Tengah malam, Rin terbangun karena suara riuh yang menggema di kediaman Ron.Gadis itu bangkit dari ranjang sembari menguap lebar, kemudian mengintip suasana di luar kamarnya dari jendela."Gelap sekali? Tapi kenapa berisik sekali di luar sana?" gumam Rin mulai penasaran dengan suara ribut yang sudah membangunkan tidurnya.Gadis itu pun iseng membuka pintu kamarnya dan anehnya pintu ruangan yang mengurungnya itu tidak terkunci."Kenapa pintunya bisa terbuka?" gumam Rin bingung.Rin melangkah keluar dari kamar dengan penuh hati-hati, menuju ke ruang tengah yang gelap tanpa cahaya lampu.Baru saja gadis itu keluar beberapa langkah, namun tiba-tiba mulut gadis itu dibekap oleh lengan kekar pria berpakaian serba hitam yang entah muncul dari mana."Rin!" Terdengar suara yang begitu familiar di telinga gadis cantik itu.Jantung Rin berdegup kencang dan manik matanya sontak menoleh ke asal suara.Meskipun pria di hadapannya mengenakan topeng dan hanya memperlihatkan bola matanya saja, namun
"Rin! Kau sudah sadar?" Ron nampak girang bukan main begitu ia melihat gadis tawanannya itu membuka mata.Rin mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan dengan wajah linglung saat menatap langit-langit ruangan pasien."Apa aku sudah berada di neraka? Kenapa kau harus mengikutiku sampai ke neraka?" rengek Rin begitu kesal melihat wajah Ron yang terpampang jelas di hadapannya begitu dirinya membuka mata."Syukurlah! Sepertinya otakmu juga tidak rusak," gumam Ron begitu lega melihat Rin sudah sadar sepenuhnya."Kenapa kau tidak langsung menguburku saja?" gerutu Rin lirih."Aku tidak akan membiarkanmu mati dengan mudah!" cetus Ron dengan ketusnya."Kau sudah benar-benar sadar, kan? Ini angka berapa?" tanya Ron sembari memperlihatkan jarinya pada Rin.Gadis itu melirik Ron dengan wajah malas dan menjawab dengan asal. "Tiga," sahut Rin lesu."Apa bola matamu bermasalah?" tanya Ron mulai panik saat Rin menjawab pertanyaannya dengan jawaban yang salah."Dua kali tiga berapa?" tanya Ron lagi
“Kau ingin menghubungi siapa?” sentak Ron pada Rin begitu pria itu membawa gadis tawanannya kembali ke kamar pasien.“Tidak ada!”sahut Rin cepat.“Apa kau ingin menghubungi kakakmu? Kau ingin menghubungi pria brengsek itu, kan? Coba saja hubungi dia kalau kau bisa! Suruh dia datang kemari sekarang juga!” sungut Ron dengan suara bentakan yang begitu menggelegar di telinga Rin.“T-tidak ada! Aku tidak tahu kakakku berada di mana. Kalau aku bisa menghubungi kakakku, tentu aku sudah kabur sejak lama darimu!” kilah Rin dengan gugup.“Awas saja kalau kau ternyata merencanakan sesuatu di belakangku bersama kakakmu itu! Aku akan mengulitimu hidup-hidup jika kekacauan yang terjadi di rumahku semalam berhubungan denganmu!” sentak Malveron.Rin menelan ludah kasar dengan mulut terkunci rapat. Gadis itu tak berani lagi bercicit di depan Ron, begitu dirinya mengingat kedatangan sang kakak semalam di kediaman Ron dan membuat keributan. “Jangan banyak bergerak dan jangan tinggalkan kamar ini lagi!”
