Share

PENJARA HATI MAFIA
PENJARA HATI MAFIA
Penulis: KINOSANN

1. Buronan

Penulis: KINOSANN
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Seorang gadis nampak berlari kencang dengan panik di sebuah gang sempit yang hanya diterangi cahaya lampu remang-remang.

Tubuh gadis itu bergetar hebat dan nafasnya mulai tersengal karena terus berlarian di tengah kepanikan dan rasa takut yang melanda.

Gadis cantik berambut panjang bernama Rin itu terus menoleh ke belakang, seolah mewaspadai seseorang yang tengah mengejar dirinya di belakang sana.

"Akkhh!"

Rin memekik kencang begitu pergelangan tangannya ditarik oleh seseorang yang muncul tiba-tiba di hadapannya. Gadis itu memejamkan mata rapat-rapat dan mencoba melepaskan diri dari genggaman tangan kekar yang kini mencengkeram lengannya.

"Rin!" panggil suara seorang pria yang terdengar cukup familiar di telinga Rin.

Gadis itu pun memberanikan diri membuka mata dan mendapati sosok sang kakak sudah berdiri tepat di depan matanya.

"Kakak!" pekik Rin sembari berhambur masuk ke dalam pelukan kakak laki-lakinya, Ren.

Rin yang sudah menahan tangis sejak tadi, langsung menumpahkan air matanya dalam pelukan saudara kembarnya. "Aku takut!" rengek Rin pada sang kakak dengan air mata berlinang.

"Tenang, Rin! Sudah ada Kakak di sini! Lain kali tunggu sampai Kakak menjemputmu di kampus! Jangan pulang sendirian seperti ini!" omel Ren pada sang adik perempuan satu-satunya.

Rin mengangguk lesu seraya mengusap air matanya yang membasahi wajah cantiknya. Gadis berusia dua puluh satu tahun itu menghentikan tangisnya dan melanjutkan perjalanan pulang ke rumah bersama sang kakak.

Dalam waktu kurang dari sepuluh menit, Rin dan Ren pun tiba di gubuk kecil tempat mereka tinggal. Kakak beradik itu tinggal di sebuah kontrakan kecil yang terjepit perumahan warga di pemukiman yang padat penduduk.

Cklek!

Ren membuka pintu rumah kecil yang ia sewa dan segera menarik masuk sang adik ke dalam bangunan sempit yang terhiasi cat pudar itu.

Rin bergegas merebahkan diri ke lantai begitu ia masuk ke dalam rumah mini tempatnya berlindung bersama sang kakak. Gadis itu mengusap peluh di dahinya dan mencoba beristirahat sejenak untuk menghilangkan penat di tubuhnya. "Aku merasa ada yang mengikutiku tadi! Ternyata itu Kakak?" protes Rin pada Ren yang sudah membuatnya ketakutan.

"Sudah tahu takut, kenapa masih mengikuti kegiatan di kampus sampai malam?" omel Ren seraya menjitak kepala Rin dengan kesal.

"Aku ada kuliah pengganti. Mau tidak mau aku harus mengikutinya!" bela Rin menggunakan alasan dahsyat yang sulit dibantah.

"Sial! Kuliah pengganti apanya?" gerutu Ren lirih.

"Kau ingin makan malam apa?" tanya pria itu sembari mengobrak-abrik dapur kecil mereka.

"Aku ingin grilled pomfret dengan—"

Bletak!

Sebuah sandal mendarat tepat di kepala Rin sebelum gadis itu menyelesaikan kalimatnya.

"Kakak!" pekik Rin sebal sembari mengusap-usap kepalanya yang terkena lemparan sandal.

"Makan mie saja!" Ren kembali melempar barang ke kepala Rin yang tak lain ialah bungkus mie instan yang masih memenuhi lemari kecil di dapurnya.

"Mie? Bagaimana aku bisa tumbuh dengan baik kalau setiap hari aku memakan benda yang dibuat dengan bahan pengawet ini?" gerutu Rin kesal.

