Home / Romansa / PENJARA HATI MAFIA / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of PENJARA HATI MAFIA: Chapter 1 - Chapter 10

64 Chapters

1. Buronan

Seorang gadis nampak berlari kencang dengan panik di sebuah gang sempit yang hanya diterangi cahaya lampu remang-remang.Tubuh gadis itu bergetar hebat dan nafasnya mulai tersengal karena terus berlarian di tengah kepanikan dan rasa takut yang melanda.Gadis cantik berambut panjang bernama Rin itu terus menoleh ke belakang, seolah mewaspadai seseorang yang tengah mengejar dirinya di belakang sana."Akkhh!"Rin memekik kencang begitu pergelangan tangannya ditarik oleh seseorang yang muncul tiba-tiba di hadapannya. Gadis itu memejamkan mata rapat-rapat dan mencoba melepaskan diri dari genggaman tangan kekar yang kini mencengkeram lengannya."Rin!" panggil suara seorang pria yang terdengar cukup familiar di telinga Rin.Gadis itu pun memberanikan diri membuka mata dan mendapati sosok sang kakak sudah berdiri tepat di depan matanya."Kakak!" pekik Rin sembari berhambur masuk ke dalam pelukan kakak laki-lakinya, Ren.Rin yang sudah menahan tangis sejak tadi, langsung menumpahkan air matany
Read more

2. Target berat

Ren berdiri di sebuah jembatan di malam yang gelap bersama dengan beberapa pria berjas yang menutup wajah dengan topeng.Salah seorang pria paruh baya menyodorkan foto pada Ren untuk menunjukkan sosok target yang akan menjadi incaran Ren berikutnya."Malveron. Putra dari keluarga Malvey. Kau pasti tahu Malvey grup, kan?" ujar pria paruh baya yang memberi Ren perintah."Tuan Muda dari keluarga terkenal? Kau ingin tikus sepertiku membunuh ular berbisa?" sinis Ren."Buat dia terluka. Aku akan memberimu dua miliar jika kau berhasil melukainya dan membuatnya berbaring di rumah sakit selama satu minggu!" ujar pria bertopeng itu."Jika kau bisa membuatnya terluka parah dalam kondisi kritis, aku akan memberimu lima miliar!" bujuk pria itu lagi."Tapi, jika kau berhasil menghabisinya ... aku akan memberimu sepuluh miliar. Bagaimana?" sambungnya.Ren hanya manggut-manggut menatap lembar foto yang ada di genggaman tangannya. Pria itu nampak mempertimbangkan dengan matang sebelum menerima tawaran
Read more

3. Kambing hitam

Rin duduk dengan wajah lesu di taman kampus sembari menatap air mancur kecil yang terpampang jelas di depan matanya.Pikiran gadis itu mulai melayang, mengingat kembali omelan-omelan dosen yang terus terngiang di otaknya.Cacian, makian hingga hinaan harus ia telan mentah-mentah tanpa bisa membantah. Apapun yang diucapkan oleh Rin hanya dianggap angin lalu, terlebih lagi gadis itu tak dapat membuktikan apapun mengenai hancurnya ruangan laboratorium akibat orang tidak bertanggungjawab.Gadis itu semakin sial karena CCTV pun tak dapat memberinya dukungan apapun. Akibat memori penuh, kamera pengintai yang terpasang di sekitar laboratorium tak dapat lagi menyimpan rekaman apapun selama beberapa hari terakhir."Huh, bagaimana lagi aku harus menjelaskan pada dosen-dosen tua itu kalau aku tidak melakukan apapun?!" gerutu Rin sebal."Kalau aku pelakunya, tentu aku sudah melarikan diri dan tidak membuka pintu lebar-lebar saat aku memasuki laboratorium! Apa logika para orang tua itu sudah tidak
Read more

