Assalamualaikum, dear pembaca, syukron yang udah meluangkan waktu baca kisah tentang Selina, makasih banget supportnya, semoga Allah membalas kebaikan semua. Amin. Happy weekend n jangan lupa sarapan dan bahagia
Di tempat yang berbeda Adam mengabaikan ponselnya yang sedari tadi berbunyi. Sejak siang tadi Aqsa meneleponnya. Aqsa pun kembali meneleponnya saat sore hari tepat pengajian syukuran Adam selesai. Seperti halnya tadi dia tak berniat mengangkatnya melainkan langsung mematikan panggilannya dengan kesal. Tak peduli Aqsa akan marah atau tidak.“Kok gak diangkat Aa?” tanya Winda yang berada di sampingnya. Dia tentu penasaran melihatnya mematikan telepon dari seseorang. Apakah Adam tak ingin terusik oleh temannya itu karena sedang berjalan bersamanya. Winda menahan senyum. Pikirannya terlalu jauh, sangat jauh hingga ke kutub utara. Namun dia menikmati pikirannya itu. Berfantasi dengan pria yang berhasil membuatnya berdebar-debar.Adam mengantar Winda ke tempat prasmanan jamaah perempuan. Adam berusaha bersikap santai melihat Winda yang terlihat caper padanya. Dia hanya merasa iba saja, kenapa Winda sampai bisa salah masuk antrian. Apakah dia mengalami gangguan penglihatan? Seperti katarak
Acara syukuran dan pengajian berlangsung lancar hari itu meskipun Ustaz Bashor sedikit terganggu oleh hadirnya jamaah yang melontarkan pertanyaan secara tidak langsung tentang Selina. Dia bersyukur bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dengan baik. Tidak berdusta tetapi menjelaskan dengan cara yang bijak dan tetap menjaga nama baik keluarga dan pesantren.Acara selesai sampai menjelang magrib. Beberapa jamaah yang merupakan orang tua santri seringkali meluangkan waktu mereka yang cukup singkat itu untuk meluapkan rasa rindu mereka pada putra-putri mereka. Ustaz Bashor pun dengan bijak memberi mereka waktu karena dia sendiri sebagai orang tua bisa merasakan apa yang mereka rasakan.Rindu adalah penyakit dan bertemu adalah obatnya.Dua teman Selina masih berada di sana. Mereka masih betah berada di lingkungan pesantren. Terlepas dari kepentingan masing-masing. Mereka juga tak sungkan membantu Selina, membereskan bekas acara meskipun sebetulnya ada pihak panitia yang tak lain berasal
Saat istirahat makan siang, Selina pergi ke cafetaria sekolah sendirian. Biasanya ia pergi ke ke sana bersama Zahrana. Namun semenjak kepergiannya ke Bandung Zahrana belum menampakan batang hidungnya di sekolah.Mungkin ia masih ijin cuti, pikirnya. Ia berusaha mengabaikan kejadian waktu itu tetapi ternyata sukar. Ia masih mengingat bagaimana Aqsa tersenyum pada Zahrana sewaktu dinner di restoran. Rasa cemburu hinggap di hatinya tanpa harap.Cemburu pada yang semu.Namun saat yang sama ia juga teringat seseorang. Selina hampir jatuh dari tangga jika seorang lelaki bertubuh tinggi tegap dan bermata elang tak menolongnya.Siapakah lelaki itu?Tanpa sadar, beberapa kali ia berpapasan dengan lelaki itu. Beberapa barang miliknya terbawa olehnya.Masih ingatkah goodie bag yang tertukar?Atau syal putih yang jatuh lalu terinjak olehnya?Lelaki yang sama tentunya, yang ternyata tunangan dr Areeta.‘Ah, itu tak penting,’ batinnya menepisnya.Selina memesan teh manis hangat dan mie bakso untuk