Srak!

Satu bungkus mie kembali mendarat di wajah cantik adik kembar dari Ren itu.

"Buatkan untukku juga!" ujar Ren santai.

"Buat saja sendiri!" ketus Rin melempar kembali bungkus mie ke wajah sang kakak. Namun tubuh gesit Ren dapat mengelak dengan mudahnya dan berbalik membalas Rin dengan melemparkan lembaran kubis serta cabai.

"Tambah sayur juga! Buat yang pedas!" titah Ren.

Rin hanya bisa mendengus kesal tanpa sanggup memberikan balasan untuk sang kakak. Gadis itu berjalan lesu menuju kompor dan menyiapkan dua mangkuk mie instan penuh cabai dengan wajah masam.

Tak butuh waktu lama bagi Rin untuk dapat menyiapkan dua mangkuk mie instan kuah ekstra pedas yang akan menjadi santapan makan malamnya bersama sang kakak. Kedua kakak adik itu duduk di lantai sembari menikmati makan malam mereka bersama.

"Kakak tidak ada pekerjaan akhir-akhir ini? Sudah beberapa hari Kakak terus berada di rumah," ujar Rin membuka perbincangan bersama sang kakak.

"Kenapa? Kau tidak suka kalau ada Kakak di rumah?" tanya Ren datar.

"Bukan begitu maksudku. Aku hanya senang saja bisa melihat Kakak lebih sering. Jujur saja, beberapa hari ini aku agak ketakutan di rumah sendiri. Rasanya seperti ada orang yang sedang mengintaiku," ungkap Rin bergidik ngeri.

"Paling hanya perasaanmu saja! Memangnya siapa orang kurang kerjaan yang ingin membuang waktu dengan mengikutimu? Tidak ada untungnya juga membuntuti gadis jelek dan kere sepertimu!" cibir Ren.

Meskipun pria itu terlihat tenang dari luar, namun sebenarnya jauh di lubuk hati Ren, pria itu benar-benar mengkhawatirkan sang adik dan juga merasakan kecurigaan yang sama.

Terlebih saat mengingat pekerjaannya yang penuh dengan resiko dan mengundang banyak musuh, Ren khawatir suatu saat nanti Rin akan terseret ke dalam masalahnya dan ikut terkena getah atas perbuatannya.

"Terima kasih sudah mengingatkanku!" ketus Rin tak ingin berkomentar banyak menanggapi ledekan sang kakak.

Tring, tring!

Acara makan malam kedua saudara itu pun terhenti sejenak karena panggilan telepon yang masuk ke telinga Ren.

Pria itu segera meraih ponsel dan menjauh dari Rin untuk menjawab telepon dari nomor yang dirahasiakan. "Ada apa?" tanya Ren begitu ia mengangkat panggilan telepon yang tak lain berasal dari teman komplotannya yang sering mencarikan klien untuknya.

"Ada misi!" ucap seorang pria di seberang sana.

Ren bergegas mengganti pakaiannya dengan jaket hitam serta topi, dilengkapi dengan masker. Setelah membaca pesan berisi alamat untuk bertemu klien, pria itu segera mengeluarkan kartu ponsel miliknya dan menghancurkan simcard itu dengan mudah.

"Kau mau kemana?" tanya Rin pada kakak laki-lakinya yang sudah bersiap dengan sepatu hitam.

"Aku ada urusan sebentar. Jangan keluar kemana-mana! Kunci pintu dan juga jendela! Jangan bukakan pintu untuk siapapun! Aku akan membawa kunci sendiri. Tidur di kamar dan kunci pintu rapat-rapat!" pesan Ren pada sang adik dengan detil.

"Aku mengerti! Kau selalu mengatakan hal ini setiap kali kau akan meninggalkanku di rumah sendiri," tukas Rin.

"Matikan juga ponselmu! Hidupkan hanya saat ada keadaan darurat saja!" pesan Ren lagi.