4. Ganti rugi

Rin berdiri tepat di depan gerbang kayu kecil yang sudah lapuk dan hampir lepas dari pagar kecil yang mengelilinginya.Gadis itu kini tengah berada di depan rumah petugas kebersihan penghancur laboratorium dan bersiap untuk meminta pertanggungjawaban dari pelaku sebenarnya itu.Namun saat melihat kondisi rumah yang mengenaskan, gadis itu pun mulai ragu dan tidak tega menghampiri wanita itu untuk meminta uang ganti rugi atas kecerobohan petugas kebersihan itu."Bagaimana aku bisa menagih uang darinya?" gumam Rin frustasi."Wanita itu pasti juga tidak punya uang sebanyak itu untuk mengganti rugi peralatan laboratorium," oceh Rin justru merasa tak enak hati, padahal dirinya sudah menjadi pihak yang dirugikan.Prang!Tiba-tiba terdengar suara kencang dari dalam rumah dan pintu bangunan kecil itu mendadak terbuka lebar.Rin langsung berlari kocar-kacir mencari tempat sembunyi dan mengamati rumah itu dari balik semak-semak."Kau tidak punya uang, hah? Kalau tidak punya uang, jangan pulang!"
Read more

5. Gagal

Ren mengambil wadah berisi senjata api yang disodorkan oleh sang teman dan membuka kotak berwarna gelap itu.Sebuah pistol Glock 20 lengkap dengan peluru masih terbungkus rapi di dalam wadah tersebut dan siap untuk digunakan untuk melubangi kulit."Kau akhirnya mengambil tawaran itu?" tanya teman Ren."Aku butuh uang! Membuatnya cedera saja sudah cukup, kan? Jika aku sampai membunuhnya, mungkin nyawaku akan ikut melayang!" ungkap Ren."Jika mereka memang tidak terlalu menuntut untuk membunuh, kau buat luka ringan saja. Tidak perlu menggunakan pistol!" saran teman Ren."Penggunaan senjata api jauh lebih efektif. Setidaknya mereka tidak akan mempermasalahkan hal ini ke pihak kepolisian karena targetku kebanyakan adalah anggota organisasi illegal. Kalau aku membuat kecelakaan lalu lintas, masyarakat umum bisa terkena dampaknya dan polisi akan ikut campur," tukas Ren."Kau memang tidak akan dikejar polisi, tapi kau akan dikejar mafia! Menurutku lebih mudah menghindari polisi daripada haru
Read more

6. Tahanan

Rin membuka mata perlahan saat dirinya merasakan percikan air yang membasahi wajahnya.Gadis itu mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan yang nampak asing dengan wajah linglung."Gadis ini sudah bangun, Bos!" pekik seorang pria bertubuh kekar hingga membuat Rin tersentak kaget.Seorang pria berjalan mendekat ke arah Rin dan menatap nanar ke arah gadis yang pernah ditemuinya itu.Sama seperti Ron yang masih tak menyangka saat bertemu kembali dengan Rin, gadis itu pun ikut menampakkan wajah bingung sekaligus terkejut saat dirinya bertemu pandang dengan sosok pria yang dijumpainya beberapa hari yang lalu di kampus.Rin mencoba menggerakkan tangan dan kakinya, namun sayangnya gadis itu sudah terlilit dengan tali yang membuat Rin tak dapat bergerak bebas."Aku melihatmu sebelumnya di kampus! Kau ... Malveron? Bisa kau berikan penjelasan yang masuk akal atas tindakanmu padaku?" ketus Rin sembari melotot ke arah pria berwajah dingin itu."Penjelasan? Kau berani menuntut penjelasan dariku
Read more

7. Kandang singa

"K-kau benar-benar akan melukai gadis kecil yang tidak bersalah? Aku tidak mengenalmu! Aku tidak tahu apapun tentangmu! Aku tidak ada hubungannya sama sekali!" pekik Rin dengan tangis yang sudah pecah, memenuhi seluruh ruangan tempatnya disekap."Kalau begitu apa salah Lilian? Apa salah calon istriku? Calon istriku juga tidak memiliki kesalahan apapun pada kakakmu! Calon istriku juga tidak mengenal kakakmu! Tapi kenapa kakakmu seenaknya mengarah pistol padanya?!" amuk Ron dengan teriakan kencang yang begitu memekakkan telinga.Ruangan itu kini dipenuhi dengan jeritan serta tangisan antara Rin dan juga Ron. Kedua orang itu sama-sama frustasi menghadapi keadaan yang membuat mereka terjepit dalam situasi membingungkan."Kau hanya butuh objek untuk disalahkan! Iya, kan? Kau hanya butuh pelampiasan, kan? Kau pikir aku mau menjadi pelampiasan kemarahanmu yang tidak jelas?" pekik Rin memberanikan diri meninggikan suara di hadapan Ron."Diam atau aku akan benar-benar mencabik-cabik isi perutm
Read more

