Share

8. Neraka dunia

Penulis: KINOSANN
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Cklek!

Hari sudah larut. Ron membuka pintu perlahan, kemudian melangkahkan kaki masuk ke dalam ruangan kecil tempat ia mengurung Rin.

Tak tega melihat Rin yang terus diikat sepanjang hari, Ron pun berbaik hati melepas ikatan tali yang membelit tangan serta kaki Rin dengan kencang.

Pria itu menatap sejenak mata bengkak Rin, kemudian mengusap lembut pipi Rin yang masih basah.

Ron mengangkat tubuh mungil Rin dan memindahkan gadis itu menuju salah satu kamar kosong yang berada dalam rumahnya.

Rin yang sudah lemas karena kelelahan menangis dan kelaparan, tak terbangun sedetikpun saat dirinya dipindahkan oleh Ron ruangan lain.

"Kenapa harus kau?" gumam Ron mulai berbelas kasih pada gadis kecil yang sudah menjadi pelampiasan amarahnya itu.

Pria itu mengingat kembali pertemuan pertamanya dengan Rin di kampus beberapa hari yang lalu saat terjadi keributan di laboratorium universitas.

"Kau sudah menyelesaikan masalah laboratorium? Atau kau membiarkan dirimu menjadi kambing hitam?" gumam Ron lagi.

"Maaf sudah melibatkanmu dalam masalah ini," imbuhnya.

"Kakak!" Tiba-tiba Rin memekik kencang dan terbangun dari tidurnya.

Masih dengan mata tertutup, gadis itu memeluk Ron dengan erat, mengira pria yang ada di hadapannya itu adalah Ren.

"Kemana saja Kakak pergi? Kenapa Kakak meninggalkan aku sendiri? Aku ketakutan, Ren!" rengek Rin kembali bercucuran air mata dalam pelukan Ron.

"Kenapa kau tega sekali meninggalkanku? Apa yang kau lakukan di luar sana? Kau bukan pembunuh, kan? Kau bukan pembunuh! Kau tidak melakukan hal kejam seperti itu, kan?" omel Rin sembari memukul-mukul dada bidang Ron.

"Kau tahu apa yang terjadi padaku karena ulahmu? Aku menunggumu berhari-hari, tapi kau tidak juga pulang!" Rin terus saja mengoceh dan belum menyadari karena pria yang mendengarkan keluh kesahnya adalah orang yang menyekapnya.

"Kenapa kau diam saja? Kau tidak ingin menjelaskan sesuatu?" Perlahan Rin mulai merenggangkan pelukannya dan menatap wajah pria yang dipeluknya.

Manik mata Rin membulat lebar seketika, saat dirinya beradu pandang dengan pria garang yang mengurungnya.

Gadis itu segera menjauh ke tepi ranjang dan menundukkan kepala dalam-dalam dengan tubuh gemetar ketakutan.

Ron menatap Rin dengan ekspresi datar dan melihat jelas tubuh gemetar gadis mungil itu.

Tanpa mengatakan apapun, Ron berlalu begitu saja meninggalkan kamar Rin dan menutup pintu rapat-rapat.

Gadis itu mulai bernafas lega, begitu sosok Ron menghilang dari hadapannya.

"Fiuh, hampir saja jantungku rontok!" gumam Rin dengan kelegaan luar biasa.

"Ikatan di kaki dan tanganku sudah hilang?" Rin baru menyadari dirinya sudah terlepas dari lilitan tali.

Gadis itu mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan dan mendapati ruangan asing yang jauh berbeda dengan ruangan tempat ia disekap sebelumnya.

"Aku sudah dipindahkan?" oceh Rin.

Rin beranjak dari ranjang, kemudian berlari ke pintu keluar kamar. Sayangnya, Ron sudah mengunci pintu tersebut dan menjadikan kamar itu sebagai tempat untuk mengurung Rin.

"Sial!" umpat Rin sembari berdecak kesal.

Gadis itu berlarian ke sekeliling ruangan dan mencari celah untuk dapat keluar dari kamar yang sudah memenjarakannya itu.

