Share

Rahasia Bapak

Penulis: Dini Lisdianti
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

[Kamu masih di rumah sakit? Mau aku temenin? Aku ada pemotretan di Braga barusan, ini baru selesai]

Sebuah notif masuk sekitar jam 01.00. Dahiku mengernyit, melihat Rey jam segini baru selesai pemotretan. Motret apa? Miss Kun?

Merasa jenuh dengan keadaan, aku langsung membalas pesan dari Rey dan menyetujui usulan pria itu untuk datang. Tak lupa memintanya membawa makanan karena aku merasa sangat lapar.

Sedari tadi aku sengaja bermain game di ponsel karena suasana rumah sakit tengah malam begini sangat sepi. Di sebelah ruang ICU ada tangga dan di sana begitu gelap.

Sesekali perawat lewat, hanya untuk mengecek keadaan Via. Sisanya, hanya keheningan. Kini, pantatku sudah terasa panas. Bergegas aku bangkit, mengintip ruangan ICU. Cukup kesulitan karena dilapiri kaca buram. Sementara kaca bening hanya di bagian tengah saja.

Ketika melihat ke dalam, suasana tak kalah sepi. Di sana, hanya ada Via yang terbaring lemah. Entah kapan gadis itu sadarkan diri. Aku langsung memutar badan, kemb
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Tragedi Rumah 30 Juta Rupiah   Via dan Alam Gaib

    "Bapak pernah mendengar istilah rumah itu bisa mengubah watak pemiliknya? Bisa jadi lebih baik, atau jauh lebih buruk. Tinggal pilih Bapak mau yang mana." Mendengar ucapanku, Bapak mengucap istigfar. Semantara aku berdiri dan hendak pergi, tetapi tangan Bapak menarik tanganku. Karena tidak kuat membendung air mata, aku mengempas cekalan itu. "Neng, Bapak minta maaf. Barusan Bapak hanya sedang banyak pikiran."Aku tidak peduli dengan kata-kata Bapak, sontak aku berlari dan masuk ke kamar, menutup pintu lalu menguncinya dari dalam. Apa lagi yang aku lakukan selain menumpahkan segala kekesalan dan kekecewaan lewat air mata. Bapak yang dulu lemah lembut, kini berubah menjadi keras dan keluar dari adab serta aturan. Aku hanya takut, bagaimana jika Kang Budi meninggal gara-gara Bapak? Dibunuh, misal. Ya Allah, aku belum siap melihat beliau dipenjara. Kasian Ibu dan juga adik-adikku. Suara notifikasi ponsel membuatku bangkit dan mengambil benda tersebut di saku celana. Ternyata itu dari

  • Tragedi Rumah 30 Juta Rupiah   Cuci Otak

    Sepulangnya keluarga Ustaz Imran, aku menyimak semua foto yang diberikan oleh Rey. Belum ada video di sana, mungkin ia masih sulit mengambil gambar. Jika hanya foto, sepertinya masih diperbolehkan. Masalahnya, ia adalah orang baru dalam kelompok tersebut. Aku masih sulit percaya, jika Bapak yang notabenenya orang fanatik dalam agama, bisa terjerumus dalam hal seperti itu. Aku pun masih bingung dan beberapa kali bertanya pada dirinya sendiri, "Kok, Bisa?"Banyak hal yang aku pikirkan, tetapi sebisa mungkin tenagaku disisakan untuk menjaga Via di rumah sakit. Dengan cepat aku memesan mobil online setelah mandi, ingin segera sampai dan membicarakan hal ini pada ibu-terutama tentang ruqiah yang akan dilakukan oleh Ali.Banyak chat berdatangan dari grup, menanyakan kabarku. [Put, lo baik-baik aja kan?] [Jangan lupa makan, Put][Stay strong ya] Mereka memang sahabat terbaikku. Mungkin karena aku memasang wajah sedih di status di WA. Aku langsung mamasukan posel kembali ke dalam tas sele

