannya.“Bulek juga nggak tahu mereka pacaran apa nggak, yang Bulek tahu mereka dekat,” jawab Tante Lexa seraya membukan dan mengambil camilan dalam toplek. Kemudian mengunyahnya.“Owh,” sahut Halim lirih. Pikirannya masih kemana-mana.“Kenapa?” tanya Tante Lexa serara memandang Halim.“Nggak, sih, Bulek. Cuma pengen kenal Lika lebih saja, itupun kelau mereka beneran nggak pacaran, ya! kalau mereka pacaran aku nggak mau merusak hubungan orang,” jawab Halim. Tante Lexa mendesah dia bisa menebak apa yang di pikirkan oleh Halim.“Mereka aja jalan pakae kaos couple gitu, ya, mungkin ada hubungan lebih,” sahut Tante Laxa. Halim terdiam, mengingat kembali mereka menggunakan baju apa. “Iya, juga, ya, Bulek,” ucap Malik. Tante Lexa tersenyum seraya menggelengkan kepala.“Bukannya kamu suka cewek berhijab?” tanya Tante Lexa. Halim tersenyum. Ya

  • Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina   Bab 107

    “Alhamdulillah udah sampai Jogja lagi,” ucap Tante Nova kepada kakaknya. Orang Tua Lika. “Iya, alhamdulillah,” jawab Bu Santi. Adiknya tersenyum, kemudian membantu memasukkan tas yang mereka bawa.Pak Samsul dan Bu Santi menyalamani ibunya. Nenek Rumana. Kemudian Nenek Rumana mengusap kepala mereka dengan penuh kasih sayang.“Sehat, Bu?” tanya Pak Samsul kepada ibunya. “Alhamdulillah sehat,” jawab Nenek Rumana.“Alhamdulillah,” sahut Pak Samsul. Kemudian mereka duduk di kursi. Tante Nova menyiapkan teh untuk kakak kandung dan iparnya.“Kalian udah yakin mau menjemput Lika?” tanya Nenek Rumana. Pak Samsul mendesah.“Yakin, Bu. saya juga nggak mau lama-lama menghukum Lika. Kata Bu Lexa dia juga sudah banyak berubah,” jawab Pak Samsul. Terdengar suara dia yang lelah, karena perjalanan jauh.“Iya, Bu. Biar dia bisa segera kerja lagi. Terlalu lama dia menganggur, takutnya ilmunya pada ilang,” sahut mamanya Lika. Nenek Rumana mendesah. “Iya, kasihan ilmunya mubadzir terlalu lama di anggu

DMCA.com Protection Status