Rin mendekati jendela, namun sayangnya jendela yang terdapat di kamar itu telah dipasangi ukiran besi.

"Bagaimana aku bisa membuka jendela ini?" gerutu Rin kesal.

Kini Rin berlarian ke kamar mandi. Gadis itu menemukan jendela kecil, namun lagi-lagi terdapat ukiran besi dibalik kaca mini itu.

"Sial! Sial! Sial! Bagaimana aku bisa keluar dari sini?" umpat Rin makin kesal dan geram.

Adik dari Ren itu masih terus berkeliling ruangan dan mengamati dengan seksama setiap sudut kamar itu.

"Ayolah, Rin! Berpikir! Gunakan cara jitu untuk keluar dari sini!" gumam Rin mencoba berkonsentrasi.

Gadis itu mengacak rambutnya dengan kesal, tanpa berhasil menemukan ide apapun untuk melarikan diri dari kurungan Ron.

"Kenapa aku tidak terlahir sebagai gadis jenius?" gerutu Rin dengan frustasi.

Krukkkk!

Suara perut Rin yang keroncongan, ikut menambah rasa frustasi gadis berambut panjang itu.

Wajah Rin perlahan memucat dan tubuhnya mulai lemas karena seharian penuh belum meneguk satu tetes air maupun menelan satu butir nasi.

Rin merebahkan diri ke atas ranjang dengan tubuh lesu. Pikiran gadis itu mulai penuh dengan donat, pisang, sayap ayam, dan berbagai jenis makanan yang membuatnya semakin lapar.

"Mie instan," gumam Rin lirih.

"Mie instan juga tidak apa-apa, asal aku bisa makan ...." oceh gadis itu mulai tak sanggup menahan rasa lapar serta hausnya.

"Apa aku akan mati kelaparan di sini? Jika kau harus mati, aku ingin dalam keadaan kenyang," gerutu Rin pasrah.

Gadis itu menatap nanar langit kamar tempatnya terpenjara. "Apa sekarang ... aku sudah menjadi tawanan?"

***

Bab terkait

  • PENJARA HATI MAFIA   9. Rencana Pelarian

    Pagi hari, Ron sudah berdiri di depan pintu kamar Rin dengan membawa nampan berisi penuh makanan.Pria itu mematung sejenak di depan kamar, tanpa langsung membuka pintu ruangan yang ditempati oleh tawanannya itu."Kenapa aku harus repot merawat gadis itu?" gerutu Ron sembari menatap sinis piring makanan yang dibawanya.Setelah mengalami perang batin beberapa saat, akhirnya Ron membuka kamar tempat Rin beristirahat. Pandangan mata pria itu langsung tertuju pada tubuh mungil Rin yang terlentang di atas ranjang."Wajahnya pucat sekali," gumam Ron makin tak tega melihat bibir Rin yang sudah pucat pasi."Hei! Bangun!" Ron mencolek bahu Rin dan mencoba mengguncang-guncangkan tubuh gadis kecil itu perlahan untuk membangunkannya.Beberapa kali Ron mencoba mengguncangkan tubuh Rin, namun sayangnya gadis itu tak menunjukkan pergerakan sekecil apapun.Ron terus mengoceh untuk membangunkan gadis berwajah pucat itu, tapi Rin tak memberikan sahutan maupun respon apapun."Hei, kau baik-baik saja, ka

  • PENJARA HATI MAFIA   10. Usulan

    Ron duduk termenung di ruang kerjanya sembari menatap berkas-berkas di mejanya dengan wajah malas. Pria itu masih tak bersemangat melakukan rutinitas, setelah sibuk mengurus pemakaman calon istrinya yang baru saja berlangsung beberapa hari yang lalu.Tok, tok!Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan pria hampir menginjak usia kepala tiga itu.Ron melirik ke arah pintu dengan malas, begitu ia melihat sosok sang asisten dari balik pintu."Bos, hari ini ada—""Tolak!" potong Ron cepat, sebelum asistennya menyelesaikan kalimatnya.Keringat dingin mulai mengucur deras membasahi pelipis Han, asisten dari Ron. Pria itu menghela nafas sejenak, sebelum ia kembali membuka mulut untuk memberikan laporan berikutnya."Proyek dari—""Tolak!"Glek! Han menelan ludah kasar begitu perkataan kembali dipotong oleh sang majikan."Perkebunan dari keluarga—""Bakar saja!" tukas Ron sembari melirik ke arah Han dengan mata melotot yang menyeramkan."Apa salah dan dosaku, Tuhan!" batin Han merinding ketakutan