"Sebenarnya kau mau kemana malam-malam begini? Mencurigakan sekali. Apa pekerjaanmu selama ini menjadi tukang begal?" sindir Rin pada sang saudara kembar.

"Kau tidak perlu tahu! Yang penting hari ini aku akan menghasilkan uang," pamit Ren pada Rin. Tak lupa pria itu mengecup kening sang adik dan memeluk Rin erat sebelum ia pergi.

"Jangan coba cari aku jika kau tidak kembali!" ucap Ren lagi sebelum meninggalkan rumah.

"Kau sudah mengatakan hal ini ribuan kali, tapi kau tetap saja pulang seperti biasa. Kalau kau memang ingin kabur ya kabur saja sana!" cibir Rin tak terlalu menanggapi serius perkataan sang kakak.

"Aku pergi!"

Meskipun terlihat tak peduli di depan Ren, sebenarnya Rin selalu khawatir setiap kali sang kakak pergi di malam hari. Tentu gadis itu tak mengetahui pekerjaan sang kakak yang menjadi pembunuh bayaran. Namun Rin sudah menaruh kecurigaan pada Ren sejak lama.

Gadis itu bahkan tahu kalau Ren sering mencuri makanan sejak kecil, tapi Rin selalu berpura-pura tidak tahu dan tidak mempermasalahkan apapun yang dilakukan sang kakak selama Ren masih bisa kembali padanya dengan selamat.

"Sebenarnya pekerjaan apa yang dilakukan oleh pria urakan itu?" gumam Rin penuh tanda tanya.

***

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Fayna Rahma
part awal selalu penuh misteri.,.
goodnovel comment avatar
Riana Kristina
Awal yang menegangkan thor...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • PENJARA HATI MAFIA   2. Target berat

    Ren berdiri di sebuah jembatan di malam yang gelap bersama dengan beberapa pria berjas yang menutup wajah dengan topeng.Salah seorang pria paruh baya menyodorkan foto pada Ren untuk menunjukkan sosok target yang akan menjadi incaran Ren berikutnya."Malveron. Putra dari keluarga Malvey. Kau pasti tahu Malvey grup, kan?" ujar pria paruh baya yang memberi Ren perintah."Tuan Muda dari keluarga terkenal? Kau ingin tikus sepertiku membunuh ular berbisa?" sinis Ren."Buat dia terluka. Aku akan memberimu dua miliar jika kau berhasil melukainya dan membuatnya berbaring di rumah sakit selama satu minggu!" ujar pria bertopeng itu."Jika kau bisa membuatnya terluka parah dalam kondisi kritis, aku akan memberimu lima miliar!" bujuk pria itu lagi."Tapi, jika kau berhasil menghabisinya ... aku akan memberimu sepuluh miliar. Bagaimana?" sambungnya.Ren hanya manggut-manggut menatap lembar foto yang ada di genggaman tangannya. Pria itu nampak mempertimbangkan dengan matang sebelum menerima tawaran

  • PENJARA HATI MAFIA   3. Kambing hitam

    Rin duduk dengan wajah lesu di taman kampus sembari menatap air mancur kecil yang terpampang jelas di depan matanya.Pikiran gadis itu mulai melayang, mengingat kembali omelan-omelan dosen yang terus terngiang di otaknya.Cacian, makian hingga hinaan harus ia telan mentah-mentah tanpa bisa membantah. Apapun yang diucapkan oleh Rin hanya dianggap angin lalu, terlebih lagi gadis itu tak dapat membuktikan apapun mengenai hancurnya ruangan laboratorium akibat orang tidak bertanggungjawab.Gadis itu semakin sial karena CCTV pun tak dapat memberinya dukungan apapun. Akibat memori penuh, kamera pengintai yang terpasang di sekitar laboratorium tak dapat lagi menyimpan rekaman apapun selama beberapa hari terakhir."Huh, bagaimana lagi aku harus menjelaskan pada dosen-dosen tua itu kalau aku tidak melakukan apapun?!" gerutu Rin sebal."Kalau aku pelakunya, tentu aku sudah melarikan diri dan tidak membuka pintu lebar-lebar saat aku memasuki laboratorium! Apa logika para orang tua itu sudah tidak