  • Tragedi Rumah 30 Juta Rupiah   Ilmu Hitam

    Kenapa aku ada di rumah? Bukannya tadi di kantin rumah sakit? Atau aku sedang bermimpi? Pertanyaan itu muncul ketika aku terbangun dan tengah duduk di dapur. Pintu gudang terlihat terbuka, bahkan ada suara seseorang yang tengah mengobrol. Penasaran, aku pun beranjak dan mulai berjalan perlahan menuju arah pintu. Aku mulai menuruni tangga, tetapi langkahku terhenti seketika. Di bawah sana, ada seseorang tengah melukis seorang wanita cantik. Dari perawakan si pelukis, itu seperti Pak Cahya. Sementara di samping Pak Cahya ada wanita berkebaya merah dengan sanggul yang begitu rapi. "Cantik sekali," ucap wanita itu memuji. Entah siapa yang dipuji. Hasil lukisan atau wanita yang berada di depannya.Kalau ini mimpi, tentunya mereka tidak bisa melihatku, bukan?Ruangan ini terlihat bukan seperti gudang, malah seperti studio foto, menurutku. Apa ini gambaran di masa lalu? "Daddy, jahat!" Sebuah teriakan dari arah luar lumayan kencang. Gegas aku keluar, melihat apa yang terjadi. Seorang gadi

  • Tragedi Rumah 30 Juta Rupiah   Kesedihan Putri 1

    Putri menatap bapaknya dengan mata berkaca-kaca. Meneliksik wajah semringah tersebut. Terlihat tanpa dosa. Gadis itu berusaha meyakinkan diri sendiri bahwa ini bukan salah sang bapak, melainkan otaknya yang sedang dipermainkan oleh para iblis. Dengan badan lesu, Putri berbalik dan berniat untuk pergi. Ia merasa tidak ada nafsu untuk mencari ribut, mungkin efek dari demam. Saat Putri berbalik, tangannya dicekal oleh Pak Agung. "Bapak sedang bicara Neng, dengarkan dulu. Bapak yakin Tuan bisa membangunkan Via," ucapnya berapi-api. Awalnya Putri membiarkan bapaknya merayu, lama kelamaan, gadis itu merasa muak. Diempasnya tangan Pak Agung. Refleks pria itu ingin menampar, tetapi dengan cepat ia mengucap istigfar. "Kenapa berhenti, Pak? Tampar saja atuh. Paling Bapak gak akan bisa lihat Putri lagi besok. Tapi kayaknya itu bukan masalah buat Bapak." Hening. Pak Agung terdiam seraya mengatur napas yang naik turun. Dirinya pun bingung, mengapa bisa ada dorongan kuat untuk bersikap kasar

  • Tragedi Rumah 30 Juta Rupiah   Kesedihan Putri 2

    Putri berjalan terseok menuju rumah yang pernah ia datangi. Dari kejuahan, ia melihat rumah dari bilik itu berdiri kokoh tanpa penghuni. Di depannya sudah ada garis polisi, tandanya tidak bisa sembarangan orang masuk. Namun, bukan itu tujuan Putri, melainkan makam di samping rumah tersebut. Dengan mata sayu, ia menatap batu nisan bertuliskan 'Budi', hari lahir beserta hari wafatnya. Gadis itu terduduk sejenak, membuka ponsel. Ternyata, ia membuka Al-Quran digital dan membacarakan surah yasin dengan mata berkaca-kaca. Tak sampai berjam-jam, hanya hitungan menit Putri selesai membaca lantunan ayat suci. Air matanya menetes, mengusap batu nisan yang terlihat kusam karena mungkin terguyur hujan beberapa hari ini. "Kenapa Akang harus meninggal sebelum semuanya terjawab?" tanya Putri. Ia jadi teringat saat dirinya begitu membenci Kang Budi. Putri merasa, almarhum akan menyesatkan bapaknya. Ternyata ia salah, justru Kang Budi akan menyelamatkannya. Hanya saja, caranya salah. "Apa Bapak

