Beranda / Romansa / Istri Super Jorok / Bab 71 - Bab 80

Semua Bab Istri Super Jorok: Bab 71 - Bab 80

89 Bab

Tulus

"Maaf, maaf sekali, Mas. Kemaren saya mendadak pulang, istri saya melahirkan, maafkan saya." Dia membungkuk beberapa kali. Mengungkapkan perasaan bersalah.Bagiku itu tak penting lagi, aku bergegas membangunkan Marni. Wanita itu membuka matanya."Sudah pagi?" Kulihat bibirnya yang kering bergerak."Hampir, ayo bangun! Pria kemaren muncul. Akhirnya kita dijemput kembali. Kita harus meninggalkan pulau ini."Marni langsung bangkit, kupegang tangannya. Membimbingnya mendekati perahu. Dia agak sempoyongan, entah karena faktor bangun tidur atau malah kelaparan."Ayo naik!"Kubantu Marni naik ke perahu. Mengambil tempat duduk yang nyaman. "Kau punya air?""Ada, Mas. Ada roti juga, semalaman saya tak tidur memikirkan Mas, tapi saya tak bisa meninggalkan rumah sakit. Saat saya telpon teman, semua tak bisa berlayar, karena hujan dan ombak yang tinggi."Aku tak mengubris, kuambil air mineral yang masih berada dalam kardus, serta dua buah roti yang berada di samping kardus air mineral."Makanlah
Baca selengkapnya

Katanya Mau Memandikan

POV AntoTak butuh lama bagi kami untuk pulang ke rumah. Sesampai di rumah, Marni langsung menuju kamar. Selama di perjalanan, dia menguap-nguap beberapa kali. Bahkan sempat tertidur sejenak.Liburan kali ini memang unik, seperti di film-film. Terdampar di pulau tak penghuni dan merasakan lapar dan haus, adalah pengalaman yang amat buruk sekaligus mengesankan. Seumur hidup, aku tak pernah menduga hal seperti itu akan menimpaku."Hei, mandi dulu." Kusentuh lengannya. Saat ini sudah jam sembilan malam. Seperti biasa, sesampai di kamar Marni lamgsung merebahkan badannya tanpa aba-aba."Besok saja," sahutnya. Marni yang sekarang, jika tak diingatkan untuk mandi, dia bisa lupa. Aku harus bersikap menjadi mesin pengingat baginya."Aku akan panaskan air. Sebelum tidur harus mandi dan gosok gigi dulu. Tubuh kita pasti membawa debu jalan." "Aku lelah." Dia malah memperbaiki posisi tidurnya, mencari posisi yang nyaman.Marni menggeliat kecil. Matanya masih terpejam."Mandi sendiri, atau dimand
Baca selengkapnya

Aku Ingin Pulang Kampung

"Anak ke berapa, Mas?" tanya dia lebih dulu. "Baru pertama, Mas. Nikahnya telat." Aku menjawab dengan senyum. "Mas, anak ke berapa?" "Ini yang ke enam. Kakak dan abangnya ada di rumah.""Wah, ke-enam, ya." Aku mengangguk kagum. Sedangkan Marni, sama dengan istri pria di sampingku, matanya mulai sayu setelah menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi. Kursi antrian ini terletak di lorong yang langsung membelakangi taman, angin sepoi-sepoi yang sejuk di siang hari, memang membuat kondisi udara terasa nyaman. Kami mendapatkan antrian ke dua belas, sedangkan saat ini dokter masih menangani pasien nomor tiga. Masih lama. "Mengantuk?" tanyaku pada Marni. Wanita itu mengangguk."Dan lapar," sahutnya."Ayo kita jalan-jalan, kuyakin rumah sakit sebesar ini memiliki kantin.""Ayo!" Marni ikut bangkit. Duduk menunggu dengan nomor antrian yang masih jauh pasti sangat membosankan. Karena satu pasien rata-rata ditangani selama lima belas menit, artinya butuh waktu beberapa jam untuk mencapai nomo
Baca selengkapnya