"Bisa jalan cepat sedikit tidak?" sentak Ron pada Rin yang berjalan seperti keong di lorong rumah sakit. Rin sudah diperbolehkan pulang setelah mendapatkan perawatan medis selama beberapa hari akibat luka tusukan yang diterimanya saat terjadi kekacauan di rumah Ron.Kini gadis itu harus kembali ke rumah pria yang menawannya dan kembali menjadi tahanan di rumah Ron."Sshh ...." Rin berjalan sepelan mungkin sembari meringis kesakitan dan memegangi perban luka tusukan di perutnya.Gadis itu tak menanggapi omelan Ron sama sekali, dan sibuk menahan sakit pada luka tusuk yang belum sembuh benar di tubuhnya.Ron menoleh ke arah Rin, dan mulai tak tega melihat gadis itu berjalan pincang seraya memegangi perut.Pria itu pun melangkah menghampiri Rin, kemudian membopong tubuh kurus gadis itu agar mereka bisa cepat pulang."A-apa yang kau lakukan?" sentak Rin begitu dirinya masuk ke dalam dekapan pria yang mengangkat tubuhnya."Apa lagi? Tentu saja membantu gadis kecil yang berjalan seperti keo
"Apa aku sudah tidak memiliki kesempatan lagi untuk bebas?" tanya Rin dengan wajah pasrah."Bebas? Kau ingin bebas? Konyol sekali," cibir Ron dengan nada meremehkan."Aku sudah mengorbankan hidupku untukmu! Kau tidak lihat luka ini? Kau yang akan terbaring di rumah sakit dengan perut robek jika aku tidak menyelamatkanmu! Apa kau tidak ingin memberikan ucapan terima kasih padaku?" protes Rin."Aku tidak menyuruhmu untuk menjadi pahlawan kesiangan!" sinis Ron tanpa rasa terima kasih sedikitpun pada Rin."Pahlawan kesiangan kau bilang?" sungut Rin makin terbawa emosi karena perkataan Ron."Kau ingin imbalan apa?" tanya Ron malas."Kau tahu apa yang paling aku inginkan,""Apa? Uang? Kau orang yang akan melakukan apapun demi uang, kan? Kakakmu juga bahkan membunuh orang yang tidak bersalah hanya demi uang," sindir Ron dengan mulut pedasnya.Rin hanya bisa diam, menerima segala tumpahan kekesalan Ron. "Kebebasan. Beri aku kebebasan! Aku ... akan membantumu mendapatkan Ren kembali. Bagaimana
Cklek!Rin membuka pintu rumah yang sudah ia tinggalkan selama berhari-hari terakhir. Ron masih berdiri di luar rumah sewaan yang ditempati oleh Rin sembari memandangi keadaan rumah kontrak kecil tersebut."Akhirnya aku pulang ...."Rin hampir saja berurai air mata saat kembali menapakkan di rumah yang ia tinggali bersama sang kakak sebelumnya."Kau yakin ingin tinggal di sini? Kudengar ini hanya rumah sewaan, kan? Memangnya kau punya uang untuk membayar sewa?" tanya Ron tiba-tiba begitu pria itu masuk ke dalam rumah Rin."Hm? I-itu bukan urusanmu! Aku bisa mengurusnya sendiri!" sergah Rin.'Sial! Aku harus membayar dengan apa? Aku juga sudah tertinggal ujian semester di kampus!' jerit Rin dalam hati."Aku akan mengawasimu!" pamit Ron, kemudian pergi meninggalkan Rin di dalam rumah kosong itu.Rin duduk di lantai rumahnya sembari menatap ruangan tak berpenghuni itu. "Sepi sekali," gumam Rin."Ren, aku sudah pulang. Kau ada di mana?" oceh Rin menatap nanar ruangan kosong yang dimasukin
Slurpp!Rin menyeruput kuah mie instan dalam mangkuk besar yang sudah tersaji di hadapannya.Ditemani oleh Ron, gadis itu melahap makanan murah cepat saji itu dengan rakusnya, hingga kuah mie yang tengah dilahapnya terciprat ke seluruh meja."Pelan-pelan saja! Aku tidak akan meminta makananmu," cetus Ron sembari mengusap pipi Rin yang penuh dengan kuah mie."Kau juga mau? Aku bisa membuatkannya untukmu," tukas Rin."Habiskan saja makananmu! Tidak perlu banyak tingkah!" omel Ron sembari menjitak pelan kepala Rin."Kau hanya ingin memakan ini? Memangnya kau bisa kenyang? Aku bisa membelikan makanan yang lain," cetus Ron."Ini saja sudah cukup. Aku tidak ingin meminjam uangmu terlalu banyak," ujar Rin dengan kepala menunduk."Lihat yang terjadi saat kau meninggalkan rumahku! Apa aku pernah membiarkanmu kelaparan di rumahku? Apa kau pernah terlihat seperti mayat hidup seperti ini selama tinggal di rumahku?" sindir Ron.Rin semakin malu memperlihatkan kondisinya yang mengenaskan pada pencu