  • PENJARA HATI MAFIA   4. Ganti rugi

    Rin berdiri tepat di depan gerbang kayu kecil yang sudah lapuk dan hampir lepas dari pagar kecil yang mengelilinginya.Gadis itu kini tengah berada di depan rumah petugas kebersihan penghancur laboratorium dan bersiap untuk meminta pertanggungjawaban dari pelaku sebenarnya itu.Namun saat melihat kondisi rumah yang mengenaskan, gadis itu pun mulai ragu dan tidak tega menghampiri wanita itu untuk meminta uang ganti rugi atas kecerobohan petugas kebersihan itu."Bagaimana aku bisa menagih uang darinya?" gumam Rin frustasi."Wanita itu pasti juga tidak punya uang sebanyak itu untuk mengganti rugi peralatan laboratorium," oceh Rin justru merasa tak enak hati, padahal dirinya sudah menjadi pihak yang dirugikan.Prang!Tiba-tiba terdengar suara kencang dari dalam rumah dan pintu bangunan kecil itu mendadak terbuka lebar.Rin langsung berlari kocar-kacir mencari tempat sembunyi dan mengamati rumah itu dari balik semak-semak."Kau tidak punya uang, hah? Kalau tidak punya uang, jangan pulang!"

  • PENJARA HATI MAFIA   5. Gagal

    Ren mengambil wadah berisi senjata api yang disodorkan oleh sang teman dan membuka kotak berwarna gelap itu.Sebuah pistol Glock 20 lengkap dengan peluru masih terbungkus rapi di dalam wadah tersebut dan siap untuk digunakan untuk melubangi kulit."Kau akhirnya mengambil tawaran itu?" tanya teman Ren."Aku butuh uang! Membuatnya cedera saja sudah cukup, kan? Jika aku sampai membunuhnya, mungkin nyawaku akan ikut melayang!" ungkap Ren."Jika mereka memang tidak terlalu menuntut untuk membunuh, kau buat luka ringan saja. Tidak perlu menggunakan pistol!" saran teman Ren."Penggunaan senjata api jauh lebih efektif. Setidaknya mereka tidak akan mempermasalahkan hal ini ke pihak kepolisian karena targetku kebanyakan adalah anggota organisasi illegal. Kalau aku membuat kecelakaan lalu lintas, masyarakat umum bisa terkena dampaknya dan polisi akan ikut campur," tukas Ren."Kau memang tidak akan dikejar polisi, tapi kau akan dikejar mafia! Menurutku lebih mudah menghindari polisi daripada haru

  • PENJARA HATI MAFIA   6. Tahanan

    Rin membuka mata perlahan saat dirinya merasakan percikan air yang membasahi wajahnya.Gadis itu mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan yang nampak asing dengan wajah linglung."Gadis ini sudah bangun, Bos!" pekik seorang pria bertubuh kekar hingga membuat Rin tersentak kaget.Seorang pria berjalan mendekat ke arah Rin dan menatap nanar ke arah gadis yang pernah ditemuinya itu.Sama seperti Ron yang masih tak menyangka saat bertemu kembali dengan Rin, gadis itu pun ikut menampakkan wajah bingung sekaligus terkejut saat dirinya bertemu pandang dengan sosok pria yang dijumpainya beberapa hari yang lalu di kampus.Rin mencoba menggerakkan tangan dan kakinya, namun sayangnya gadis itu sudah terlilit dengan tali yang membuat Rin tak dapat bergerak bebas."Aku melihatmu sebelumnya di kampus! Kau ... Malveron? Bisa kau berikan penjelasan yang masuk akal atas tindakanmu padaku?" ketus Rin sembari melotot ke arah pria berwajah dingin itu."Penjelasan? Kau berani menuntut penjelasan dariku