Seperti Ayah

POV MarniApa arti Mas Anto bagiku? Dia seperti Ayah, yang selalu melindungi dan mengayomi. Walaupun Mas Anto dan Ayah memiliki sikap yang berbeda, namun bersama dengannya membuatku merasa aman dan nyaman.Dia gambaran seorang laki-laki yang gagah. Tampan tentu saja, dia tinggi dan kuat, tak banyak bicara pada orang yang baru dia kenal, tapi cerewet bila telah dekat.Tak ada cacatnya Mas Anto bagiku saat ini, kecuali bayangan masa lalu tentangnya. Aku tak lagi ingin mengingat terlalu banyak. Aku ingin hidup di duniaku yang sekarang, menjadi istri Mas Anto dan akan menjadi Ibu.Kuusap perutku, dia yang masih kecil yang kulihat di monitor tadi, adalah anakku, anak Mas Anto juga. Aku sempat mengabaikannya, karena belum bisa menerima keadaan yang sekarang.Kusingkap gorden, Mas Anto tengah olahraga di samping rumah. Tubuhnya yang kekar berotot dan berkeringatnya mengkilap kena cahaya matahari pagi. Aku menikmati pemandangan itu sejenak, kami mungkin telah menghabiskan waktu berbulan-bula
Baca selengkapnya

Aku Benci Ingatanku

Tak lama kemudian, Mas Anto telah rapi dengan baju kaus lengan pendek dan celana trainingnya. Rambutnya yang masih basah tersisir rapi, aroma parfum yang telah kuhafal, menguat memenuhi udara di sekitar kami."Sepertinya enak, dijamin bersih, kan?"Ini pertanyaan Mas Anto yang sudah kuhafal di luar kepala. Setiap kali akan memakan masakanku, dia selalu bertanya, apa ini dijamin bersih? Tentu saja, aku sudah hafal apa yang harus kulakukan sebelum memasak. Kata Mas Anto, pastikan tangan dan kuku bersih, wajan dicuci terlebih dulu, bahan-bahannya dicuci dua kali.Ya, aku telah terbiasa memasak seperti yang Mas Anto katakan, walaupun di awal-awal aku sadar dari amnesia, aku sering diprotes dalam segala hal oleh Mas Anto."Tentu saja bersih, Mas.""Bagus, aku tau kau telah memasak dengan cara yang benar. Kau tau tidak? Pertengkaran kita dulu, karena kita memiliki kebiasaan yang berbeda."Aku memajukan kursiku. Aku sangat tertarik mengetahui kehidupan kami sebelum ingatanku hilang."Ceritak
Baca selengkapnya

Apa Ingatanmu Kembali?

POV MarniSetelah semua ingatan buruk itu, aku merasakan sentuhan di bahuku. Aku menoleh, mendapati Mas Anto yang menatapku dengan wajah berkerut. Biasanya aku akan menyambutnya dengan senyum, saat ini bibir terlalu kaku untuk digerakkan saat makian itu masih terngiang di telingaku."Kau baik-baik saja?" tanya Mas Anto. Aku tak baik-baik saja, terasa lelah mencerna semua ingatan buruk yang sama sekali tak kuinginkan. "Aku mau pulang.""Tapi acaranya baru dimulai." Mas Anto berbicara pelan, menghindari orang yang berada di samping kami. Aku tak peduli, pokoknya aku mau pulang."Aku mau pulang.""Marni ....""Aku bisa pulang sendiri, bukankah malam itu bukan Mas yang menyelamatkanku? Ada orang lain yang datang dan mengaku dialah yang membawaku ke pesta itu, Mas saat itu ada di mana? Kenapa tak kulihat keberadaanmu?" Wajah Mas Anto berubah tegang. Dia menarik tanganku menuju sebuah kursi yang agak sepi. Dia menatap penuh selidik."Apa ingatanmu kembali?"Aku menantang matanya, binar e
Baca selengkapnya

Kelicikan Mas Anto

Saat sampai di pintu kamar, Mas Anto menarik bahuku, membuatku menoleh. Tanpa kuduga, pelukan hangat menyambutku. Dekapan ini, bagaikan dekapan Ibu. Dekapan yang seolah-olah mengatakan, bahwa semua baik-baik saja, tak ada yang perlu dirisaukan.Bagaimanapun kasarnya dia padaku di dalam ingatan itu, tetap saja dekapannya adalah tempat ternyaman bagiku. Mas Anto, suamiku yang memiliki banyak misteri."Marni, apa pun yang terjadi, apa pun yang pernah kita lewati, semua itu hanyalah kisah yang telah berlalu, kita hidup untuk masa depan, untuk kebahagiaan dan anak kita."Aku terpaku dalam pelukan Mas Anto, apa yang dia katakan menggetarkan hatiku, ada perasaan hangat yang mengalir di dalam dadaku. "Dulu, kita hanya orang asing yang hanya kebetulan terikat oleh ikatan pernikahan, akan tetapi seiring berjalannya waktu, aku dan kamu adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan. Aku mencintaimu, Marni. Hanya itu yang perlu kau ingat."Aku memejamkan mataku sambil menghirup aroma wangi Mas Anto. In
Baca selengkapnya

