Rey mengutak-atik ponselnya, lantas memperlihatkan sebuah foto. Di sana, terpampang tiga pria berbeda generasi, berdiri di depan sebuah lukisan. Aku mengernyit saat menatap foto itu. "Ini adalah aku, Ayah, dan juga Pak Cahya Handoko. Aku paham sedari awal, kamu pasti curiga sama aku, 'kan? Seandainya kemarin kamu bilang, kamu gak usah pergi jauh-jauh ke Jakarta," tukasnya sembari memasukan ponsel ke saku celananya. Ada rasa malu juga bersalah di sana. Aku enggan menanggapi, hanya menunduk, menatap lantai dengan pikiran serba salah. "Soal Nyonya Besar, aku kurang tau. Cuma, kalo tidak salah Megan punya Nenek dari pihak ibu yang sering dia panggil Oma. Pernah aku minta ketemu, tapi Megan bilang tidak sembarang orang bisa bertemu dengan omanya." Jangan-jangan, wanita itu yang disebut Nyonya Besar oleh Kang Budi. Aku langsung menanyakan jadwal pekerjaan Rey hari ini. Untung saja pria itu bilang sedang longgar. Untuk memanfaatkan waktu, aku memintanya untuk mengantar ke Rumah Sakit Jiw
Baca selengkapnya