Sementara itu Adam disibukan kembali dengan urusan toko lampu hias. Hari itu setelah mengecek toko yang berada di beberapa titik sekitar Cianjur, ia langsung pergi ke Cisarua. Tujuannya tentu untuk menemui Aqsa.Sayang, Aqsa tak ada di rumah, ia masih berada di kantornya. Dengan emosi yang sudah mendidih di ubun-ubun kepalanya, ia menemui Aqsa.Nekad. Adam menyusul Aqsa ke kantor.Entah apa yang tengah berkecamuk di pikirannya. Ia sangat ingin memberinya pelajaran.Adam langsung menerobos pintu lift hendak naik ke lantai dua di mana Aqsa berada. Beberapa karyawan telah mengingatkannya bahwa Aqsa sedang sibuk karena kedatangan tamu. Namun Adam sudah dibutakan oleh emosi, ia abaikan peringatan mereka.“Hei, itu orang gak sopan banget! Udah dibilangin jangan masuk,” ucap salah satu karyawan.“Biarin aja, nanti dia pasti kena marah Pak Aqsa langsung,” sahut yang lainnya.“Gimana sih! Kita yang bakalan kena omel bukan orang itu. Apa kita panggil security?”“Tenang aja aku udah telepon ke as
Shiza menangkup wajahnya dengan ke dua tangannya. Ia menangis. Entah apa alasan yang membuatnya menangis. Apakah sedih karena Aqsa dipukuli ataukah sedih karena Adam bisa bersikap setega itu. Mungkin keduanya.“Za, kamu kenapa?”Aqsa heran melihat sikap adiknya yang terasa berlebihan. Seharusnya yang menangis Aqsa yang teraniaya.“Nggak, Mas,” jawabnya dengan bahu yang berguncang. Tak pandai berbohong, body language Shiza menunjukan bahwa ia bersedih bukan karena sang kakak melainkan karena sesuatu yang tak dipahami. Hanya ia sendiri yang mengerti perasaannya saat ini. Memang urusan hati itu sangat rumit. Lebih rumit ketimbang soal geometri.“Iya, Shiza, kamu kok yang nangis? Harusnya Masmu yang nangis kesakitan. Lah ini kamu,” ucap Rakha melirik padanya.Shiza buru-buru menyeka air matanya dan mendongak melihat langit-langit.“Kelilipan, perih, apa sih debu main masuk aja ke mata,” gumam Shiza membuat Rakha menatapnya heran.Sungguh tak masuk akal air mata yang mengalir deras disebab
“Mau aku antar ke dokter?” tawar Nisa.Adam hanya menggeleng pelan. Ia lalu berusaha berdiri sekuat tenaga tetapi karena merasakan sekujur tubuhnya sakit, ia malah terjatuh. Spontan Nisa membantu Adam berdiri hingga ia bisa bertumpu pada pegangan besi. Lalu ia beringsut menjauh dari Adam sembari mengeluarkan air mineral dan satu strip obat anti nyeri yang selalu ia bawa.“Minumlah!”Nisa menyodorkan air dan obat itu ke tangan Adam. Adam malah memandang Nisa dengan lekat.Apakah ia jodohnya? Batin Adam berbisik seperti itu.Mengapa dipertemukan dalam kondisi yang kurang menguntungkan baginya. Namun ia rela andaikata dihajar terus security itu apabila ia bisa bertemu dengan bidadari bercadar itu setiap hari.Merasa Adam memperhatikannya, Nisa memalingkan wajahnya. Nisa sadar Adam tengah memperhatikannya.“Aku pamit pergi,” katanya sembari melangkahkan kakinya meninggalkan Adam. Adam mendengus kesal karena ia belum sempat menanyakan siapa nama gadis itu dan mengucapkan terima kasih. Ia
Selina menjinjing sepatu pantofelnya dan berjalan mengendap-endap seperti seorang maling yang takut ketahuan. Ya, ia sangat takut berhadapan dengan umminya. Sadar diri, ia telah melakukan kesalahan dengan mendatangi Shiza. Umminya akan segera mencecarnya dengan berbagai pertanyaan interogasi ala detektif swasta. Selina berjalan lewat pintu belakang. Ia merasa lega karena rumah kosong sepertinya abah dan umminya tak ada di rumah. Selina menarik knop pintu kamarnya dan merangsek masuk. Usai rapat yang amat melelahkan membuatnya ingin segera meloncat ke atas kasur. Punggungnya terasa sakit akibat duduk lama saat rapat berlangsung di sekolah. Ia menaruh sepatunya ke dalam walk in closet di mana di dalamnya terdapat bufet kaca khusus tempat menaruh pakaian dan sepatu. Sebelumnya tak ada walk in closet di kamarnya hanya saja karena merasa pakaian dan barang-barangnya terlalu banyak, ia meminta dibuatkan walk in closet yang menampung semua koleksi barang pribadinya. “Jatoh eh jatoh,” Sel
