Beranda / Romansa / Aku Bukan Pelakor / Bab 21 - Bab 30

Semua Bab Aku Bukan Pelakor: Bab 21 - Bab 30

85 Bab

20. Pertengkaran Kakak Dan Adik

Bu Susi dan putrinya buru-buru pulang ke rumah setelah mendengar ucapan Reno. Tampak wajah kedua orang itu yang panik. "Apa Reno tahu mengenai Citra?" tanya Bu Susi pada putrinya.Safira memberenggut. "Ibu pikir kenapa dia menolak aku dulu? Ya karena dia tahu aku menjadi selingkuhan orang," ujar Safira."Astaga! Kenapa kamu nggak pernah bilang sama Ibu?" tanya Bu Susi dengan kesal."Ya maaf.""Aduh. Tahu gitu jangan cari gara-gara sama dia tadi," ujar Bu Susi kemudian. Perempuan itu tengah memikirkan sesuatu."Terus gimana ini, Bu? Gimana kalau dia bilang sama Mas Fahmi kalau Citra bukan anaknya Mas Fahmi dan dia anak dari kekasihku dulu." Safira menggenggam tangan ibunya dan menggoyangkannya dengan kasar. tampak Bu Susi yang semakin merasa pusingTiba-tiba saja dari arah dalam terdengar seseorang bertanya. "Siapa yang selingkuh?" tanya seorang pria yang kini berdiri di ambang pintu pemisah antara ruang tamu dan bagian dalam ruma
Baca selengkapnya

21. Kepergok

Jujur saja, Reno tak tahu harus ke mana saat ini. Selepas kepergiannya dari rumah orang tuanya, Reno masih berjalan sampai saat ini dan tak tahu berapa lama sudah dia berjalan. Langit sudah menunjukkan kalau saat ini hari memasuki sore. Rencana pertamanya, pasti dia mencari tempat tinggal dan pekerjaan."Reno!" Suara teriakan itu membuat Reno menoleh. Dia menyipitkan mata kala melihat seorang laki-laki dengan kaus biru berlari ke arahnya dari seberang jalan. Tak lama, saat dia melihat jelas siapa sosok itu, Reno pun tersenyum dengan lebar."Reno.""Bakri," panggil mereka secara bersamaan. Dua pria itu pun saling berpelukan melepas Rindu. "Kau sudah bebas?" tanya Bakri. Pria itu tampak berpikir. "Lebih cepat, ya?"Reno mengangguk dengan tersenyum. "Syukurlah aku bebas lebih cepat karena berkelakuan baik," ujar Reno dengan kekehan.Bakri menghela napas. "Aku senang kau sudah bebas, Reno. Dan aku senang bisa bertemu denganmu. Ada s
Baca selengkapnya

22. Membuntuti

Baik Nada dan Aska langsung menoleh ke asal suara dan melihat sosok perempuan yang tersenyum menunjukkan giginya yang rapi. "Mon maaf nih, Pak saya mengganggu. Pasalnya, kasihan sopir Pak Aska tuh yang sedari tadi nunggu di luar," ujar Salsa yang menunjuk ke arah luar kontrakan Nada.Sontak saja hal itu membuat Nada dan Aska menjauhkan diri mereka. Nada langsung mengalihkan pandangan dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sedang Aska kembali bersikap dingin dengan berdehem sebentar. "Masuk," ujar Aska pada sang sopir. Tak lama, sosok yang sedari tadi menunggu di luar pun masuk dengan membawa beberapa paperbag yang cukup banyak.Di sini, jelas kita tahu siapa yang paling ingin tahu dengan apa yang dibawa oleh Aska. "Apa itu, Pak?" tanya Salsa dengan mengintip ke salah satu paperbag meski tak dapat melihat isinya.Aska menatap datar Salsa. "Kenapa kamu yang ingin sekali tahu?"Salsa langsung menegakkan tubuh. "Iya dong, Pak. Sebagai tem
Baca selengkapnya

