Share

Bab 75

Penulis: Naimatun Niqmah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Masuk dulu, Bu!!!” ucapku mempersilahkan mertua masuk. Hatiku benar-benar bedebar tak menentu, apa yang akan terjadi, jika dua ibu ini bersatu. Ah, semoga tak terjadi hal-hal yang tak di inginkan.

Tanpa menjawab ibu masuk seraya duduk di sofa dekatku. Begitu juga dengan perempuan yang memakai masker itu. Kuperhatikan semua mata mengarah padanya. Dari sorotan mata, aku tak bisa mengenalinya. Siapa dia?

“Bu Santi, dulu saya memang sangat mempercayai kata demi kata yang Lika sampaikan. Bahkan saya sampai di butakan, hingga masuk perangkapnya agar saya membenci Rasti. Tapi tidak untuk kali ini,” ucap Ibu memulai ucapannya. Kami semua terdiam, kulirik Bu Santi, raut wajahnya masih memerah.

“Maafkan saya, tadi saya keceplosan, saya reflek saja ngomong seperti itu,” jawabnya gelagapan. Hatiku masih berdenyut, juga tak percaya kalau Bu Santi bisa ngomong seperti itu.

“Masalah maaf itu gampang, Bu. Tapi saya tetap tidak rela kalau Toni rujuk dengan Lika,” tandas Ibu lantang. Bu Santi tertundu
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina   Bab 76

    “Sekali lagi maafkan Toni, Ma. Hati ini sudah tertutup rapat, semenjak memergoki Lika bersama lelaki lain di penginapan,” ucapan Toni semakin membuat Bu Santi melongo. Seakan tak ada harapan lagi, kalau cucunya akan terlahir tanpa ayah.“Ma, setelah lahiran kita test DNA, kalau postif anak Toni, Toni akan sepenuhnya tanggung jawab. Bahkan akan Toni tempuh untuk hak asuhnya,” ucap Toni lagi. “Tak perlu test DNA! Kalau itu sudah menjadi keputusanmu, semoga kamu tak menyesal Toni memperlakukan anak saya seperti ini,” sungut Bu Santi dengan nada kekecewaan yang sangat mendalam.“Apa maksud Mama?” tanya Toni lagi seakan bingung dengan perkataan mertuanya.“Ingat Toni, kalau ini memang menjadi keputusanmu, sampai kapanpun kamu tak akan pernah ketemu dengan anak dalam kandungan Lika sekarang, tapi Mama tetap yakin kalau itu anakmu, jadi sampai kapanpun kamu tak akan bisa bertemu dengan anakmu,” tegas Bu Santi terdengar lantang. Kemarin waktu di rumah Mbak Juwariah, Bu Santi terlihat sangat

  • Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina   Bab 77

    Tanpa pamit Bu Santi keluar begitu saja dari rumahku. Belum sempat juga aku bertanya ada apa? Entahlah, semoga tidak terjadi apa-apa. Tapi, melihat keterburu-burunya, rasa khawatirnya memang kayaknya ada apa-apa yang terjadi dengan keluarganya. Atau terjadi dengan Lika? Entahlah.“Dasar nggak sopan, pulang nggak pamit,” celetuk Ibu yang merasa tak suka dengan tingkah besannya.“Mungkin ada sesuatu yang penting, Bu. Hingga lupa untuk pamit,” balasku. Entah lupa pamit atau memang nggak mau pamit. Mungkin karena dia jengkel dari tadi di pojokkan terus.Aku masih penaran dengan perempuan berparas cantik yang di panggil Naila oleh Toni. Wajah cantiknya mengingatkanku pada teman lamaku. Ah, sudahlah, mungkin hanya mirip.Kuamati mereka, masih beradu pandang, seakan tak percaya kalau bisa bertemu lagi. seperti itulah kira-kira tatapan adu pandang mereka kalau bisa bicara.“Naila apa kabar?” tanya Toni basa basi terlihat gerogi. Kuamati Naila dia mulai tersadar kalau dari tadi matanya belum b

  • Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina   Bab 78

    Aku lirik Ibu. Ibu dia saja masih dengan gaya Nyonya besarnya. Sedangkan Mas Riko, menyandar empuk di sofa seraya memandang langit-langit. “Kenapa Naila?” tanya Toni lagi, karena Naila hanya diam saja. Seakan bingung mau menjawab.“Naila?” panggil Toni lagi. Naila seakan terperanjat.“Eh, emmm, itu, Mas ...” hanya ucapan seperti itu yang bisa dia sampaikan. Jelas ada sesuatu mendalam ini.“Kamu cemburu?” tanya Toni skakmat, seraya mengangkat satu alisnya. Membuat Naila semakin salah tingkah. Toni ini tidak memikirkan perasaan Naila. Kalau seandainya aku sendiri yang di tanya seperti itu, pasti juga akan malu plus salah tingkah. Aih, tapi lucu juga reaksi mereka. Nggak tahu kenapa, aku jadi senyum-senyum sendiri melihat salah tingkah mereka. “Setelah itu kamu tak ada kabar, aku mencarimu Naila, tapi kamu menghilang bagaikan di telan bumi,” ucap Toni lagi. “Aku sakit, sehingga aku merasa tak pantas untuk mu, Mas. Sehingga aku mengenalkan Lika padamu, melihat kalian semakin dekat, hat

  • Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina   Bab 79

    Setelah mengantar Yuda berangkat ke sekolah, aku mampir dulu ke rumah ibu. Lagian, hari ini jadwal Mas Riko manen sawit. Jadi nggak ada yang nungguin juga di rumah. Bisa santai main ke rumah Ibu.Semakin hari, Ibu semakin welcome denganku. Sudah tak pernah bicara nyelekit lagi. Bersyukur sekali rasanya. Niatku mendatangi rumah ibu, ingin ketemu Toni, karena penasaran dengan Naila. Kepo maksimal kalau kata anak jaman now.Aku melihat ibu sedang sibuk di dapur. Membersihkan meja yang tak begitu kotor. Aku mendekat, ibu tersenyum melihat kedatanganku. “Belum selesai Bu pekerjaanya?” tanyaku basa basi seraya mencium punggung tangannya. “Sudah, kok, cuma bersih-bersih sedikit aja, nggak enak di lihat meja makan berantakan,” jawab Ibu seraya menaruh kain lapnya.“Toni ada bu?” tanyaku.“Ada di kamarnya, tadi malam sedikit hangat badannya, terus bekas aspal yang di siku dan lutut berair lagi,” jawab Ibu. Luka di siku dan lutut memang agak lama keringnya. Karena aku juga pernah mengalami.“

  • Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina   Bab 80

    “Berarti teman tapi mesra gitu, ya?” tanyaku lebih menyelidik. Terlihat dia tersenyum malu. Ibu terlihat mencebirkan mulutnya, melihat wajah merahnya Toni.“Yah, seperti itulah Mbak,” jawabnya.“Dulu kamu berharap dia yang jadi istrimu?” tanyaku lagi lebih menyelidik. Kulihat Toni sedang mengatur nafasnya. Seakan sesak mengingat masa lalu. Mungkin. Kemudian mengangguk pelan.“Tanpa sebab dan pamit dia pergi begitu saja, bahkan keluarganya juga menutupi kepergiannya, entahlah, aku berpikir dia mungkin hanya menganggapku teman biasa saja,” jawab Toni. Aku juga merasakan sesak mendengarnya. “Tapi dia kemarin bilang, kalau dia sakit, hingga merasa tak pantas untukmu, mbak ambil kesimpulan, kalau Naila juga ada perasaan lebih untukmu,” jawabku. Toni dan Ibu terdiam mendengar ucapanku.“Iya, Ton, benar yang di katakan Rasti,” sahut Ibu. Toni menyeringai mendengar kesimpulanku.“Dia masih gadis, sudah bukan level dia lagi aku ini Mbak, Bu. Statusku bentar lagi duda,” jawab Toni seraya terke

  • Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina   Bab 81

    “Kapan kamu mendapatkan ini?” tanya Toni seraya menerima sodoran barang yang di berikan Naila kepadanya. Aku dan Ibu hanya bisa mengamati aksi mereka.“Kemarin sepulang dari rumah Mbak Rasti,” jawabnya, Toni melongo seraya manggut-manggut. Ku amati pandangan mata Naila, tatapan mata itu terlihat sayup, mungkin karena dia sakit. Ah, jadi penasaran dia sakit apa.“Terimakasih,” Jawab Toni. Naila hanya mengangguk.“Sepulang dari rumah Mbak Rasti aku langsung menuju ke rumah orang tua Lika,” ucap Naila dengan nafas yang memburu. Nafas dia seakan kayak habis melakukan pekerjaan berat. Sehingga ngos-ngosan karena capek.‘Naila boleh aku meminta sesuatu?’ tanya Toni waktu itu, aku mencoba mengingat kembali permintaan Toni.‘apa?’ tanya Naila.‘Kalau kamu mau ke rumah Lika, tolong rekamkan percakapan kalian,” seperti itulah permintaan Toni ke Naila. Hanya di jawab senyuman dan anggukkan oleh Naila.‘Bukannya aku tak percaya padamu, tapi untuk bukti saja, karena aku akan menggugat Lika secara

  • Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina   Bab 82

    “Karena aku nggak mau harta mertuaku di kuasai oleh Yuda anak Mas Riko,” sungut Lika, seakan dia nggak terima, di ingatan oleh sahabatnya.“Hanya karena harta?” tanya Naila lagi. Tak ada jawaban dari Lika. Lika terdiam.“Orang tuamu, orang berada Lika, kamu masih mikirkan harta? Aku juga yakin, kalau mertuamu itu, pasti akan adil dalam pembagian hartanya,” ucap Naila lagi.“Semua sudah terlanjur Nai, aku hanya bisa berharap Mas Toni mau menerimaku lagi, agar anak ini lahir dengan keluarga yang utuh, aku nggak mau anak ini lahir tanpa seorang ayah,” jawab Lika. Suaranya memang terdengar sangat menyesal. “Aku juga mengenal suamimu Lika, kayaknya Mas Toni akan berat bisa menerimamu kembali,” jawab Naila. Seakan terdengar sakit hati juga dengan tindakan Lika.“Bantu aku Nai, aku yakin Mas Toni pasti mendengarkan ucapanmu,” pinta Lika ke Naila. “Kenapa kamu diam, Nai? Apa kamu nggak mau membantuku? Apa kamu juga masih berharap dengan Mas Toni?” tanya Lika bertubi-tubi karena Naila hanya

  • Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina   Bab 83

    “Ya Allah, Nduk, pucat sekali kamu!!!” teriak Mamanya Naila, saat anaknya baru saja sampai rumah. “Nggak apa-apa, Ma. Kan memang setiap hari seperti ini,” jawab Naila menenangkan ibunya. Nenek Naila juga ikut keluar dari kamarnya, mungkin mendengar suara anak dan cucunya.“Ya Alalh, cah Ayu, sudah di minum obatnya?” Neneknya pun juga seakan cemas. Beruntung sekali Naila berada di tengah-tengah keluarga yang menyayanginya.“Sudah, Nek. Nenek tenang aja, ya, kan memang setiap hari seperti ini,” jawab Naila sangat lembut.“Makasih ya Nak, sudah ngantar cucu saya pulang,” ucap Nenek Naila kepada ku. “Sama-sama, Nek,” balasku dengan senyum termanis. “Kalau boleh tahu siapa namanya?” tanya Mama Naila. Dengan cepat aku mengulurkan tangan kananku. Di sambut ramah oleh Mamanya Naila.“Rasti, Bu,” jawabku. “Laila,” sahut Mamanya Naila, yang wajahnya sebelas dua belas dengan anaknya. Cantik versi tua. Mungkin besok tuanya Naila akan seperti Mamanya ini wajahnya. “Tadi ngantar ke sini pakai