Ummi Sarah terlihat sedang mencari jawaban atas pertanyaan Selina, menebak-nebaknya. “Um, jujur, Ummi gak tahu Nak,” singkat Ummi Sarah. Benar apa kata Selina, mengapa secepat itu dr. Mahendra membatalkannya? “Ummi, apakah dr. Andra tak sabar ingin segera menikah begitukah?” tanya Selina yang masih dibayangi penasaran. “Ada banyak kemungkinan,” Ummi Sarah mengedikkan bahunya. Ia tampak kecewa sekali. Yup, benar. Ummi Sarah yang kelihatan kecewa. Sebenarnya Ummi Sarah mengkhawatirkan nasib takdir cinta Selina. Ia berpikir penyebab batal taaruf ialah karena nasab seperti halnya keluarga Aqsa. Mungkin mereka malu kelak saat ijab qabul terjadi ternyata menantunya tidak dinikahkan oleh Ustaz Bashor di mana semua orang mengira beliau lah ayahnya. Kabar Mahendra membatalkan proses taaruf sudah sampai di telinga Hawa dan Fadel. “Serius Yang?” tanya Fadel tak percaya. Ia menutup koran yang ia baca lalu dilipat dan ditaruh di atas meja. Ia beringsut duduk di dekat sang istri di sofa panj
Sebulan kemudian Hari paling bahagia telah tiba. Pernikahan Dave dan Selina berlangsung meriah, dilaksanakan di sebuah resort milik Meliani di mana memiliki konsep nature atau alam. Selina sangat menyukai pemandangan alam sehingga dia memilih mengadakan acara walimah dan resepsi di ruangan outdoor atau terbuka. Ada banyak pepohonan pinus yang rimbun dan hijau. Dekorasi didominasi warna putih dengan aneka bunga mawar warna-warni di mana-mana. Sebuah lantunan sholawat syahdu dan merdu terdengar. Acara ijab qabul dilaksanakan terpisah. Hanya dihadiri oleh penghulu, calon mempelai lelaki Davendra Diraya,wali Selina yang tak lain Rayyan Sanjaya, saksi yaitu Ustaz Bashor dan Adam serta kerabat. “Qobiltu Nikahaha Wa Tazwijaha Hafla Selina Almaqhvira binti Rayyan Sanjaya Alal Mahril wa madzkuur ala radhiitu bihi wallahu waliyyu taufiq,” Dave mengucapkan kalimat ijab kabul dalam bahasa Arab dengan lantang. Dia mengucapkan puji syukur karena lancar membaca ijab qabul. Terlihat dia begitu bah
Selina memasukkan surat tersebut ke dalam amplopnya lagi. Selepas sekolah dia meremas surat tersebut lalu membuangnya ke tempat sampah. Tidak ada waktu meladeninya.Jika Selina mau membuktikan foto tersebut dia hanya perlu meminta bantuan Dave dan Arman. Dave akan menjelaskan soal foto-foto tersebut dengan lebih gamlang. Mungkin di resort milik ibunya Dave ada CCTV yang akan menampilkan sosok orang yang diam-diam menguntitnya dan mencuri foto dirinya dengan angle yang menyudutkan posisi Selina.Adapun Arman akan menjelaskan soal foto dirinya saat keluar dari dokter kandungan. Selina hanya mengantar Nunik Nirmala dan Arman mengetahui hal tersebut.Selina merasa tidak terima perlakuan Ummi Sarah yang seolah meragukannya. Hatinya perih saat diinterogasi olehnya. Jalan yang terbaik adalah Selina ingin keluar dari kehidupan ke dua orang tua asuhnya dan menjalani kehidupannya sendiri. Dia tak ingin menjadi beban keluarga apalagi mereka adalah keluarga agamis.Sudah beberapa hari Selina tin
