Home / Lain / Ketika Kami Mudik / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Ketika Kami Mudik : Chapter 1 - Chapter 10

22 Chapters

1

# Ketika_Kami_Mudik"Ini kalian mudik apa pulang kampung? Bawa barang, kok, banyak banget? Udah susah emangnya di Jakarta?"nyinyir Dewi kala mereka baru masuk ke ruangan keluarga tempat mereka berkumpul."Mudik, Bi, ini oleh-oleh buat kalian,"sahut Panji sambil menaruh oleh-oleh ke lantai."Hahaa ... pulang kampung kali, inimah bukan oleh-oleh tapi barang-barang kalian! Sana jauh-jauh jangan deket-deket saya, nanti ketularan miskin lagi," hina Dewi membuat Panji dan sang istri terdiam. "Mbak, Mas, Dewi pamit dulu. Mau shopping dulu suami ngajak jalan-jalan. Assalamualaikum," pamit Dewi lalu pergi tanpa menunggu jawaban mereka."Bibi masih tetap sama ya, suka banget hina kita," ujar Hana yang sedari tadi terdiam menatap kepergian bibinya Panji."Sudah-sudah, mendingan kalian istirahat. Pasti capek, kan, terus cucuku juga cepat tidurkan di kamar, kasian," seru Midah sang mertua Hana, wanita itu mengangguk lalu membawa sang buah hati yang berusia empat tahun menuju kamar. "Bu, tolong b
Read more

2

"Tunggu!" teriak Dewi membuat mereka berhenti lalu menoleh menatap wanita itu."Uang ini pasti hasil minjem ya, atau jangan-jangan hasil nyuri dari rumah majikan kalian," cecar Dewi membuat semua orang menatap wanita itu lalu Dimas mendekati Ibunya."Memang mereka ngasih berapa, Bu?" tanya Dimas penasaran lalu mengambil amplop yang dipegang wanita itu."Uangnya lebih dari yang aku kasih ke Ibu, bener kata Ibu, pasti mereka mencuri! Haduh malu-maluin aja, masa mau kasih THR pake uang hasil curian," cemoh Dimas menatap meremehkan pada sepupunya. Panji menghela napas berusaha sabar karena kelakuan keluarga Bibinya. Hana yang sudah tak tahan, mendekati Dimas lalu mengambil amplop itu. Tatapan marah ia layangkan pada mereka."Ini bukan hasil minjem, apalagi nyuri! Ini uang hasil kami bekerja, kalau gak mau ya sudah sini mendingan saya simpen aja," seru Hana marah membuat Dewi melotot karena Hana berani mengeluarkan amarahnya, ia dengan cepat merebut amplop itu lagi dari tangan istri kepon
Read more

3

Semua telah berkumpul di kediaman orang tua Midah. Semua sangat bersemangat dan senang, senda gurau selalu dilayangkan. Kala beberapa orang pergi, karna telah menyepakati di mana tempat bertemu. "Nak, kalian akan pergi naik apa?" tanya Ibunya Midah atau neneknya Panji, memegang bahu sang cucu."Iya, Pan. Kalian naik apa perginya, kalau kami sih ada motor, tapikan cuma satu," seru Midah menatap anak dan menantunya."Tenang saja, Bu. Nanti juga jemputan datang kok, Ibu tak perlu naik motor panas-panasan. Lagi pula takut mogok," ujar Panji membuat yang mendengar naikan alis penasaran."Huh, kalian mau pake apa. Segala biar gak kepanasan, ohh jangan-jangan becak ya," cemoh Dewi kala mendengar perkataan Panji."Gak papa kalau pake becak juga, Pan. Lumayan gak kepanasan," sahut Midah hanya dibalas anggukan anak dan menantunya. "Huh, pake becak aja belagu, paling nanti ketinggalan jauh sama kita," cibir Dewi lalu meminta agar suaminya cepat menstater motor dan berlalu pergi diikuti Dimas y
Read more