Rin dapat tersenyum lega begitu dirinya melihat satu kartu tipis yang disodorkan oleh Ron padanya. Gadis itu menyambut girang sumber uang yang akan membantunya bertahan hidup sampai waktu yang tak ditentukan."Ini pertama kalinya aku melihat korban penculikan yang meminjam uang pada penculiknya," sindir Ron pada Rin.Pria itu masih memegang erat kartunya dan belum melepaskan dengan ikhlas benda tipis yang berisi uang ratusan juta yang hendak dipinjam oleh Rin."Tuan adalah penculik paling baik hati yang pernah aku temui," puji Rin sembari menarik kartu yang dipegang oleh Ron.Kedua orang itu saling tarik-menarik kartu debit milik Ron yang tak juga dilepaskan oleh sang pemilik."Kau harus membayar bunganya juga!" sentak Ron belum merelakan uangnya pada Rin."Aku akan membayarnya! Aku janji!"Rin dan Ron masih saling memperebutkan kartu hingga akhirnya Rin berhasil mendapatkan sumber uang tersebut.Ron hanya bisa pasrah saat kartu debit berharga miliknya sudah berpindah tangan pada gadi
"Kami sudah mencari gadis yang ada di foto itu, tapi kami tidak menemukan satu pun gadis yang mirip, Bos!" ujar anak buah kiriman Han pada Han yang tengah menunggu kabar.Pria yang tadinya yakin dapat menculik Rin itu, justru harus dibuat kesal, karena target yang ia kejar ternyata berhasil melarikan diri sebelum ia mulai mengejar. "Apa aku tidak salah dengar? Memangnya ada perubahan jadwal penerbangan? Atau mereka menggunakan maskapai lain?" tanya Han bingung.Han berhasil dibuat kesal karena rencananya yang gagal total. Para anak buahnya nampak sibuk mencari keberadaan Rin, disaat Rin dan Ron telah lama meninggalkan bandara dan menuju ke tempat yang tidak diketahui oleh Han."CARI LAGI SAMPAI KETEMU! Aku yakin mereka ada di dalam pesawat!" titah Han.Pria itu langsung membanting ponsel dan mengamuk di dalam mobil begitu target yang ia kejar ternyata dapat meloloskan diri dengan mudah."Apa yang terjadi dengan mereka? Kenapa Rin dan Ron bisa menghilang?" gumam Han dibuat bingung.Seme
“Sudah siap?” tanya Ron pada Rin yang tengah menyeret koper keluar dari kamarnya. Setelah berminggu-minggu tinggal bersama Ron di Roma, Rin mulai terbiasa dan mulai tak rela meninggalkan kota tempatnya berlibur itu.“Aku sudah siap!” cetus Rin dengan wajah lesu.Ron menangkap dengan jelas wajah muram Rin, kemudian mengacak gemas rambut panjang gadis cantik itu. “Aku akan mengajakmu kembali lagi kemari nanti. Aku janji!” hibur Ron pada Rin yang terlihat jelas sekali, tidak rela meninggalkan tempat liburan mereka.“Siapa juga yang ingin kembali kemari bersamamu? Aku bisa kembali ke sini sendiri,” timpal Rin sinis.“Memangnya kau punya uang?” cibir Ron begitu menohok pada gadis miskin yang memang tidak memiliki banyak uang itu.Ron merebut koper yang diseret oleh Rin, dan mengajak gadis itu pergi meninggalkan rumah yang mereka tempati. Bersama dengan taksi yang mereka tumpangi, Ron dan Rin memulai perjalanan mereka untuk pulang ke negara asal. Kedua orang itu pulang dengan wajah tenang,