“Tentu saja Dokter. Saya akan memberi restu. Andra sudah menceritakan segalanya. Saya ingin Anda menjaganya dan menyayanginya dengan tulus. Saya merasa menyesal karena terlambat mengetahuinya. Nasi sudah menjadi bubur. Mungkin ini hukuman dunia bagi saya karena telah menyia-nyiakan orang yang mencintai saya dengan tulus,”Rayyan menunduk lesu.“Sabar ya Pak Rayyan, Anda sudah bertindak benar. Menyadari kesalahan dan ingin memperbaikinya. Yang terpenting sudah berusaha.”“Kamu masih muda, terlihat dewasa cara berpikirnya,”Dave menaikkan alisnya sebelah. “Masih muda? Yang benar saja Pak. Saya sudah kepala tiga,”Beberapa orang sering mengatakan hal serupa.“Serius?”“Iya, covernya saja terlihat dua puluh,”Akhirnya ke dua pemuda tampan yang berbeda usia tersebut tertawa bersama untuk pertama kalinya. Mereka berjalan beriringan keluar dari lobi apartemen sembari terus berbincang.“Ngomong-ngomong, apa hubungan Pak Rayyan dengan Andra?”“Andra anak teman saya, Darius. Saya, Darius dan Di
Mahendra mengunjungi Dave di apartemennya. Dia ingin mempertemukan seseorang padanya.“Seseorang ingin bertemu denganmu,” ucap Mahendra merangkul pundak sahabatnya.“Siapa? Sejak kapan kamu bikin penasaran,”“Ayah kandung Selina,” bisik Mahendra ke telinga Dave. Dave terkejut sekali mendengar perkataan temannya. “Bela-belain langsung terbang dari Singapura. Padahal kakinya masih sakit akibat kecelakaan.”“Jangan bercanda, Andra!”Dave tertawa renyah.“Kalian bisa mengobrol empat mata,”“Baiklah,”Dave melirik sekilas pada lelaki paruh baya yang sangat tampan di belakang Mahendra. Dia berjalan dengan langkah lamban seperti tengah kesakitan. Dave mengulurkan tangannya terlebih dahulu padanya dan memperkenalkan diri.“Saya Davendra Diraya. Biasa dipanggil Dave,” ucap Dave dengan menampilkan senyum terbaiknya.“Saya Rayyan Sanjaya,” ucapnya dengan penuh wibawa.Dave seketika tertegun melihat penampilan Rayyan dan cara bicaranya. Dia bukan lelaki biasa. Dari penampilannya saja terlihat ber
Dave merasa bersalah karena telah membuat Selina menunggu kabar darinya. Mendadak, dia memiliki urusan penting di mana dia harus menangani pasien yang ternyata salah satu karyawan sang ibu-yang tengah berusaha mengakhiri hidupnya akibat depresi dengan meloncat dari rooftop gedung. Dengan kemampuannya Dave berhasil membujuk karyawan tersebut untuk mengurungkan niatnya. Padahal masalahnya sepele. Lelaki yang baru berusia dua puluh lima tahun itu baru saja memergoki kekasihnya selingkuh.Setelah semua masalahnya usai, Dave langsung memencet nomor Selina. Namun Selina tidak mengangkat teleponnya sebab dia tidak mengaktifkannya.‘Pasti my Selin marah,’ gumamnya.Tak menyerah, kali ini Dave benar-benar nekad. Dia mengirim voice note.[Assalamualaikum Sel, maaf aku baru bisa menghubungimu sebab ada urusan yang harus aku selesaikan.Sel, maaf, aku tak bisa bertemu apalagi berbincang denganmu langsung. Suatu hal yang sulit sebab aku tahu kamu begitu menjaga jarak dengan lawan jenis. Maaf, aku
“Ummi, ada lagi yang bisa saya bantu?” tanya Rois.“Tidak ada, makasih Kang! Tolong jangan sampe bocor ya!” Sekali lagi Ummi Sarah menegaskan. Dia masih tidak percaya dengan foto-foto yang menampilkan wajah putri cantiknya.“Iya, Ummi, tenang aja. Seperti yang Ustaz katakan, jika kita menutup aib orang lain kelak di akhirat Allah akan menutup aib kita, Ummi,” ucapnya dengan begitu sopan.“Masyaallah, betul Kang,”Ummi Sarah kagum dengan respon Rois tersebut. Sempat terpikir ingin menjodohkan Selina dengan pemuda itu tetapi usianya jauh di bawah Selina.Selepas ashar, Ummi Sarah langsung menghampiri Selina yang baru saja pulang mengajar. Selina terlihat sudah mandi dan tengah duduk seperti biasa di meja belajar sembari memainkan kelopak bunga mawar warna-warni dalam vas bunga kaca.“Ummi boleh masuk?” ujar Ummi Sarah di ambang pintu kamarnya.“Ya,” jawab Selina singkat.“Ummi ingin bicara denganmu,”“Ya, bicaralah!” “Ummi percaya padamu. Tapi Ummi hanya ingin kamu menjelaskan soal fo
