Shiza menangkup wajahnya dengan ke dua tangannya. Ia menangis. Entah apa alasan yang membuatnya menangis. Apakah sedih karena Aqsa dipukuli ataukah sedih karena Adam bisa bersikap setega itu. Mungkin keduanya.“Za, kamu kenapa?”Aqsa heran melihat sikap adiknya yang terasa berlebihan. Seharusnya yang menangis Aqsa yang teraniaya.“Nggak, Mas,” jawabnya dengan bahu yang berguncang. Tak pandai berbohong, body language Shiza menunjukan bahwa ia bersedih bukan karena sang kakak melainkan karena sesuatu yang tak dipahami. Hanya ia sendiri yang mengerti perasaannya saat ini. Memang urusan hati itu sangat rumit. Lebih rumit ketimbang soal geometri.“Iya, Shiza, kamu kok yang nangis? Harusnya Masmu yang nangis kesakitan. Lah ini kamu,” ucap Rakha melirik padanya.Shiza buru-buru menyeka air matanya dan mendongak melihat langit-langit.“Kelilipan, perih, apa sih debu main masuk aja ke mata,” gumam Shiza membuat Rakha menatapnya heran.Sungguh tak masuk akal air mata yang mengalir deras disebab
Read more