“Tempat apa ini?” gumam Rin begitu ia dan Ron tiba di sebuah taman kecil yang berada di pusat kota. Ron tidak berencana melakukan banyak hal untuk hari terakhir liburannya bersama dengan Rin. Pria itu hanya ingin mengajak Rin menikmati kencan ringan dengan bersepeda dan berolahraga bersama di taman.“Kuburan!” celetuk Ron dongkol mendengar pertanyaan tidak penting dari Rin.“Ah, kau berencana untuk menguburku hidup-hidup di sini?” sergah Rin dengan wajah masam.“Benar! Aku akan menggali makam untukmu!” tukas Ron sembari menyeret Rin untuk berlari bersama dengan dirinya mengelilingi taman kecil itu. Ron mengambil sepeda yang disewakan di taman, sementara Rin harus berlari dengan susah payah mengejar Ron, karena Ron tidak begitu tega menaiki sepeda seorang diri, tanpa mengajaknya.“Ron, aku juga ingin sepeda!” rengek Rin sembari menyeka keringat yang bercucuran di dahiny.“Kejar aku dulu kalau bisa! Kau terlalu kurus dan lembek, Rin! Sebaiknya kau lebih rajin berolahraga!” cibir Ron den
Ren nampak tengah berguling-guling di ranjang hotel dengan santainya tanpa melakukan banyak hal. Pria itu masih diperlakukan seperti raja untuk sementara waktu, sampai Ren tidak akan lagi berguna. Ren masih belum memikirkan rencana lain untuk ke depannya. Pikiran pria itu masih dipenuhi dengan kecemasan mengenai Rin yang kini masih berada di luar negeri bersama Ron.“Apa sebaiknya aku menghubungi Rin saja? Mereka masih akan menargetkan Rin atau tidak, ya?” gumam Ren tenggelam dalam pikiranya sendiri dan membuat pria itu tak dapat tidur nyenyak.Akhirnya, Ren pun memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar hotel sejenak sembari mengirup udara segar. “Rin pasti juga sedang menginap di hotel mewah sekarang, kan? Bukan aku saja yang tengah menikmati ranjang empuk di sini, kan?” oceh Ren sedikit merasa bersalah pada adiknya yang entah sekarang dapat beristirahat dengan nyenyak atau tidak.Pria itu berjalan di lorong hotel dengan langkah gontai dan tanpa sengaja berpapasan dengan salah seora
"Sebelum kita pulang ... bagaimana kalau kita pergi berlibur bersama? Berkeliling kota untuk yang terakhir mungkin?" ajak Ron ragu-ragu pada Rin.Ron sudah membulatkan tekad akan pulang ke negara asal bersama dengan Rin. Pria itu sudah tak ingin lagi melarikan diri dari teror, dan akan berusaha menangkap dalang dari peneroran yang dialaminya selama ini."Berlibur?" tanya Rin dengan dahi berkerut."Em, anggap saja ini sebagai ... kenang-kenangan perjalanan pertama kita. Kita tidak bisa mengunjungi banyak tempat karena kau masih diganggu oleh peneror itu, kan?" cetus Ron. "Sekarang kau sudah tidak lagi diganggu oleh orang itu. Kau bisa menikmati waktu liburan kita sejenak dengan nyaman."Setidaknya Ron ingin memberikan kenangan yang berkesan bagi Rin di liburan pertama gadis itu di luar negeri. Ron juga ingin menjadi bagian dari ingatan yang menyenangkan bagi Rin selama mereka bisa menghabiskan waktu untuk bersama."Kapan kita akan pulang?" tanya Rin mengalihkan pembicaraan."Lusa mungk