  • PENJARA HATI MAFIA   7. Kandang singa

    "K-kau benar-benar akan melukai gadis kecil yang tidak bersalah? Aku tidak mengenalmu! Aku tidak tahu apapun tentangmu! Aku tidak ada hubungannya sama sekali!" pekik Rin dengan tangis yang sudah pecah, memenuhi seluruh ruangan tempatnya disekap."Kalau begitu apa salah Lilian? Apa salah calon istriku? Calon istriku juga tidak memiliki kesalahan apapun pada kakakmu! Calon istriku juga tidak mengenal kakakmu! Tapi kenapa kakakmu seenaknya mengarah pistol padanya?!" amuk Ron dengan teriakan kencang yang begitu memekakkan telinga.Ruangan itu kini dipenuhi dengan jeritan serta tangisan antara Rin dan juga Ron. Kedua orang itu sama-sama frustasi menghadapi keadaan yang membuat mereka terjepit dalam situasi membingungkan."Kau hanya butuh objek untuk disalahkan! Iya, kan? Kau hanya butuh pelampiasan, kan? Kau pikir aku mau menjadi pelampiasan kemarahanmu yang tidak jelas?" pekik Rin memberanikan diri meninggikan suara di hadapan Ron."Diam atau aku akan benar-benar mencabik-cabik isi perutm

  • PENJARA HATI MAFIA   8. Neraka dunia

    Cklek!Hari sudah larut. Ron membuka pintu perlahan, kemudian melangkahkan kaki masuk ke dalam ruangan kecil tempat ia mengurung Rin.Tak tega melihat Rin yang terus diikat sepanjang hari, Ron pun berbaik hati melepas ikatan tali yang membelit tangan serta kaki Rin dengan kencang.Pria itu menatap sejenak mata bengkak Rin, kemudian mengusap lembut pipi Rin yang masih basah.Ron mengangkat tubuh mungil Rin dan memindahkan gadis itu menuju salah satu kamar kosong yang berada dalam rumahnya.Rin yang sudah lemas karena kelelahan menangis dan kelaparan, tak terbangun sedetikpun saat dirinya dipindahkan oleh Ron ruangan lain."Kenapa harus kau?" gumam Ron mulai berbelas kasih pada gadis kecil yang sudah menjadi pelampiasan amarahnya itu.Pria itu mengingat kembali pertemuan pertamanya dengan Rin di kampus beberapa hari yang lalu saat terjadi keributan di laboratorium universitas."Kau sudah menyelesaikan masalah laboratorium? Atau kau membiarkan dirimu menjadi kambing hitam?" gumam Ron lag

  • PENJARA HATI MAFIA   9. Rencana Pelarian

    Pagi hari, Ron sudah berdiri di depan pintu kamar Rin dengan membawa nampan berisi penuh makanan.Pria itu mematung sejenak di depan kamar, tanpa langsung membuka pintu ruangan yang ditempati oleh tawanannya itu."Kenapa aku harus repot merawat gadis itu?" gerutu Ron sembari menatap sinis piring makanan yang dibawanya.Setelah mengalami perang batin beberapa saat, akhirnya Ron membuka kamar tempat Rin beristirahat. Pandangan mata pria itu langsung tertuju pada tubuh mungil Rin yang terlentang di atas ranjang."Wajahnya pucat sekali," gumam Ron makin tak tega melihat bibir Rin yang sudah pucat pasi."Hei! Bangun!" Ron mencolek bahu Rin dan mencoba mengguncang-guncangkan tubuh gadis kecil itu perlahan untuk membangunkannya.Beberapa kali Ron mencoba mengguncangkan tubuh Rin, namun sayangnya gadis itu tak menunjukkan pergerakan sekecil apapun.Ron terus mengoceh untuk membangunkan gadis berwajah pucat itu, tapi Rin tak memberikan sahutan maupun respon apapun."Hei, kau baik-baik saja, ka