4

"Wah ...." Dewi terpaku melihat pemandangan sekitar. "Bagus kan tempatnya, Bu," seru Gina kala melihat pandangan kagum dari sorot sang mertua. "Iya, Sayang. Ayo kita ke sana," ajak Dewi menarik lengan anaknya tetapi terhenti kala Enas memanggil."Dewi! Kita cari tempat bersama, jangan berpencar," sembur Enas membuat Dewi mengangguk pasrah lalu menghentakkan kaki karena kesal."Nek ... kesitu yuk, di sana seru lho." Ucapan Mawar membuat semua orang menoleh."Kecil-kecil sok tau deh," cibir Dewi pada Mawar membuat gadis kecil itu mengerucutkan bibir. "Jaga ucapanmu, Dew, kamu sudah besar harusnya kasih contoh yang baik," tegur Enas hanya disambut lengosan wanita itu. "Cepat kasih cucu buat Ibu, Gin. Biar Nenek nanti perhatian juga sama anak kamu," seru Dewi menatap menantunya yang langsung disambut tundukan kepala Gina. "Ihh ... Ibu ini gimana sih, kami juga lagi usaha," geram Dimas lalu mendekati sang istri dan menepuk-nepuk bahu Gina."Udah jangan bertengkar, kita lagi jalan-jala
Read more

5

"Ayo Bi, pesen es kelapanya. Aku traktir," kata Panji membuat Dewi melirik remeh ke arah sang ponakan."Nenek juga," lanjut Panji dibalas anggukan Enas lalu wanita paruh baya itu segera memesan. "Awas lho, jangan nyesel kalau tagihannya banyak," cemoh Dewi lalu segera memesan.Mawar terus mengajak Bagas berbicara, lelaki kecil itu sangat irit bicara. Senyuman geli terukir di bibir Hana kala melihat Mawar yang gencar menggoda sang teman. Dewi yang melirik Hana yang tak mengalihkan pandangan dari sang anak ikut kepo."Jangan biarkan Mawar begitu, Han," cibir Dewi melirik sinis istri keponakannya. "Heum ... Biarin aja Bi, yang penting masih tahap wajah. Aku juga sudah memberitahu apa yang dilarang disentuh atau menyentuh milik orang lain," sahut Hana tanpa mengalihkan tatapan pada Mawar."Dikasih tau malah gitu," ucap Dewi seraya melengos ia memilih menyeruput es kelapa, lalu beberapa keluarga perlahan datang Karena Dewi telah memberitahu."Wah, enak nih minum es kelapa," ujar Gina lan
Read more

6

"Ini keluarga saya," kata Panji membuat pelayan itu mengangguk paham lalu mempersilakan mereka masuk."Mau pesen apa Bu?" tanya pelayan itu, ia semakin ramah kala mengetahui jika mereka keluarga Hana.Setelah mereka menyebutkan pesanan masing-masing, ia langsung pergi menunaikan tugas. Gina yang memiliki ide kala melihat pelayan itu sangat dekat dengan Hana, mempunyai rencana. Bergegas wanita tersebut pindah dari tempat duduk ke dekat Hana saat Panji pamit ke toilet."Sepertinya kamu dan pelayan itu sangat dekat," tutur Gina membuat Hana menoleh menatap ia heran tetapi mengangguk sebagai jawaban. "Memang, aku sangat dekat dengan mereka," sahut Hana seadanya, memang benar bukan. "Kalau gitu, gak masalah dong kalau kita minta diskon," ucap Gina melancarkan rencananya membuat Hana menaikan sebelah alis."Bukannya kamu orang berada, ngapain minta diskon segala," cecar Hana membuat Gina mendengkus. "Sudahlah, Gin, dia tidak akan bisa membantu. Dia hanya akrab dengan pelayan di sini, gak
Read more

7

Pelayan itu mengeryitkan alisnya lalu melirik Panji mengangguk samar. Wanita tersebut mengembuskan napas lalu balik menatap Dewi. Dia masih memeluk nampan di dekapannya, ia sebenarnya sudah kesal dengan ucapan Dewi yang membuat beberapa bawahan Panji meradang karna menghina sang Bos. "Jika Ibu melaporkan jika Kelurga Pak Panji yang mengaku-ngaku. Tidak salah lagi jika ...," ucapan wanita itu terpotong karena Dewi kembali bersuara. "Tuh kan, pasti kalian sudah beberapa kali mengaku sebagai bos pada beberapa orang atau mau pamer sama temen kalian," cecar Dewi membuat wanita yang belum menyelesaikan kata-katanya membulat."Bu, tolong jangan potong ucapan saya, saya belum selesai bicara lho," kata wanita itu membuat Dewi menatap ke arahnya. "Silakan lanjutkan, sekalian gak papa kalau kamu mau maki mereka. Biar mereka sadar diri," ucap Dewi membuat ia menjadi pusat perhatian karena ucapannya terus nyaring. "Pak Panji dan Bu Hana memang pemilik tempat ini, jika anda tak percaya saya bis
Read more