  • Tragedi Rumah 30 Juta Rupiah   Ibuku Aneh 1

    Mataku mengerjap seketika saat meyadari aku tengah berdiri di ruang tamu sendirian. Seingatku, tadi aku dibawa oleh Lusi dan Rena. Ke mana mereka sekarang? Apa sudah pulang karena memang ini sudah malam.Perlahan kakiku mulai melangkah, menelusuri ruangan demi ruangan. Tampak begitu sepi. Aku mulai membuka kamar Via, tidak ada orang. Begitu juga dengan kamari Ibu. Ketika aku di dapur, terdengar suara pintu luar terbuka, lalu suara langkah dengan mengenakan sepatu. Cepat-cepat aku ke depan, takut ada orang jahat masuk. Namun, mataku menyipit seketika ketika gerombolan pria berbadan tegap dan besar membopong tubuh Megan dan membawanya masuk ke kamarku. Aku baru paham sekarang, ternyata ini mimpi seperti waktu itu. Gegas aku ikut masuk, gadis belasteran itu sudah dibaringkan di atas ranjang. "Kalian boleh pulang, ini uang tutup mulutnya," ucap wanita berkebaya merah yang di mimpi kemarin pun dia ada. Para pria berpenampilan casual itu pun mengangguk, lantas pergi dari rumah ini. Sema

  • Tragedi Rumah 30 Juta Rupiah   Ibuku Aneh 2

    Ali mengangguk. "Tadi gak tau kenapa ada dorongan kuat untuk ke sini Neng. Ternyata bener, Neng dalam keadaan bahaya." Ya Allah, aku jadi membayangkan jika tadi posisinya sendirian di rumah. Mungkin aku sudah mati. Aku langsung mengucapkan permintaan maaf dan terima kasih pada mereka semua. "Kayaknya karena kamu lagi kurang feet, Put. Jadi mereka gampang buat ganggu kamu. Oyah, tadi apa yang kamu rasain?" tanya Lusi. Aku merenung, mencoba berpikir dari mana harus menceritakan kejadian tadi. Akhirnya, aku memilih untuk mengatakan, "Cuma mimpi, Lus. Tapi ya agak aneh aja.""Banyak zikir, Neng. Insya Allah, di mana pun kita berada akan selalu dilindungi oleh Allah." Ali mulai bersuara. Aku hanya membalasnya dengan senyuman dan anggukan. Setelah berbincang lama, Ali pun berpamitan pulang. Tidak lupa ia mempagari rumah ini sebelum pergi. Katanya, Ali sudah memberi air ruqiah di setiap sudut. Sementara itu, Rena dan Lusi memilih untuk menginap. Mereka memang terbaik. Malam kian larut,

  • Tragedi Rumah 30 Juta Rupiah   Bertemu Pria Aneh 1

    [Pliss, anter aku ke rumah sakit] Pesan yang tadinya akan aku kirim pada Rey, akhirnya dihapus kembali. Aku lupa, Rey itu sedang ada misi masuk ke lingkungan mereka. Bisa-bisa dia gagal jadi mata-mata di sana.Aku bingung harus meminta tolong pada siapa. Karena tidak ada cara lain, ojek online lah yang menjadi sasaran utama. Saat sudah mendapat driver, aku mengirim sebuah note agar menunggu di jalan besar saja. Agar tidak dicurigai Ibu dan Bapak, aku tidak membawa tas. Berpenampilan biasa dengan memakai jaket dan celana levis. Untuk alas kaki, mungkin hanya sendal yang ada di luar. Sebelum pergi, rambut kurapikan. Dari pantulan cermin, terlihat wajahku yang memucat apalagi di bagian bibir. Ah, sudahlah. Tidak ada waktu untuk bersolek, keselamatan Via jauh lebih penting. Cepat-cepat aku keluar dari kamar sambil memperhatikan laju driver dari Map. Sebentar lagi sampai. Namun, ketika menuju pintu, suara Ibu memanggil dari belakang. Aku terdiam sejenak, mengatur napas, mempersiapkan j

Bab terbaru

  • Tragedi Rumah 30 Juta Rupiah   Pembacaan Vonis (Tamat)