  • PENJARA HATI MAFIA   11. Beban

    "Ceburkan saja aku!" tantang Rin pada Ron.Ron sontak melotot ke arah Rin dan beradu pandang dengan gadis yang tengah tergantung di tiang jembatan itu."Aku juga sudah bosan hidup! Ceburkan saja aku!" ujar Rin tanpa rasa takut."Kau yakin? Air di bawah sana bisa membuatmu membeku dan kehabisan nafas. Kau ingin mencobanya?" sergah Ron, kemudian mengendurkan tali yang mengikat Rin hingga membuat gadis itu turun beberapa centi dari tempat dirinya digantung."Aakkhh!" Gadis itu sontak memekik kencang saat dirinya hampir terjun bebas ke bawah jembatan."Masih ingin mencobanya?" ledek Ron sembari menampakkan tawa jahatnya di depan Rin."Dasar pengecut! Kau sebut dirimu pria, hah?! Lebih baik kau ganti saja pakaianmu dengan rok sana! Beraninya menindas gadis kecil yang lemah!" gerutu Rin tak merasa takut pada Ron meskipun hidupnya sudah terancam."Pengecut kau bilang?"Ron yang sudah terlahap oleh amarah, tanpa sadar menjatuhkan Rin ke dalam sungai besar di bawah jembatan begitu saja tanpa s

  • PENJARA HATI MAFIA   12. Malaikat

    Ron berlari secepat mungkin menuju jalan raya dan menarik tubuh Rin untuk menepi."Kau ini sudah gila, ya?" sentak Ron pada gadis kecil yang hampir saja bunuh diri itu."Aku hanya mengabulkan keinginanmu! Ini yang kau mau, kan?" sungut Rin tanpa takut."Tundukkan pandangan matamu! Berani sekali kau melotot padaku! Kau tidak tahu siapa aku?" sentak Ron hampir saja mencolok manik mata bening milik Rin yang menatapnya tanpa berkedip."Memangnya kau siapa?" cibir Rin dengan nada meremehkan."Aku adalah -@$#_@&!"Perkataan Ron menjadi terdengar tidak jelas karena tiba-tiba sebuah truk besar dengan suara bising melintas di dekat mereka."Apa? Aku apa?" tanya Rin lagi."Aku seorang 1?@€"Ucapan Ron kembali terdengar samar-samar karena mendadak sebuah bus besar membunyikan klakson yang bersuara nyaring."Kau ini berbicara apa sebenarnya?" tukas Rin mulai lelah berdebat dengan Ron."Sial! Aku hanya Ingin mengatakan kalau aku &@_?7%√¢!"Kesabaran Ron hampir habis karena ucapannya selalu saja t

  • PENJARA HATI MAFIA   13. Haus belaian

    "Sudah berapa hari kau bekerja di sini? Bisakah kau bawa aku keluar dari sini? Bisa kau beritahu aku pintu keluar yang biasa digunakan pelayan?" cecar Rin.Mungkin dengan adanya Linda, Rin bisa kabur dengan mudah dari cengkeraman Ron. Terlebih lagi, saat ini Rin sudah tidak dikurung dan dapat berkeliaran dengan bebas di area rumah Ron."Pintu keluar ada di belakang, di dekat dapur. Pelayan biasa keluar masuk lewat pintu itu," tukas Linda santai."Terima kasih!"Rin langsung berlari menuju dapur yang dimaksud oleh Linda. Senyum gadis itu mulai mengembang begitu Rin berhasil menemukan dapur yang memiliki pintu kecil menuju halaman belakang kediaman Ron.Rin membuka pintu kecil itu dengan penuh suka cita tanpa menduga ada seorang pria yang berdiri tepat di gerbang halaman belakang dan melambaikan tangan dengan ekspresi wajah mengejek pada Rin.Siapa lagi pria yang berdiri di depan pintu gerbang itu jika bukan sang pemilik rumah, Malveron.'Sial! Kenapa pria itu ada di sana?' jerit Rin da