8

Mereka langsung pulang kala makanan habis, Panji meminta karyawan mengeluarkan mobil karena memang ia menyimpan satu kendaraan roda empat itu di sana. Di saat keluarga besar tersebut sudah tak tersisa, hanya ada orang tua Panji dan keluarga kecilnya. "Ayo Bu, Pak, masuk," ajak Hana kala suaminya tengah memanaskan mesin kendaraan roda empat itu."Masyaallah, ini mobil siapa Han. Bagus bangef," puji Midah memandang kendaraan roda empat tersebut."Allhamdulillah punya kami Bu, ayo masuk kita pulang," seru Hana sekali lagi sedangkan buah hati mereka sudah duduk nyaman di mobil. Kedua orang tua Panji mengangguk, lalu bergegas masuk ke mobil. Lagi-lagi Midah berdecak kagum dan hanya disambut timpalan Hana dan Panji. Di perjalanan Hana meminta Panji agar suaminya menyuarakan keinginan sang istri yang dihadiahi anggukan lelaki itu."Bu, Pak," panggil Panji membuat kedua orang tuanya menatap dia."Ada apa, Pan," sahut keduanya kompak."Kami pengen renovasi rumah kalian," ucap Panji pada inti
Read more

9

"Palingan taksi, Bu," ucap Dewi, wanita itu menyahuti padahal Midah yang ditanya. "Ha! Masa sih, mobil sebagus ini cuma taksi," ucap wanita itu hanya dibalas anggukan cepat oleh Dewi. "Ini bukan taksi, Bu. Ini mobil saya, ini buktinya," seru Hana mendekati mereka yang tangannya sudah memegang BPKBl dan menyodorkan pada Ibu itu dan dirampas Dewi. "Huh, padahal saya mau liat lho, Bu," kata wanita itu mempautkan bibirnya kesal dengan tingkah Dewi. "Bentar, saya cek dulu. Bener atau enggak ini mobil punya mereka," ujar Dewi lalu terdiam kala melihat nama Hana tertera di sana, ia segera menyodorkan buku itu ke sang pemilik lalu menatap Midah. "Jangan lupa ke rumah aku, Mbak, jangan sampe Ibu ngoceh karena gak ngundangan kalian," tutur Dewi lalu berlalu begitu saja kala selesai berbicara."Wah keren kamu punya Mobil, Han," puji beberapa tetangga hanya dibalas senyuman Hana."Maaf ya Bu, kami pamit ke dalam rumah dulu," ucap Panji dibalas anggukan semua, lalu perlahan sekeluarga itu ma
Read more

10

Jam sudah menunjuk angka enam sore, keluarga Midah datang terlebih dahulu karena rumah mereka berdekatan. Dewi yang melihat mereka langsung menarik Mbak dan istri keponakannya buat membantu menyiapkan makan malam. Berlaga seperti Nyonya, Dewi memerintah ini itu. "Cepat bawakan ini, Mbak," perintah Dewi menyodorkan cobek dan Midah menerimanya. "Cepat bawa, takut mereka keburu datang," seru Dewi sekali lagi dibalas anggukan Midah, wanita itu melangkah sembari membawa cobek lalu Dewi menyeringai menatap kepergian sang kakak. "Yah, kok kotor," ujar Midah lalu meletakan cobek itu di tempatnya lalu ia memandang nanar gamis yang dibelikan sang menantu."Ada apa, Wa?" tanya Gina sambil membawa lap di tangan."Ini, baju Uwa kotor. Duh apalagi ini gamis yang dibelikan Hana lagi," ujar Midah membuat Gina menyeringai. "Duh, gimana dong. Hana pasti kecewa," tutur Gina membuat Midah mengangguk pelan."Gimana kalau aku elap aja, Wa," se
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status