Bab terbaru

  • PENJARA HATI MAFIA   64. Kecurigaan yang menumpuk

    "Kami sudah mencari gadis yang ada di foto itu, tapi kami tidak menemukan satu pun gadis yang mirip, Bos!" ujar anak buah kiriman Han pada Han yang tengah menunggu kabar.Pria yang tadinya yakin dapat menculik Rin itu, justru harus dibuat kesal, karena target yang ia kejar ternyata berhasil melarikan diri sebelum ia mulai mengejar. "Apa aku tidak salah dengar? Memangnya ada perubahan jadwal penerbangan? Atau mereka menggunakan maskapai lain?" tanya Han bingung.Han berhasil dibuat kesal karena rencananya yang gagal total. Para anak buahnya nampak sibuk mencari keberadaan Rin, disaat Rin dan Ron telah lama meninggalkan bandara dan menuju ke tempat yang tidak diketahui oleh Han."CARI LAGI SAMPAI KETEMU! Aku yakin mereka ada di dalam pesawat!" titah Han.Pria itu langsung membanting ponsel dan mengamuk di dalam mobil begitu target yang ia kejar ternyata dapat meloloskan diri dengan mudah."Apa yang terjadi dengan mereka? Kenapa Rin dan Ron bisa menghilang?" gumam Han dibuat bingung.Seme

  • PENJARA HATI MAFIA   63. Antisipasi

    “Sudah siap?” tanya Ron pada Rin yang tengah menyeret koper keluar dari kamarnya. Setelah berminggu-minggu tinggal bersama Ron di Roma, Rin mulai terbiasa dan mulai tak rela meninggalkan kota tempatnya berlibur itu.“Aku sudah siap!” cetus Rin dengan wajah lesu.Ron menangkap dengan jelas wajah muram Rin, kemudian mengacak gemas rambut panjang gadis cantik itu. “Aku akan mengajakmu kembali lagi kemari nanti. Aku janji!” hibur Ron pada Rin yang terlihat jelas sekali, tidak rela meninggalkan tempat liburan mereka.“Siapa juga yang ingin kembali kemari bersamamu? Aku bisa kembali ke sini sendiri,” timpal Rin sinis.“Memangnya kau punya uang?” cibir Ron begitu menohok pada gadis miskin yang memang tidak memiliki banyak uang itu.Ron merebut koper yang diseret oleh Rin, dan mengajak gadis itu pergi meninggalkan rumah yang mereka tempati. Bersama dengan taksi yang mereka tumpangi, Ron dan Rin memulai perjalanan mereka untuk pulang ke negara asal. Kedua orang itu pulang dengan wajah tenang,

  • PENJARA HATI MAFIA   62. Bukan beban

    “Tempat apa ini?” gumam Rin begitu ia dan Ron tiba di sebuah taman kecil yang berada di pusat kota. Ron tidak berencana melakukan banyak hal untuk hari terakhir liburannya bersama dengan Rin. Pria itu hanya ingin mengajak Rin menikmati kencan ringan dengan bersepeda dan berolahraga bersama di taman.“Kuburan!” celetuk Ron dongkol mendengar pertanyaan tidak penting dari Rin.“Ah, kau berencana untuk menguburku hidup-hidup di sini?” sergah Rin dengan wajah masam.“Benar! Aku akan menggali makam untukmu!” tukas Ron sembari menyeret Rin untuk berlari bersama dengan dirinya mengelilingi taman kecil itu. Ron mengambil sepeda yang disewakan di taman, sementara Rin harus berlari dengan susah payah mengejar Ron, karena Ron tidak begitu tega menaiki sepeda seorang diri, tanpa mengajaknya.“Ron, aku juga ingin sepeda!” rengek Rin sembari menyeka keringat yang bercucuran di dahiny.“Kejar aku dulu kalau bisa! Kau terlalu kurus dan lembek, Rin! Sebaiknya kau lebih rajin berolahraga!” cibir Ron den