  • PENJARA HATI MAFIA   14. Hari berwarna

    Ron segera mengambil handuk dan melemparnya tepat ke kepala Rin. Pria itu nampak salah tingkah di depan Rin dan terus berusaha mengalihkan pandangan dari pakaian basah gadis itu."Lepas baju basahmu itu! Kau bisa membuat lantai kamarku banjir!" omel Ron, kemudian meninggalkan Rin yang masih mematung di dalam kamar mandi."Apa yang kau pikirkan, Ron? Singkirkan pikiran kotormu itu!" gerutu Ron pada dirinya sendiri.Pria itu duduk dengan gelisah di dalam kamarnya hingga akhirnya Rin keluar dari kamar mandi dengan berselimutkan handuk dan pergi meninggalkan kamar Ron."Aku pergi," pamit Rin sekenanya."Pergi ya pergi saja! Jangan lupa bawa keluar baju basahmu!" sungut Ron."Aku tahu!"Gadis itu membuka pintu kamar, tempat dirinya dikurung sebelumnya. Rin segera membuka lemari pakaian yang terpajang di kamarnya, namun sayangnya tak ada satupun pakaian yang menggantung di sana."Apa-apaan ini?" gerutu Rin kesal saat tak menemukan satu pakaian pun yang bisa ia kenakan.Gadis itu pun keluar

  • PENJARA HATI MAFIA   15. Nyonya Helena

    "Han!" panggil Nyonya Helena pada asisten putranya yang sejak tadi berlalu lalang di rumah putranya."Ada yang bisa dibantu, Nyonya?" sahut Han dengan sopan."Siapa sebenarnya gadis yang dibawa Ron kemari? Apa Ron mempunyai pacar baru?" tanya Nyonya Helena penuh harap."P-pacar? Bos terus mengurung diri di dalam rumah setelah pemakaman Nona Lilian. Mana mungkin Bos memiliki waktu untuk berkencan," terang Han."Kalau begitu, siapa gadis yang tengah dipeluk Ron? Kau yakin Ron tidak memiliki pacar baru?" tanya Nyonya Helena."Pasti bukan pacar, Nyonya. Bos tidak membawa gadis manapun ke rumah," "Benarkah? Tapi aku melihat sendiri Ron memeluk seorang gadis di dalam kamar. Apa mungkin Ron memeluk pelayan?" bisik Nyonya Helena."Memeluk apanya?" sahut Ron tiba-tiba muncul dan ikut menyela pembicaraan sang ibu dengan asisten."M-memeluk apa? Ibu hanya sedang membicarakan drama dengan Han. Iya 'kan, Han?" tukas Nyonya Helena."I-iya, Bos. Benar! Hanya membicarakan drama," dukung Han."Kalian

  • PENJARA HATI MAFIA   16. Bukan simpati

    "Duduk diam di kamarmu dan jangan keluar! Jangan menyapa ataupun berbicara pada ibuku! Kau hanya boleh keluar pukul tujuh sampai pukul sepuluh pagi untuk membersihkan kamarku! Selain itu kau tidak diperbolehkan menginjakkan kaki di manapun!" titah Ron panjang lebar pada Rin yang berdiri menunduk di hadapan Ron."Kau mengerti, kan?" sentak Ron pada gadis kecil tawanannya itu."Hm," jawab Rin singkat."Jangan kau pikir kau sedang berlibur di hotel! Aku tidak sedang memberimu tumpangan gratis di sini! Selesaikan pekerjaanmu dengan baik jika kau tidak ingin jatah makanmu dikurangi!" Rin hanya diam tanpa merespon ocehan Ron. Gadis itu hampir saja lupa jika dirinya masih menjadi tawanan dari pria garang yang tengah mengejar sang kakak."Jangan coba-coba untuk kabur atau aku akan mematahkan kakimu!" pungkas Ron pada sang tawanan.Pria itu berbalik badan dan mulai melangkah meninggalkan Rin yang masih mematung di dalam kamar tempat gadis itu dikurung."Tunggu sebentar!" cegah Rin sebelum Ron