    Beberapa hari sebelum kematian Kang Budi ....Pria itu memandang rumah Pak Rehan—pria yang selalu ia panggil Tuan. Ia merasa terhormat, diundang untuk makan malam dan dijemput oleh sopir. Puluhan tahun mengabdi pada keluarga Megan, membuat Kang Budi dekat dengan omnya Megan tersebut. Fisik Kang Budi sudah tak sesempurna dulu, bahkan tampak menjijikkan jika dipandang orang lain. Namun, Pak Rehan tidak pernah menjadikan itu sebagai masalah. Ia tetap memperlakukan Kang Budi layaknya keluarga—bukan tukang kebun keluarga Megan.Kang Budi keluar mobil dengan perlahan, kakinya diseret, apa lagi ketika menaiki tangga menuju pintu. Kakinya terkadang terseok dan dengan baiknya sopir membantu beliau. Pak Sopir yang sudah mengabdi lama itu pun dengan sabar membuka pintu, mempersilakan tamu tuannya masuk. "Silakan, Kang. Saya ke pos dulu, ya. Kopi tadi belum habis, hehe," pamitnya. "Makasih, ya, Kang. Maaf tiap ke sini saya ngerepotin." Kang Budi membungkukkan badannya. "Enggaklah, kayak ke si

  • Tragedi Rumah 30 Juta Rupiah   Masa Lalu Kelam

    Penjaga yang berusaha melawan berhasil dilumpuhkan. Sementara polisi yang lain berpencar untuk menangkap semua yang ada di dalam. Termasuk Ali dan Om Tio, ia menendang pintu kamar di mana seorang pria tanpa pakaian tengah berdiri mengangkat tangannya. Om Tio yang emosi berlari dan menonjok rahang pria itu. Ia merasa tak tega melihat Putri yang sudah dianggap keponakannya sendiri. Begitu juga Rena serta Lusi, mereka berlari menghampiri sahabatnya dan membetulkan kancing bagian atas yang sudah terbuka. Sementara itu, Ali menghampiri orang tua Putri, menatap Bu Aini yang bergetar ketakutan. Berbeda dengan Pak Agung, ia masih bertanya, "Ada apa ini? Kenapa kalian masuk tanpa izin? Kenapa Tuan Nur ditangkap?" "Tenang, Pak. Mari ikut saya ke luar." Di luar terjadi keramaian, warga yang ronda ikut membantu pengejaran orang-orang yang kabur. Tak lama, suasana mencekam itu sedikit mereda dengan dimasukkannya mereka ke mobil khusus—termasuk Bu Aini dan Pak Agung. Om Tio lebih memilih pergi

  • Tragedi Rumah 30 Juta Rupiah   Misi Penggerebegan 2

    Beberapa hari ini, Rey sibuk chat bersama Rena dengan menggunakan nomor baru. Ia sengaja tidak berkomunikasi dengan Putri, mengingat ada Pak Agung di sana. Bahkan, Putri tidak jujur jika bapaknya masuk ke kelompok tersebut. Rey sengaja menghilangkan foto profile, takut jika Putri dalam keadaan ceroboh menyimpan ponsel. Namun, pria itu tetap bisa memonitor rumah serta keadaan Putri lewat sahabatnya, Rena. [Putri bilang sama Om Tio, katanya dia dijemput sama bapaknya. Gimana dong?] Membaca pesan itu, tidak membuat Rey kaget sama sekali. Sebab, ia tahu jika malam ini akan diadakan upacara suci di rumahnya Pak Agung. [Kita ketemu bisa? Ajak semua teman Putri. Aku punya rencana] Pesan sudah dibaca, tetapi Rena belum bisa memastikan apa-apa karena dia bertanya pada semua orang yang berhubungan dengan peristiwa ini. Akhirnya, jawaban dari mereka pun setuju untuk bertemu di tempat yang lebih private. Dengan cepat Rena membalas, [Oke. Di rumah aku aja Kak, biar lebih aman. Aku share alam