  • PENJARA HATI MAFIA   61. Musuh dalam selimut

    Ren nampak tengah berguling-guling di ranjang hotel dengan santainya tanpa melakukan banyak hal. Pria itu masih diperlakukan seperti raja untuk sementara waktu, sampai Ren tidak akan lagi berguna. Ren masih belum memikirkan rencana lain untuk ke depannya. Pikiran pria itu masih dipenuhi dengan kecemasan mengenai Rin yang kini masih berada di luar negeri bersama Ron.“Apa sebaiknya aku menghubungi Rin saja? Mereka masih akan menargetkan Rin atau tidak, ya?” gumam Ren tenggelam dalam pikiranya sendiri dan membuat pria itu tak dapat tidur nyenyak.Akhirnya, Ren pun memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar hotel sejenak sembari mengirup udara segar. “Rin pasti juga sedang menginap di hotel mewah sekarang, kan? Bukan aku saja yang tengah menikmati ranjang empuk di sini, kan?” oceh Ren sedikit merasa bersalah pada adiknya yang entah sekarang dapat beristirahat dengan nyenyak atau tidak.Pria itu berjalan di lorong hotel dengan langkah gontai dan tanpa sengaja berpapasan dengan salah seora

  • PENJARA HATI MAFIA   60. Kelemahan

    "Sebelum kita pulang ... bagaimana kalau kita pergi berlibur bersama? Berkeliling kota untuk yang terakhir mungkin?" ajak Ron ragu-ragu pada Rin.Ron sudah membulatkan tekad akan pulang ke negara asal bersama dengan Rin. Pria itu sudah tak ingin lagi melarikan diri dari teror, dan akan berusaha menangkap dalang dari peneroran yang dialaminya selama ini."Berlibur?" tanya Rin dengan dahi berkerut."Em, anggap saja ini sebagai ... kenang-kenangan perjalanan pertama kita. Kita tidak bisa mengunjungi banyak tempat karena kau masih diganggu oleh peneror itu, kan?" cetus Ron. "Sekarang kau sudah tidak lagi diganggu oleh orang itu. Kau bisa menikmati waktu liburan kita sejenak dengan nyaman."Setidaknya Ron ingin memberikan kenangan yang berkesan bagi Rin di liburan pertama gadis itu di luar negeri. Ron juga ingin menjadi bagian dari ingatan yang menyenangkan bagi Rin selama mereka bisa menghabiskan waktu untuk bersama."Kapan kita akan pulang?" tanya Rin mengalihkan pembicaraan."Lusa mungk

  • PENJARA HATI MAFIA   59. Kecurigaan

    "Akhir-akhir ini kau terus melamun," tegur Ron pada Rin yang tengah duduk termenung seorang diri di bangku halaman rumah.Rin sontak menyadarkan diri dari lamunan, kemudian menoleh ke arah Ron yang tengah memegang dua kaleng soda. "Minumlah! Kau sepertinya perlu menyegarkan pikiran," cetus Ron.Rin mengulas senyum tipis, kemudian menyambut minuman dingin yang diberikan oleh Ron. "Terima kasih!" ucap Rin."Apalagi yang kau cemaskan? Ada yang mengganjal di pikiranmu?" tanya Ron menemani Rin berbincang di malam yang dingin itu.Rin meneguk minuman kaleng soda itu, kemudian mulai membuka suara. "Aku hanya merasa aneh saja. Pria itu tidak lagi menghubungiku. Dia tidak lagi membahas mengenai mengenai Ren dan informasi yang dia inginkan darimu. Aku takut ... terjadi sesuatu pada Ren," terang Rin dengan perasaan kalut."Ren sudah menghubungimu kemarin, kan? Dia baik-baik saja, kan?" tukas Ron."Memang benar kalau Ren baik-baik saja," ujar Rin. "Tapi tetap saja ... aku takut ada sesuatu yang t