Bab terbaru

  • PENJARA HATI MAFIA   64. Kecurigaan yang menumpuk

    "Kami sudah mencari gadis yang ada di foto itu, tapi kami tidak menemukan satu pun gadis yang mirip, Bos!" ujar anak buah kiriman Han pada Han yang tengah menunggu kabar.Pria yang tadinya yakin dapat menculik Rin itu, justru harus dibuat kesal, karena target yang ia kejar ternyata berhasil melarikan diri sebelum ia mulai mengejar. "Apa aku tidak salah dengar? Memangnya ada perubahan jadwal penerbangan? Atau mereka menggunakan maskapai lain?" tanya Han bingung.Han berhasil dibuat kesal karena rencananya yang gagal total. Para anak buahnya nampak sibuk mencari keberadaan Rin, disaat Rin dan Ron telah lama meninggalkan bandara dan menuju ke tempat yang tidak diketahui oleh Han."CARI LAGI SAMPAI KETEMU! Aku yakin mereka ada di dalam pesawat!" titah Han.Pria itu langsung membanting ponsel dan mengamuk di dalam mobil begitu target yang ia kejar ternyata dapat meloloskan diri dengan mudah."Apa yang terjadi dengan mereka? Kenapa Rin dan Ron bisa menghilang?" gumam Han dibuat bingung.Seme

  • PENJARA HATI MAFIA   63. Antisipasi

    “Sudah siap?” tanya Ron pada Rin yang tengah menyeret koper keluar dari kamarnya. Setelah berminggu-minggu tinggal bersama Ron di Roma, Rin mulai terbiasa dan mulai tak rela meninggalkan kota tempatnya berlibur itu.“Aku sudah siap!” cetus Rin dengan wajah lesu.Ron menangkap dengan jelas wajah muram Rin, kemudian mengacak gemas rambut panjang gadis cantik itu. “Aku akan mengajakmu kembali lagi kemari nanti. Aku janji!” hibur Ron pada Rin yang terlihat jelas sekali, tidak rela meninggalkan tempat liburan mereka.“Siapa juga yang ingin kembali kemari bersamamu? Aku bisa kembali ke sini sendiri,” timpal Rin sinis.“Memangnya kau punya uang?” cibir Ron begitu menohok pada gadis miskin yang memang tidak memiliki banyak uang itu.Ron merebut koper yang diseret oleh Rin, dan mengajak gadis itu pergi meninggalkan rumah yang mereka tempati. Bersama dengan taksi yang mereka tumpangi, Ron dan Rin memulai perjalanan mereka untuk pulang ke negara asal. Kedua orang itu pulang dengan wajah tenang,

  • PENJARA HATI MAFIA   62. Bukan beban

    “Tempat apa ini?” gumam Rin begitu ia dan Ron tiba di sebuah taman kecil yang berada di pusat kota. Ron tidak berencana melakukan banyak hal untuk hari terakhir liburannya bersama dengan Rin. Pria itu hanya ingin mengajak Rin menikmati kencan ringan dengan bersepeda dan berolahraga bersama di taman.“Kuburan!” celetuk Ron dongkol mendengar pertanyaan tidak penting dari Rin.“Ah, kau berencana untuk menguburku hidup-hidup di sini?” sergah Rin dengan wajah masam.“Benar! Aku akan menggali makam untukmu!” tukas Ron sembari menyeret Rin untuk berlari bersama dengan dirinya mengelilingi taman kecil itu. Ron mengambil sepeda yang disewakan di taman, sementara Rin harus berlari dengan susah payah mengejar Ron, karena Ron tidak begitu tega menaiki sepeda seorang diri, tanpa mengajaknya.“Ron, aku juga ingin sepeda!” rengek Rin sembari menyeka keringat yang bercucuran di dahiny.“Kejar aku dulu kalau bisa! Kau terlalu kurus dan lembek, Rin! Sebaiknya kau lebih rajin berolahraga!” cibir Ron den