  • Tragedi Rumah 30 Juta Rupiah   Misi Penggerebegan

    Setelah mengantar ibunya pulang ke rumah neneknya, gegas Putri pergi menuju tempat yang sudah dijanjikan oleh Rey. Yaitu, sebuah rumah dikawasan perumahan elite kota Bandung. Tak sulit bagi Putri untuk menemukan lokasi, sebab Rey sudah mengirim detail lokasi menggunakan WA—gadis itu hanya tinggal mengikuti arahan dari Google Map."Pak, Cempaka 2 kavling 2 di sebelah mana, ya," tanya Putri pada security saat sudah sampai di gerbang menuju perumahan. "Lurus, nanti belok kanan. Di sana ada keterangan nomornya, Neng," jawab pria itu sopan. "Makasih, Pak." Motor Putri kembali melaju, menapaki jalan yang ditunjukan oleh security tadi. Dari kejauhan, Putri melihat orang yang dicarinya tengah duduk di motornya. Ia langsung menghampiri Rey dan menekan klakson untuk mengagetkan karena pria berkemeja kotak biru itu sibuk dengan ponselnya.Rey menyambut kedatang Putri dengan tersenyum. Lantas, ia mengajak Putri untuk memasuki rumah yang beberapa bulan ini sering ia kunjungi. Di depan pintu r

  • Tragedi Rumah 30 Juta Rupiah   Kehidupan Baru

    Sedih, bahagia, mati, dan hidup memang rahasia Tuhan. Lantas, apakah kesesatan ini bagian dari skenario Tuhan? Beribu kali aku berpikir, tetapi belum menemukan jawaban. Hanya bisa menangis di ranjang milik Ibu dan Bapak. Di luar tidak terdengar pembicaraan apa pun, hanya terdengar suara aktivitas memasak. Sepertinya Ibu. Tak lama, pintu dibuka. Aku menoleh sesaat. Ibu membawa nampan yang diisi nasi dan beberapa lauk. Pintu terbuka dengan lebar, entah kenapa bukannya ingin kabur, aku malah ingin bicara pada Ibu dari hati ke hati. Beliau meletakkan nampan di atas meja rias samping ranjang, lalu menarik kursinya dan duduk di sana. "Makan dulu, Neng. Kalo udah banyak tamu, Ibu bakalan sibuk."Pasti tamu yang Ibu maksud adalah orang-orang yang akan menghadiri upacara laknat nanti malam. Aku menghela napas kemudian menjawab, "Padahal Ibu ga usah bawa makanan, bukannya Putri bakalan jadi tumbal kalian? Akhirnya, kan, mati juga." "Kamu bukan menikah secara fisik, Put. Tapi hanya secara si

  • Tragedi Rumah 30 Juta Rupiah   Aku Tidak Gila 2

    "Kamu ini kenapa, Gung? Emak perasaan kenal kamu sebagai orang yang kuat iman dan bertanggungjawab. Kenapa jadi gini?" tanya Nenek, Bapak hanya menunduk. Sengaja aku ikut duduk di samping Nenek, agar mudah menahan Bapak saat ingin bertemu Via. Ita aku suruh menemani kakaknya supaya ada teman mengobrol."Mak, saya melakukan ini supaya kehidupan saya dan anak-anak mendapat kedamaian." Nenek tampak menggeleng sembari mengucap istigfar. "Salat, Gung. Salat dan sedekah, dua hal eta yang bikin hidup damai. Kalo sekiranya kamu melakukan hal baik untuk anak-anak, mereka gak akan ketakutan gini pas ketemu kamu." "Mereka masih kecil, Mak. Belum paham dengan asam garam kehidupan," elak Bapak. Nenek tampak geram. "Kalau sampai terjadi sesuatu sama cucu Emak, demi Allah ... Emak gak akan maafin kalian." Karena takut darah tinggi Nenek kambuh, aku meminta beliau menemani Via dan Ita saja di kamar. Urusan bicara pada Bapak, biar aku yang hadapi, meski di hati ada rasa takut. Nenek pun beranjak