8. Neraka dunia

Cklek!Hari sudah larut. Ron membuka pintu perlahan, kemudian melangkahkan kaki masuk ke dalam ruangan kecil tempat ia mengurung Rin.Tak tega melihat Rin yang terus diikat sepanjang hari, Ron pun berbaik hati melepas ikatan tali yang membelit tangan serta kaki Rin dengan kencang.Pria itu menatap sejenak mata bengkak Rin, kemudian mengusap lembut pipi Rin yang masih basah.Ron mengangkat tubuh mungil Rin dan memindahkan gadis itu menuju salah satu kamar kosong yang berada dalam rumahnya.Rin yang sudah lemas karena kelelahan menangis dan kelaparan, tak terbangun sedetikpun saat dirinya dipindahkan oleh Ron ruangan lain."Kenapa harus kau?" gumam Ron mulai berbelas kasih pada gadis kecil yang sudah menjadi pelampiasan amarahnya itu.Pria itu mengingat kembali pertemuan pertamanya dengan Rin di kampus beberapa hari yang lalu saat terjadi keributan di laboratorium universitas."Kau sudah menyelesaikan masalah laboratorium? Atau kau membiarkan dirimu menjadi kambing hitam?" gumam Ron lag
Read more

9. Rencana Pelarian

Pagi hari, Ron sudah berdiri di depan pintu kamar Rin dengan membawa nampan berisi penuh makanan.Pria itu mematung sejenak di depan kamar, tanpa langsung membuka pintu ruangan yang ditempati oleh tawanannya itu."Kenapa aku harus repot merawat gadis itu?" gerutu Ron sembari menatap sinis piring makanan yang dibawanya.Setelah mengalami perang batin beberapa saat, akhirnya Ron membuka kamar tempat Rin beristirahat. Pandangan mata pria itu langsung tertuju pada tubuh mungil Rin yang terlentang di atas ranjang."Wajahnya pucat sekali," gumam Ron makin tak tega melihat bibir Rin yang sudah pucat pasi."Hei! Bangun!" Ron mencolek bahu Rin dan mencoba mengguncang-guncangkan tubuh gadis kecil itu perlahan untuk membangunkannya.Beberapa kali Ron mencoba mengguncangkan tubuh Rin, namun sayangnya gadis itu tak menunjukkan pergerakan sekecil apapun.Ron terus mengoceh untuk membangunkan gadis berwajah pucat itu, tapi Rin tak memberikan sahutan maupun respon apapun."Hei, kau baik-baik saja, ka
Read more

10. Usulan

Ron duduk termenung di ruang kerjanya sembari menatap berkas-berkas di mejanya dengan wajah malas. Pria itu masih tak bersemangat melakukan rutinitas, setelah sibuk mengurus pemakaman calon istrinya yang baru saja berlangsung beberapa hari yang lalu.Tok, tok!Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan pria hampir menginjak usia kepala tiga itu.Ron melirik ke arah pintu dengan malas, begitu ia melihat sosok sang asisten dari balik pintu."Bos, hari ini ada—""Tolak!" potong Ron cepat, sebelum asistennya menyelesaikan kalimatnya.Keringat dingin mulai mengucur deras membasahi pelipis Han, asisten dari Ron. Pria itu menghela nafas sejenak, sebelum ia kembali membuka mulut untuk memberikan laporan berikutnya."Proyek dari—""Tolak!"Glek! Han menelan ludah kasar begitu perkataan kembali dipotong oleh sang majikan."Perkebunan dari keluarga—""Bakar saja!" tukas Ron sembari melirik ke arah Han dengan mata melotot yang menyeramkan."Apa salah dan dosaku, Tuhan!" batin Han merinding ketakutan
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status