23. Panggilan Polisi Untuk Aska

Seorang pria dengan kacamata dan tubuhnya yang tambun memasuki kantor Aska. Beberapa jam lalu dia memang sudah melakukan janji temu dengan Aska. Dia adalah sosok pengacara keluarga Bagaska sejak mendiang papanya dulu masih hidup."Ah Pak Bayu. Silakan duduk," ujar Aska dengan menunjuk sofa di ruangannya. Dia mengambilkan minuman untuk sang pengacara dan bergabung untuk duduk."Ada apa gerangan Pak Bayu? Tumben sekali Anda mendatangi saya. Ada masalah kah?" tanya Aska.Pria gemuk itu tersenyum penuh wibawa. "Tidak. Saya hanya ingin bertanya saja Aska. Apakah kamu ada masalah dengan adik kamu?" tanya Pak Bayu.Kening Aska terlipat mendengar pertanyaan pengacara keluarganya itu. "Maksudnya, Pak?" tanya Aska kemudian."Kemarin, Saka mendatangi saya untuk meminta bantuan melaporkan kasus penganiyaan yang dia alami. Yang membuat saya terkejut adalah, yang akan dia laporkan adalah kamu," jelas Pak Bayu.Aska merasa bingung dengan apa ya
Baca selengkapnya

24. Turun Jabatan

Keadaan Saka pagi ini terlihat tak baik saja. Setelah gagal melaporkan sang kakak pada kepolisian, dia juga belum menemukan keberadaan Nada di mana. Sungguh dia memikirkan keadaan kandungan kekasihnya itu.Pria itu memasuki kantor dengan keadaan kacau. Ah, tidak hanya keadaannya tetapi juga penampilannya kali ini sangat kacau, persis seperti seseorang yang tidak bisa mengurus dirinya.Bisik-bisik dari para karyawan mulai terlihat ketika Saka melewati mereka, tetapi seperti biasa dia mengabaikannya begitu saja. Ketika akan sampai di ruangannya, dia melewati meja sekretarisnya yang kosong.Saka berdecak. "Ke mana dia? Mau aku minta buatkan minum juga," bisiknya.Saka berlalu dan ingin memasuki ruangannya. "Biar kupesan sendiri nanti."Namun, baru saja dia memasuki ruangannya, Saka dibuat bingung dengan beberapa orang yang tengah membersihkan ruangan itu. Kening Saka terlipat. "Apa yang kalian lakukan di sini?" tanya Saka.Mungkin, jika yang melakukannya ada satu orang, Saka tidak akan
Baca selengkapnya

25. Pelukan Seorang Kakak

"Baik, Pak. Iya, Pak. Bisa, Pak. Baik. Terima kasih." Seorang perempuan baru saja menutup telepon dari rumah makan yang dia kelola. Kebetulan orang yang berada di bagian penerimaan pesanan melalui layanan telelon sedang ke toilet, alhasil dialah yang mengangkat ketika waktu itu dirinya lewat di samping telepon.Tampak wajah Niken yang menyiratkan akan kebahagiaan. Dia menepuk tangan lalu berlari ke arah dapur di mana semua pegawainya tengah bersiap membuka rumah makan pagi ini. "Dengar. Saya ada kabar baik," ujarnya penuh semangat.Niken melihat wajah-wajah ingin tahu dari pegawainya. "Kita mendapat pesanan setiap hari jumat lima puluh kotak nasi dari beberapa perusahaan dan harus diantarkan ke beberapa panti asuhan atau masjid. Mereka ingin menjalankan jumat berkah," ujar Niken dengan penuh semangat.Semua kebagian berkah, ya. Tampak semua pegawai yang langsung bersorak karena senang. Salah satu pegawai pria mengangkat tangan. "Ya Vino?" tanya Niken.
Baca selengkapnya

26. Salah Paham

Sontak saja teriakan itu membuat Nada dan Reno langsung melepaskan pelukan mereka. Keduanya sama-sama menatap ke arah asal suara dengan ekspresi berbeda. Jika Reno menatap pria itu dengan kerutan bingung, maka Nada bersikap biasa karena baginya kedatangan pria itu memang sudah biasa.Sedangkan Aska, sosok yang baru saja memanggil Nada dengan teriakan kini tampak marah. Ekspresinya datar dengan kedua tangan yang mengepal di samping tubuh. Dia pun berjalan ke arah Reno dan Nada. Tanpa babibu Aska langsung menarik kerah pakaian yang dikenakan Reno dan membuat pria itu berdiri.Waw, Aska kuat juga ternyata.Salsa? Perempuan itu hanya menatap dengan bola mata melotot dan bibir yang terbuka sangat lebar di luar kontrakan. Asal tahu saja, Salsa tadi pun juga terkejut dengan teriakan Aska. saking enaknya menguping dia tidak tahu kalau pria itu datang."Apa yang kau lakukan? Kenapa kau memeluknya!" teriak Aska di depan wajah Reno.Jika Reno memand
Baca selengkapnya