  • Tragedi Rumah 30 Juta Rupiah   Aku Tidak Gila 1

    Langkahku tergesa untuk melihat kejadian di dalam sana. Saat berada di depan pintu kamar, mataku terbelalak melihat Via dalam keadaan kayang. Ia tertawa nyaring, kadang menangis."Kita ruqiah saja sekarang Om, saya wudu dulu." Ali melirik ke arahku. Karena paham apa maksudnya, aku menunjuk pintu sebelah kiri dari kamar ini. Pemuda itu mengangguk, lalu berlari.Om Tio masih terlihat melafalkan sesuatu. Tak lama Ali datang, bergantian dengan Om Tio yang mengambil wudu. "kalo Via sudah dalam keadaan normal, tolong pakaikan dia mukena, ya," ucapnya seraya menggulung lengan kemejanya lalu berjalan masuk ke kamar. Di awali dengan basmallah, Ali berdiri di depan ranjang lalu mulai melantunkan ayat dengan suara merdunya. Sementara nenek datang dari kamarnya membawa mukena. "Kalian bisa bantu membaca surah Al-Jin. Mau di ponsel atau Al-Quran gak masalah," ucap Om Tio, membuat kami semua yang berdiri di pintu mengangguk paham. Nenek menuntunku yang masih terisak, tangannya memelukku dari bel

  • Tragedi Rumah 30 Juta Rupiah   Kabur dari Rumah

    Sesudah Isya, aku masih merasa cemas karena Aldy dan Bagas belum juga memberi kabar tentang obat bius yang aku minta. Chatnya centang dua, tetapi masih belum dibaca. Sementara di luar hujan begitu lebat. Aku juga menghubungi Ali dan Om Tio di grup, meminta arahannya saat melakukan biusan pada Via nanti. Mereka menyarankan untuk hati-hati karena tubuh Via dikuasai oleh jin. [Jadi aku harus gimana?] [Nanti kalo obat biasnya datang, kamu telepon Om ya. Letakan HP dekat obat itu, Om coba bacakan dulu ayat ruqiah supaya jinnya sedikit melemah] balas Om Tio. [Kabari saya juga, Put. Saya menunggu di luar rumah kamu nanti ya. Hati-hati pokoknya.] Kali ini Ali yang menyahut. Alhamdulillah, aku dikelilingi orang baik dan pemberani dan itu membuat aku menjadi orang yang nekat. Insya Allah, ini semua demi kesembuhan Via. Masalah Ibu dan Bapak, itu urusan belakangan. [Renacananya Via mau dibawa ke mana Put?] Chat dari Om Tio masuk kembali. [Ke rumah nenek aja Om, di sana tolong ruqiah Via y

  • Tragedi Rumah 30 Juta Rupiah   Misi Rahasia 2

    Putri melihat masih ada harapan menyadarkan sang ibu. Lantas, ia mengajak ibunya ke kamar Via dan memancing adiknya dengan makanan agar Bu Aini percaya ada keanehan dalam diri Via. "Ibu bisa lihat sendiri apa yang terjadi." Putri langsung menarik tangan ibunya menuju kamar Via. Kebutulan, Pak Agung sibuk mengurus tanaman di halaman depan dan belakang. Pintu dibuka, terlihat Via tengah berbaring di ranjang sambil menatap langit-langit kamar. Gegas Putri membawa piring berisi makanan dan menyodorkannya pada Via. "Makan ini. Kamu pasti lapar, 'kan?" ucap Putri dengan nada ketus. "Via pasti kenyang, Neng. Dia kan udah makan nasi padang tadi." "Ibu sabar dulu atuh. Via, cepetan ini makan." Hening. Tidak ada jawaban dari Via, gadis itu tetap sibuk menatap atap kamar dengan pandangan lurus. Merasa kesal, Putri membentak adiknya. "Via! Cepetan makan!" Bukannya menuruti perintah Putri, Via justru mengibaskan tangannya, membuat piring yang Putri bawa tadi terempas dan pecah. Makananya ber

DMCA.com Protection Status