  • PENJARA HATI MAFIA   58. Ganti target

    Di sebuah kamar hotel mewah, nampak seorang pria dengan kaos polos tengah duduk di ranjang besar sembari menatap sendu sebuah foto yang terpampang di layar ponsel.Pria itu mengusap lembut layar ponselnya, menatap sesosok gadis cantik yang tersenyum manis, yang tak lain ialah Rin.Ya, pria itu adalah Ren, kakak dari Rin. Sesuai dengan dugaan Ron, Ren yang tadinya seorang tawanan dan tinggal di sebuah gudang, kini beralih mendapatkan perhatian istimewa dari pria misterius yang menawan dirinya.Selaras dengan perkiraan Ron, Ren memang menyimpan banyak rahasia besar dari klien-klien berbahaya yang menggunakan jasanya sebelumnya.Tok, tok! Waktu bersantai pria itu pun tak berlangsung lama, karena gangguan yang tiba-tiba muncul. Seorang pria bertopeng masuk ke dalam kamar Ren dan menyapa pria itu dengan sopan."Kau menyukai kamar barumu? Setelah tidur di gudang, tentu tidurmu bisa kembali nyenyak di sini, kan?" cetus seorang pria bertopeng yang menawan Ren.Tak lagi tidur di gudang, kini p

  • PENJARA HATI MAFIA   57. Gundah

    "Sial! Aku tidak bisa mendengar apa pun!" gerutu Ron yang kini tengah berdiri di depan pintu kamar Rin, sembari menempelkan telinganya ke pintu untuk mencuri dengar pembicaraan Rin dengan sang kakak.Pria yang masih berselimutkan handuk itu tengah berusaha keras "menguping" dengan konsentrasi penuh, tapi sayangnya Ron tak dapat mendengar informasi apa pun dari pembicaraan Rin di telepon."Awas saja kalau kau merencanakan hal yang tidak-tidak dengan pria brengsek itu!" oceh Ron sembari meremas handuk yang melilit tubuhnya.Cklek! Tiba-tiba Rin membuka kunci pintu kamar disaat Ron masih berdiri di depan kamar Rin. Pria itu langsung kalang kabut melarikan diri sebelum Rin membuka pintu kamar dan melihat dirinya."Dari mana Ren tahu kalau aku dan Ron cukup dekat? Pria itu juga tahu kalau aku dan Ron memiliki sesuatu," gumam Rin bingung. "Apa mereka mengawasiku dan Ron dari jauh? Atau ada orang dalam yang menjadi mata-mata dan memberikan informasi pada pria itu?" oceh Rin.Rin berjalan men

  • PENJARA HATI MAFIA   56. Telepon rindu

    Tring! Hari damai Rin pun kembali terusik oleh panggilan telepon dari pria yang mengancamnya. Usai memberikan informasi mengenai Ron padanya, Rin langsung dihubungi oleh pria misterius yang mencoba memperalat dirinya menggunakan Ren sebagai tawanan."Nomor tidak dikenal. Pasti ini dari orang itu," gumam Rin kemudian berlari mencari Ron sebelum mengangkat panggilan telepon."Ron? Kau di dalam? Boleh aku masuk?" Rin menggedor-gedor pintu kamar Ron, tapi sayangnya tak ada jawaban terdengar dari kamar Ron."Apa Ron tidak ada di kamar? Atau dia sedang tidur?" gumam Rin menerka-nerka.Rin menarik gagang pintu kamar Ron, dan memaksa masuk ke dalam ruangan pribadi pria dingin itu. "Ron? Kau di dalam?" Terdengar suara gemericik air yang menandakan kalau Ron tengah berada di kamar mandi. Rin pun segera melangkah menuju kamar mandi dan mengetuk pintu kamar kecil itu."Ron, kau di dalam, kan? Ada telepon penting yang masuk! Aku membutuhkanmu!" pekik Rin di luar kamar mandi.Ron mengusap wajahnya

DMCA.com Protection Status