27. Ancaman Aska Untuk Saka

Saka turun dari taksi yang baru saja mengantarkannya ke perusahaan. Pagi ini, ketika dia berangkat bekerja, Saka kembali mengalami kemalangan di mana mobilnya mengalami mati mesin. Saka yang sudah hampir terlambat pun memilih untuk memesan taksi saja.Pria itu melangkah cepat memasuki lobi. "Coba saja kalau aku masih menjadi direktur di perusahaan ini, pasti aku bisa datang sesuka hati untuk membawa mobil ke bengkel lebih dulu," ujarnya dengan sesekali menepuk sikunya karena melihat pakaiannya yang sedikit kotor. Entah terkena noda apa dan di mana.Saka berdecak. "Sial. Kenapa sejak perselingkuhanku ketahuan, semuanya seakan hancur dan berantakan. Ada saja kesialan yang menimpaku. Sumpah serapah apa yang sebenarnya dilontarkan Rina padaku," ujarnya dengan menggerang kesal."Apa dia tidak melihatku sebagai ayah dari anaknya," lanjut Saka.Seperti biasa, pria itu memasuki divisi perencanaan tempatnya saat ini bekerja. Baru saja masuk, tampak semua k
Baca selengkapnya

28. Pertanyaan Reno Untuk Aska

"Bagaimana pekerjaan Kakak beberapa hari ini?" tanya Nada. Sore ini, setelah pulang dari bekerja, Nada, Reno dan juga Salsa sedang makan bersama di teras kontrakan Nada. Tiba-tiba saja sedang ingin makan nasi padang. Alhasil, mereka pun memilih untuk makan menu itu sore ini.Reno mengangguk, dia menelan makanannya lebih dulu baru meneguk air sedikit. "Baik. Semuanya lancar." Sebenarnya makan tidak diperbolehkan dengan mengobrol bukan? Hanya saja kalau makan bersama-sama seperti ini tanpa obrolan itu tidak seru rasanya."Oh, iya. Kakak jadi tidak enak sama kamu. Kamu sampai harus menggunakan nama kamu agar kakak bisa ngebon beli ponsel dulu. Semua orang jadi tahu deh kamu adik kakak. Adiknya mantan napi," ujar Reno.Nada cemberut. "Kakak apaan sih? Memangnya kenapa kalau mereka tahu? Nada juga nggak masalah kok." Nada menjelaskan. Toh Nada juga sudah dipandang jelek sebab kehamilannyaSalsa yang mendengar obrolan itu pun menatap kakak beradik itu secara bergatian. Keingian untuk tahu i
Baca selengkapnya

29. Kumpulan Ibu-Ibu Yang Mengusir Nada

"Dasar anak tak tahu diuntung," maki Pak Baron menatap tajam Tari yang ada di belakang Reno."Mau dinikahin sama orang kaya kok nggak mau," ujar Pak baron kemudian. "Kalau kamu menikah dengan Rizal, hidupmu akan enak. Hidup kamu bakalan terjamin. Mau ini itu tinggal beli, nggak usah mikirin uangnya dapat dari mana lagi. Bisa banggain orang tua dan manjain orang tua di masa tuanya." Dia melanjutkan.baiklah. Reno paham sekarang, kenapa bapaknya ini begitu getul ingin adiknya menikah dengan pria seperti Rizal, si rentenir yang mencekik manusia lainnya. Semua karena dia ingin hidup enak di masa tua. "Kalau begitu kenapa bukan Bapak saja yang menikah dengan Rizal?" tanya Reno pada bapaknya. Sontak saja apa yang dikatakan Reno membuat Pak Baron melotot seketika. "Kurang ajar. Kau pikir aku ini apa?" tanyanya dengan marah."Lah Bapak sendiri mikir Tari ini apa main dinikahkan sama linta darat seperti Rizal geblek itu. Pria yang kencingnya nggak bisa berdiri aja mau nikah." Reno tak mau kal
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
9
DMCA.com Protection Status