Musibah

POV Anto"Pulanglah, Anto! Ayah masuk rumah sakit!"Aku menggenggam HP-ku. Perasaan gundah gulana tengah kurasakan. Ibu tak pernah menelepon jika tak terlalu penting. Pesan tadi, berisi perintah, bukan meminta persetujuan.Aku berulangkali menelepon kembali nomor ibu, namun wanita yang melahirkanku itu tak mengangkat.Akhirnya, aku tak lagi berselera dengan makan siangku, perut terasa kenyang mendadak. Bayangan sang Ayah yang terbaring di rumah sakit mengusikku.Selama ini, ayahnya tak pernah mengeluhkan apa-apa. Dia sehat dan tak merokok. Bahkan ayahku tergolong masih kuat bahkan di usianya yang telah lebih dari tujuh puluh tahun."Ada apa, Anto? Kau tampak gelisah." Tiba-tiba saja Pak Joko datang dan duduk di depanku. Mood-ku semakin buruk, akan tetapi dia juga kawan bicara."Menurut Pak Joko, apakah kita karyawan baru bisa mendapatkan izin cuti?"Pak Joko berpikir sebentar."Kurasa bisa, jika alasannya emergency. Ada apa? Kau mau ke mana?" Pak Joko bertanya penasaran."Saya harus p
Baca selengkapnya

Kehilangan

"Istirahatlah! Kalian pasti lelah." Ibu menata bantal di atas tikar kecil yang diletakkan di atas lantai kamar perawatan Ayah. Aku mengajak Marni untuk duduk di sana. Marni memang terlihat menguap beberapa kali."Kapak Ayah masuk rumah sakit?" tanyaku lagi."Kemaren sore, Ibu kira, dia hanya akan rawat jalan karena ayahmu hanya mengeluh lelah dan berkeringat. Akan tetapi, saat cek darah, gula darahnya sangat tinggi. Dokter menyuruh untuk dirawat sampai gula darahnya stabil, karena akan sangat berbahaya jika tak ditangani secara cepat.""Mungkin kebiasaan Ayah yang selalu minum kopi menjadi pemicunya." Aku menerka-nerka. Ibu mengangguk. Sedangkan Marni tak mampu menahan kelopak matanya, selain lelah, efek obat mabuk kendaraan membuat dia selalu ingin tidur."Bagaimana kabar kalian? Ibu lihat, perut Marni sudah besar, dia juga agak gemuk." "Dia kuat makan.""Bagus, hal itu bisa membuat bayi kalian sehat. Akan tetapi, mulai di usia kandungan delapan bulan, makannya harus direm.""Kenap
Baca selengkapnya

Pemakaman

POV Anto"Diperkirakan, pasien meninggal satu jam yang lalu."Dokter melihat jam tangan yang melingkar di pergelangannya.Raungan Ibu memenuhi kamar perawatan, seiring dengan Dokter yang mencabut alat-alat medis dari tubuh Ayah.Kakiku lunglai, bahkan aku hampir saja terjatuh kalau Marni tidak menyambutku, kami terduduk berdua, Marni mendekap kepalaku ke pangkuannya. Sangat sakit rasanya kehilangan orang yang amat kita cintai.Ibu masih terisak-isak sambil memanggil Ayah yang sudah terbujur kaku. Dia pasti amat terpukul, selain suami, Ayah juga sahabat yang baik bagi Ibu.Kini, kami telah kehilangan sandaran dan tumpuan. Ayah telah pergi, untuk selamanya. Sebuah kenyataan yang harus kami terima walau menyakitkan."Ayah sudah tak ada, Marni," keluhku dengan suara serak. Aku merasa begitu kecil saat ini, butuh tempat bersandar dan perlindungan. Kurasakan sentuhan lembut di rambutku. Jemari Marni berada di atas kepalaku."Sabar, Mas. Ayah sudah tenang, beliau orang baik, pasti akan mendap
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
456789
DMCA.com Protection Status