Ummi Sarah menarik nafas dalam setelah melihat foto-foto Selina yang dia peroleh dari tangan Ceu Sari. Dilihatnya lekat-lekat foto tersebut satu per satu. Betul memang foto tersebut foto-foto Selina. Namun lelaki yang bersamanya tidak terlihat wajahnya. Hanya terlihat saja tubuhnya yang menjulang tinggi.“Bagaimana Ummi? Foto itu fitnah bukan?” seru wanita yang melempar foto tersebut ke arahnya. Lalu dia pergi meninggalkan kerumunan.“Sepertinya telah terjadi kesalahpahaman. Silahkan bubar kalian semua!” seru Ummi Sarah pasrah pada para orang tua santri. Mereka tidak bisa diajak kompromi lagi terlebih adanya foto-foto tersebut yang semakin membuat spekulasi yang di luar kendali. Ummi Sarah langsung melambaikan tangannya pada Rois, menyuruhnya untuk membubarkan mereka setelah membawa anak mereka.Beberapa anak menolak dijemput oleh ke dua orang tua mereka. Bahkan ada yang sampai menangis tak ingin pulang karena sudah betah tinggal di pesantren. Mereka berlarian pada Ummi Sarah, mencium
“Ceu, Ummi mau mendatangi mereka saja,” ucap Ummi Sarah seraya merapikan kerudungnya. Perlahan, Ummi Sarah menggerakan tangannya untuk menarik knop pintu rumah. Saat pintu terbuka tampaklah pemandangan para orang tua murid santri kelas tsanawiyah atau setingkat SMP tengah berkerumun di halaman rumah. Mereka langsung mendelik pada pintu dan menatap Ummi Sarah dengan tatapan yang tajam. “Ummi, saya mau mencabut anak saya dari pondok. Namanya Syamsul Hamid,” seru salah satu ayah santri. “Saya juga mau menjemput anak saya, Putri Annisa Lavina,” “Sebentar, sebentar, mohon maaf Ayah dan Bunda. Mari masuk terlebih dahulu. Kita bicara di dalam,” tawar Ummi Sarah bersikap sopan. Yang benar saja, mereka mengobrol masih di halaman itu pun dalam keadaan berdiri. “Tidak! Kami tidak sudi masuk ke rumah Anda, Ummi,” pekik salah satu orang tua murid yang lain. “Iya, jangan banyak basa-basi! Sudahlah jangan munafik kalau jadi orang! Saya sebagai orang tua murid sangat kecewa pada Ummi dan Ustaz
Sambungan telepon dari Davendra Diraya kembali terdengar di telinga Selina. Gegas, Selina menyambar ponselnya dengan kecepatan sepersekian detik. Terlihat sangat bersemangat. Tanpa ba-bi-bu Dave berucap salam lalu mengatakan maksud pembicaraannya yang tertunda.[Aku hanya ingin mengatakan bahwa aku … suka sama kamu, Sel! Aku jatuh cinta padamu. Aku ingin melamarmu,] ucap Dave dengan serius.[Apa?]Selina yang mendengar perkataan Dave via telepon benar-benar terkejut. Tak percaya jika memang dokter yang menjelma guardian angel yang selalu menolongnya tersebut menyatakan cinta padanya. Dia mengipasi wajahnya yang bersemu merah beberapa kali.[Maukah kamu menerima cintaku? Kamu tidak perlu menjawab sekarang. Aku bersedia menunggu. Jika kamu bersedia, aku akan merasa menjadi seorang lelaki yang paling beruntung di dunia ini. Aku akan melamarmu langsung pada Abahmu, kalau perlu hari ini juga,] katanya begitu bersemangat.[Um … ][Baiklah, kamu pasti syok aku menembakmu melalui sambungan te