  • PENJARA HATI MAFIA   61. Musuh dalam selimut

    Ren nampak tengah berguling-guling di ranjang hotel dengan santainya tanpa melakukan banyak hal. Pria itu masih diperlakukan seperti raja untuk sementara waktu, sampai Ren tidak akan lagi berguna. Ren masih belum memikirkan rencana lain untuk ke depannya. Pikiran pria itu masih dipenuhi dengan kecemasan mengenai Rin yang kini masih berada di luar negeri bersama Ron.“Apa sebaiknya aku menghubungi Rin saja? Mereka masih akan menargetkan Rin atau tidak, ya?” gumam Ren tenggelam dalam pikiranya sendiri dan membuat pria itu tak dapat tidur nyenyak.Akhirnya, Ren pun memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar hotel sejenak sembari mengirup udara segar. “Rin pasti juga sedang menginap di hotel mewah sekarang, kan? Bukan aku saja yang tengah menikmati ranjang empuk di sini, kan?” oceh Ren sedikit merasa bersalah pada adiknya yang entah sekarang dapat beristirahat dengan nyenyak atau tidak.Pria itu berjalan di lorong hotel dengan langkah gontai dan tanpa sengaja berpapasan dengan salah seora

  • PENJARA HATI MAFIA   60. Kelemahan

    "Sebelum kita pulang ... bagaimana kalau kita pergi berlibur bersama? Berkeliling kota untuk yang terakhir mungkin?" ajak Ron ragu-ragu pada Rin.Ron sudah membulatkan tekad akan pulang ke negara asal bersama dengan Rin. Pria itu sudah tak ingin lagi melarikan diri dari teror, dan akan berusaha menangkap dalang dari peneroran yang dialaminya selama ini."Berlibur?" tanya Rin dengan dahi berkerut."Em, anggap saja ini sebagai ... kenang-kenangan perjalanan pertama kita. Kita tidak bisa mengunjungi banyak tempat karena kau masih diganggu oleh peneror itu, kan?" cetus Ron. "Sekarang kau sudah tidak lagi diganggu oleh orang itu. Kau bisa menikmati waktu liburan kita sejenak dengan nyaman."Setidaknya Ron ingin memberikan kenangan yang berkesan bagi Rin di liburan pertama gadis itu di luar negeri. Ron juga ingin menjadi bagian dari ingatan yang menyenangkan bagi Rin selama mereka bisa menghabiskan waktu untuk bersama."Kapan kita akan pulang?" tanya Rin mengalihkan pembicaraan."Lusa mungk

  • PENJARA HATI MAFIA   59. Kecurigaan

    "Akhir-akhir ini kau terus melamun," tegur Ron pada Rin yang tengah duduk termenung seorang diri di bangku halaman rumah.Rin sontak menyadarkan diri dari lamunan, kemudian menoleh ke arah Ron yang tengah memegang dua kaleng soda. "Minumlah! Kau sepertinya perlu menyegarkan pikiran," cetus Ron.Rin mengulas senyum tipis, kemudian menyambut minuman dingin yang diberikan oleh Ron. "Terima kasih!" ucap Rin."Apalagi yang kau cemaskan? Ada yang mengganjal di pikiranmu?" tanya Ron menemani Rin berbincang di malam yang dingin itu.Rin meneguk minuman kaleng soda itu, kemudian mulai membuka suara. "Aku hanya merasa aneh saja. Pria itu tidak lagi menghubungiku. Dia tidak lagi membahas mengenai mengenai Ren dan informasi yang dia inginkan darimu. Aku takut ... terjadi sesuatu pada Ren," terang Rin dengan perasaan kalut."Ren sudah menghubungimu kemarin, kan? Dia baik-baik saja, kan?" tukas Ron."Memang benar kalau Ren baik-baik saja," ujar Rin. "Tapi tetap saja ... aku takut ada sesuatu yang t