Bab terbaru

  • Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina   Bab 115

    Pagi ini Lika berkemas. Menyusun baju-bajunya di koper. Di bantu oleh anak-anak panti yang sudah besar. “Mbak Lika enak ya? punya orang tua, aku juga pengen punya orang tua,” celetuk anak perempuan yang kira-kira umur 12 tahun. Bernama Putri. Membuat Lika tersentuh mendengar omongannya.“Iya,” sahut temannya lagi, yang juga ikut membantu Lika berkemas. Menyadarkan Lika, betapa beruntungnya dia. tapi, dia selama ini tidak mensyukuri itu. Selalu iri dengan kehidupan orang lain. Selalu iri dengan kehidupan Mbak Rasti dulu itu. “Kalian juga beruntung bisa tinggal di panti ini. Jangan merasa nggak punya orang tua. Bu Lexa itukan orang tua kalian,” sahut Lika menanggapi omongan anak-anak panti itu.“Owh, iya, Bu Lexa kan ibu kita,” sahut anak yang lainnya. Putri tersenyum.“Iya, Maksudnya, enak gitu jadi Mbak Lika, orang tuanya masih komplit,” jelas Putri. Membuat Lika sesak saja mendengarnya.“Udah, kalian juga sangat beruntung mempunya orang tua kayak Bu Lexa. Ini semua sudah takdir, ma

  • Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina   Bab 114

    “Dari mana,Le?” tanya ibunya saat melihat Malik masuk ke dalam kamarnya. Malik tersenyum memandang ibunya.“Main sama temen, Bu. Maaf, ya, seharian ini, Ibu Malik tinggal,” jawab Malik seraya meminta maaf, karena dia merasa nggak enak dengan ibunya.“Nggak apa-apa, Le, kamu juga butuh jalan-jalan. Nggak berkutat di rumah aja, nungguin Ibu,” sahut ibunya. Malik tersenyum lagi, karena hanya ibu dan Mahira yang dia punya. Saudara banyak, tapi jarang sekali komunikasi. Jadi terputus pelan-pelan. “Malik senang di rumah sama ibu,” sahut Malik, kemudian merebahkan badannya di sebelah ibunya. Kemudian tangan ibunya mengelus rambut Malik. Karena Malik sangat senang jika ibunya melakukan itu. Ke dua tangan ibu Malik masih berfungsi, itupun dengan gerakkan lambat. Kalau kakinya sudah tidak berfungsi lagi. “Kamu kok, sedih, Le?” tanya ibunya saat melihat wajah anak sulungnya itu murung. Tanpa bisa di tahan, beningan kristal meleleh dari sudut matanya.“Lah, kok, malah nangis? Cerita sama ibu a

  • Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina   Bab 113

    “Lika,” sapa Tante Lexa saat membukakan pintu untuk Lika. Lika cepat-cepat menyeka air atanya yang masih terus mengalir. “Tante,” sahut Lika masih terus menyeka air matanya, yang nggak bisa berhenti. Malik sudah pulang. Saat pintu rumah Tante Lexa di buka, Malik langsung memutar mobilnya dan keluar meninggalkan halaman rumah Tante Lexa. “Masuk dulu!” perintah Tante Lexa, seraya menarik tangan Lika menuju ke kursi. Lika nggak enak hati dengan Tante Lexa, karena menangis. ‘Pliis Lika jangan nangis, nanti membuat Tante Lexa bingung dan cemas,’ lirih Lika dalam hati. Dia pikir Tante Lexa nggak tahu sebab dia menangis.“Kenapa menangis?” tanya Tante Lexa memancing reaksi Lika. Lika memaksakan senyum dan masih terus meyeka air matanya.“Nggak apa-apa, Tante,” sahut Lika asal, dengan suara serak dan sesak. Tante Lexa mendesah, kemudian ikut membantu mengusap air mata Lika. Karena Lika sudah di anggap anak olehnya.“Cerita sama Tante! Siapa tahu Tante bisa membantumu,” ucap Tante Lexa. Mata

  • Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina   Bab 112

    “Hah? Juwariah hamil anak Tirta?” sahut Mas Riko saat aku memberi kabar tentang gosip ini. Ya, sepulang dari warung Mak Rida, aku langsung mencari-cari Mas Riko. Ternyata dia lagi membakar sampah di belakang rumah.“Jangan kenceng-kenceng, Mas, nanti di dengar tetangga,” jawabku sambil celingak celinguk. Dia juga ikutan celingak celinguk.“Paling juga semua orang sudah dengar, kita ini belakangan dengarnya,” sahut Mas Riko. Ah, mungkin seperti itu.“Mungkin, Mas. Tapi kenapa Mbak Juwariah ngenalin Tirta ke Lika? Sampai nginap-nginap di penginapan lagi,” tanyaku. Dia menghentikan pembakaran sampahnya. Beranjak dan mencari tempat teduh di bawah pohon sawit, yang sudah di siapkan kursi kayu, untuk tempat bersantai.“Iya, ya? Harusnya kan cemburu ya?” tanya Mas Riko balik. Sama-sama tak tahu jawaban pastinya. Yang tahu hanyalah Mbak Juwariah. Apa maksudnya?“Kalau menurutku, memang sengaja, mau menghancurkan rumah tangga Lika dan Toni. Dengan Tirta sebagai pancingan, agar Lika nurut denga

  • Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina   Bab 111

    [Owh jadi mereka kakak beradik, donatur panti Bu Lexa, orang-orang baik, ya] sahut mamanya Lika.[Alhamdulillah, Lika di sini berteman dengan orang-orang baik dan tulus, Bu. Nggak usah khawatir. Saya juga kenal betuk siapa Malik dan Mahira. Sekarang aja ini Lika lagi keluar sama Malik. Katanya untuk pertemuan yang terakhir. Mumpung Lika masih di sini. Dan ternyata benar, kalian sudah di Jogja dan besok akan menjemput Lika,] jelas Bu Lexa panjang.[Lagi keluar sama Malik?] tanya mamanya Likas seraya mengerutkan kening.[Santai, Bu. Saya percama sama Malik seratus persen. Dia anaknya baik, nggak akan neko-neko sama Lika. Lagian Lika sama Malik itu temenan dari SMP] Jelas Bu Lexa lagi, untuk menenangkan hati orang tua Lika.[Owh, saya percaya dengan Bu Lexa. Kalau Bu Lexa yakin kalau Malik itu baik, berarti dia memang baik,] jawab mamanya Lika. Bu Lexa tersenyum.[Yasudah, Bu. sampai sini dulu obrolannya. Insyaallah kami besok ke rumah Bu Lexa,] ucap mamanya Lika lagi, ingin pamit memati

  • Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina   Bab 110

    “Lika nomornya, kok, aktif, ya?” tanya Pak Samsul kepada istrinya. “Paling ngedrop hapenya,” jawab istrinya santai. Pak Samsul kemudian duduk di kursi. Tak berselang lama, istrinya menghampiri seraya membawakan secangkir Kopi manis. “Ini kopinya, Pa!” ucap istrinya seraya meletakkan di atas meja.“Makasih, Ma,” jawab Pak Samsul. Istrinya tersenyum.“Sama-sama,” jawabnya kemudian duduk. “Nova kemana, Bu?” tanya Pak Samsul kepada ibunya. Kemudian Nenek Rumana juga ikut mendekat dan bergabung bersama anak dan menantunya.“Ke loundrynya,” jawab Nenek Rumana seraya duduk di kursi. Pak Samsul kemudian mengambil kopi yang di buatkan istrinya. Meniupnya pelan dan menyeruputnya.“Alhamdulillah senang melihat Nova sudah bisa mandiri. Udah punya usaha juga,” sahut Pak Samsul setelah meletakkan kopinya di meja.“Iya, Ibu juga senang melihat kemajuan Nova. Cuma dari segi asmara dia kurang beruntung,” jawab Nenek Rumana.“Biarkan, Bu. Nova perempuan baik, insyaallah kalau menikah lagi, juga akan

  • Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina   Bab 109

    “Bu, maafkan Ria!” ucap Ria seraya menunduk. Ya, hari ini Juwariah menemui mertua Rasti lagi. Masih di dampingi oleh Bulek Arum.Ibunya Riko terdiam. Hatinya masih sakit dengan perbuatannya di masa lalu. Masih belum mau memandang wajah Juwariah. Menurut dia, terlalu dalam Juwariah membuat luka. Hingga menyebabkan hancurnya rumah tangga anaknya, karena ide-ide konyolnya.“Bu, tolong maafkan keponakan saya!” ucap Bulek Arum juga angkat bicara. Dia kasihan dengan keponakannya. Mertua Rasti kemudian menatap pandang ke Bulek Arum.“Lidah saya mungkin bisa memaafkan! Tapi, hati saya masih sakit atas kejahatan Ria di masa lalu. Tak semudah itu memaafkan,” sahut mertua Rasti. Membuat bulek Arum mendesah. Ria yang bersangkutan masih menunduk, air matanya berjatuhan. Dia menyadari kalau dirinya memang salah.“Bu, Ria mengaku dan Ria akui kalau Ria memang salah. Ria mau memperbaiki ini semua. Ria mau memperbaiki diri, makanya Ria meminta maaf sama kalian semua,” ucap Ria. Hatinya sudah nggak ter

  • Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina   Bab 108

    “Bulek, Lika emang pacar Malik, ya?” tanya Halim kepada Tante Lexa. Seketika yang di tanya langsung mengerutkan kening. Mengambil toples yang dekat dengannya.“Bulek juga nggak tahu mereka pacaran apa nggak, yang Bulek tahu mereka dekat,” jawab Tante Lexa seraya membukan dan mengambil camilan dalam toplek. Kemudian mengunyahnya.“Owh,” sahut Halim lirih. Pikirannya masih kemana-mana.“Kenapa?” tanya Tante Lexa serara memandang Halim.“Nggak, sih, Bulek. Cuma pengen kenal Lika lebih saja, itupun kelau mereka beneran nggak pacaran, ya! kalau mereka pacaran aku nggak mau merusak hubungan orang,” jawab Halim. Tante Lexa mendesah dia bisa menebak apa yang di pikirkan oleh Halim.“Mereka aja jalan pakae kaos couple gitu, ya, mungkin ada hubungan lebih,” sahut Tante Laxa. Halim terdiam, mengingat kembali mereka menggunakan baju apa. “Iya, juga, ya, Bulek,” ucap Malik. Tante Lexa tersenyum seraya menggelengkan kepala.“Bukannya kamu suka cewek berhijab?” tanya Tante Lexa. Halim tersenyum. Ya

  • Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina   Bab 107

    “Alhamdulillah udah sampai Jogja lagi,” ucap Tante Nova kepada kakaknya. Orang Tua Lika. “Iya, alhamdulillah,” jawab Bu Santi. Adiknya tersenyum, kemudian membantu memasukkan tas yang mereka bawa.Pak Samsul dan Bu Santi menyalamani ibunya. Nenek Rumana. Kemudian Nenek Rumana mengusap kepala mereka dengan penuh kasih sayang.“Sehat, Bu?” tanya Pak Samsul kepada ibunya. “Alhamdulillah sehat,” jawab Nenek Rumana.“Alhamdulillah,” sahut Pak Samsul. Kemudian mereka duduk di kursi. Tante Nova menyiapkan teh untuk kakak kandung dan iparnya.“Kalian udah yakin mau menjemput Lika?” tanya Nenek Rumana. Pak Samsul mendesah.“Yakin, Bu. saya juga nggak mau lama-lama menghukum Lika. Kata Bu Lexa dia juga sudah banyak berubah,” jawab Pak Samsul. Terdengar suara dia yang lelah, karena perjalanan jauh.“Iya, Bu. Biar dia bisa segera kerja lagi. Terlalu lama dia menganggur, takutnya ilmunya pada ilang,” sahut mamanya Lika. Nenek Rumana mendesah. “Iya, kasihan ilmunya mubadzir terlalu lama di anggu

DMCA.com Protection Status