"Akhir-akhir ini kau terus melamun," tegur Ron pada Rin yang tengah duduk termenung seorang diri di bangku halaman rumah.Rin sontak menyadarkan diri dari lamunan, kemudian menoleh ke arah Ron yang tengah memegang dua kaleng soda. "Minumlah! Kau sepertinya perlu menyegarkan pikiran," cetus Ron.Rin mengulas senyum tipis, kemudian menyambut minuman dingin yang diberikan oleh Ron. "Terima kasih!" ucap Rin."Apalagi yang kau cemaskan? Ada yang mengganjal di pikiranmu?" tanya Ron menemani Rin berbincang di malam yang dingin itu.Rin meneguk minuman kaleng soda itu, kemudian mulai membuka suara. "Aku hanya merasa aneh saja. Pria itu tidak lagi menghubungiku. Dia tidak lagi membahas mengenai mengenai Ren dan informasi yang dia inginkan darimu. Aku takut ... terjadi sesuatu pada Ren," terang Rin dengan perasaan kalut."Ren sudah menghubungimu kemarin, kan? Dia baik-baik saja, kan?" tukas Ron."Memang benar kalau Ren baik-baik saja," ujar Rin. "Tapi tetap saja ... aku takut ada sesuatu yang t
Di sebuah kamar hotel mewah, nampak seorang pria dengan kaos polos tengah duduk di ranjang besar sembari menatap sendu sebuah foto yang terpampang di layar ponsel.Pria itu mengusap lembut layar ponselnya, menatap sesosok gadis cantik yang tersenyum manis, yang tak lain ialah Rin.Ya, pria itu adalah Ren, kakak dari Rin. Sesuai dengan dugaan Ron, Ren yang tadinya seorang tawanan dan tinggal di sebuah gudang, kini beralih mendapatkan perhatian istimewa dari pria misterius yang menawan dirinya.Selaras dengan perkiraan Ron, Ren memang menyimpan banyak rahasia besar dari klien-klien berbahaya yang menggunakan jasanya sebelumnya.Tok, tok! Waktu bersantai pria itu pun tak berlangsung lama, karena gangguan yang tiba-tiba muncul. Seorang pria bertopeng masuk ke dalam kamar Ren dan menyapa pria itu dengan sopan."Kau menyukai kamar barumu? Setelah tidur di gudang, tentu tidurmu bisa kembali nyenyak di sini, kan?" cetus seorang pria bertopeng yang menawan Ren.Tak lagi tidur di gudang, kini p
"Sial! Aku tidak bisa mendengar apa pun!" gerutu Ron yang kini tengah berdiri di depan pintu kamar Rin, sembari menempelkan telinganya ke pintu untuk mencuri dengar pembicaraan Rin dengan sang kakak.Pria yang masih berselimutkan handuk itu tengah berusaha keras "menguping" dengan konsentrasi penuh, tapi sayangnya Ron tak dapat mendengar informasi apa pun dari pembicaraan Rin di telepon."Awas saja kalau kau merencanakan hal yang tidak-tidak dengan pria brengsek itu!" oceh Ron sembari meremas handuk yang melilit tubuhnya.Cklek! Tiba-tiba Rin membuka kunci pintu kamar disaat Ron masih berdiri di depan kamar Rin. Pria itu langsung kalang kabut melarikan diri sebelum Rin membuka pintu kamar dan melihat dirinya."Dari mana Ren tahu kalau aku dan Ron cukup dekat? Pria itu juga tahu kalau aku dan Ron memiliki sesuatu," gumam Rin bingung. "Apa mereka mengawasiku dan Ron dari jauh? Atau ada orang dalam yang menjadi mata-mata dan memberikan informasi pada pria itu?" oceh Rin.Rin berjalan men
Tring! Hari damai Rin pun kembali terusik oleh panggilan telepon dari pria yang mengancamnya. Usai memberikan informasi mengenai Ron padanya, Rin langsung dihubungi oleh pria misterius yang mencoba memperalat dirinya menggunakan Ren sebagai tawanan."Nomor tidak dikenal. Pasti ini dari orang itu," gumam Rin kemudian berlari mencari Ron sebelum mengangkat panggilan telepon."Ron? Kau di dalam? Boleh aku masuk?" Rin menggedor-gedor pintu kamar Ron, tapi sayangnya tak ada jawaban terdengar dari kamar Ron."Apa Ron tidak ada di kamar? Atau dia sedang tidur?" gumam Rin menerka-nerka.Rin menarik gagang pintu kamar Ron, dan memaksa masuk ke dalam ruangan pribadi pria dingin itu. "Ron? Kau di dalam?" Terdengar suara gemericik air yang menandakan kalau Ron tengah berada di kamar mandi. Rin pun segera melangkah menuju kamar mandi dan mengetuk pintu kamar kecil itu."Ron, kau di dalam, kan? Ada telepon penting yang masuk! Aku membutuhkanmu!" pekik Rin di luar kamar mandi.Ron mengusap wajahnya