  • PENJARA HATI MAFIA   58. Ganti target

    Di sebuah kamar hotel mewah, nampak seorang pria dengan kaos polos tengah duduk di ranjang besar sembari menatap sendu sebuah foto yang terpampang di layar ponsel.Pria itu mengusap lembut layar ponselnya, menatap sesosok gadis cantik yang tersenyum manis, yang tak lain ialah Rin.Ya, pria itu adalah Ren, kakak dari Rin. Sesuai dengan dugaan Ron, Ren yang tadinya seorang tawanan dan tinggal di sebuah gudang, kini beralih mendapatkan perhatian istimewa dari pria misterius yang menawan dirinya.Selaras dengan perkiraan Ron, Ren memang menyimpan banyak rahasia besar dari klien-klien berbahaya yang menggunakan jasanya sebelumnya.Tok, tok! Waktu bersantai pria itu pun tak berlangsung lama, karena gangguan yang tiba-tiba muncul. Seorang pria bertopeng masuk ke dalam kamar Ren dan menyapa pria itu dengan sopan."Kau menyukai kamar barumu? Setelah tidur di gudang, tentu tidurmu bisa kembali nyenyak di sini, kan?" cetus seorang pria bertopeng yang menawan Ren.Tak lagi tidur di gudang, kini p

  • PENJARA HATI MAFIA   57. Gundah

    "Sial! Aku tidak bisa mendengar apa pun!" gerutu Ron yang kini tengah berdiri di depan pintu kamar Rin, sembari menempelkan telinganya ke pintu untuk mencuri dengar pembicaraan Rin dengan sang kakak.Pria yang masih berselimutkan handuk itu tengah berusaha keras "menguping" dengan konsentrasi penuh, tapi sayangnya Ron tak dapat mendengar informasi apa pun dari pembicaraan Rin di telepon."Awas saja kalau kau merencanakan hal yang tidak-tidak dengan pria brengsek itu!" oceh Ron sembari meremas handuk yang melilit tubuhnya.Cklek! Tiba-tiba Rin membuka kunci pintu kamar disaat Ron masih berdiri di depan kamar Rin. Pria itu langsung kalang kabut melarikan diri sebelum Rin membuka pintu kamar dan melihat dirinya."Dari mana Ren tahu kalau aku dan Ron cukup dekat? Pria itu juga tahu kalau aku dan Ron memiliki sesuatu," gumam Rin bingung. "Apa mereka mengawasiku dan Ron dari jauh? Atau ada orang dalam yang menjadi mata-mata dan memberikan informasi pada pria itu?" oceh Rin.Rin berjalan men

  • PENJARA HATI MAFIA   56. Telepon rindu

    Tring! Hari damai Rin pun kembali terusik oleh panggilan telepon dari pria yang mengancamnya. Usai memberikan informasi mengenai Ron padanya, Rin langsung dihubungi oleh pria misterius yang mencoba memperalat dirinya menggunakan Ren sebagai tawanan."Nomor tidak dikenal. Pasti ini dari orang itu," gumam Rin kemudian berlari mencari Ron sebelum mengangkat panggilan telepon."Ron? Kau di dalam? Boleh aku masuk?" Rin menggedor-gedor pintu kamar Ron, tapi sayangnya tak ada jawaban terdengar dari kamar Ron."Apa Ron tidak ada di kamar? Atau dia sedang tidur?" gumam Rin menerka-nerka.Rin menarik gagang pintu kamar Ron, dan memaksa masuk ke dalam ruangan pribadi pria dingin itu. "Ron? Kau di dalam?" Terdengar suara gemericik air yang menandakan kalau Ron tengah berada di kamar mandi. Rin pun segera melangkah menuju kamar mandi dan mengetuk pintu kamar kecil itu."Ron, kau di dalam, kan? Ada telepon penting yang masuk! Aku membutuhkanmu!" pekik Rin di luar kamar mandi.Ron mengusap wajahnya

DMCA.com Protection Status