Semua Bab DINGINNYA SUAMIKU: Bab 41 - Bab 50

122 Bab

Mama

Pagi ini, aku tidak bisa menutupi gelisah. Rencana kedatangan Mama hari ini membuatku kepikiran. Meskipun sosoknya belum terlihat, aku sudah sangat takut. Aku tidak ingin dipisahkan dari Mas Arsya.Selepas memastikan Mas Arsya sarapan dan minum obat, aku mondar-mandir sendiri di kebun belakang rumah. Memetik cabai dan tomat untuk membuat sambal, hanya sebagai alasan klise. Aku tidak ingin Mas Arsya cemas. Mata ini tiba-tiba menangkap sosok Mas Mas Arsya. Dia berjalan mendekat dari arah pintu dapur. Senyumnya yang begitu mania selalu mengembang sekarang. Namun, laki-laki itu berjalan melewatiku tanpa berkata, lalu berhenti di depan pohon pisang. "Pohon pisang ini, pohon yang sangat baik dan tidak peduli diri sendiri. Dia cuma berpikir, bagaimana caranya bisa bermanfaat untuk makhluk hidup lain. Bayangan saja, setelah satu kali berbuah, dia pasti akan mati. Namun, daunnya masih bisa dimanfaatkan, buahnya bisa dimakan, dan dia sudah menumbuhkan tunas baru untuk menggantikan tugasnya ya
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-09
Baca selengkapnya

Histerisnya Bi Narti

Mas Arsya sekalian mengajakku memeriksakan kandungan bersamaan jadwal kontrolnya. Kondisi Mas Arsya sudah sangat baik, tapi dokter memberikan surat rujukan untuk bisa kontrol di rumah sakit lain setelah kami mengatakan akan kembali ke Jakarta. Pun kondisi kehamilanku normal, sehingga sudah diperbolehkan melakukan perjalanan menggunakan pesawat. Aku rindu juga dengan suasana ibu kota negara tercinta ini. Apalagi dengan Bi Narti dan Kaniya. Mereka pasti juga merindukanku. Aku meminta Mas Arsya untuk tidak memberitahu kepulangan kami kepada asisten rumah tangga itu agar menjadi kejutan. Saat sedang berbenah, Mas Arsya melarangku membawa semua pakaian. Katanya, biar kalau kami kembali ke Jogja, tidak perlu membawa pakaian lagi. "Tapi, Mas. Bajuku di rumah Mas udah nggak ada. Dulu, aku bawa semua," bantahku. "Siapa suruh kamu kabur?" sahutnya menyebalkan. Dia malah mengungkit kesalahanku. "Siapa dulu yang mulai? Main rahasia-rahasiaan pula! Mana setiap hari aku dibikin sakit hati, dik
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-09
Baca selengkapnya

Berita Mengejutkan

Aku merasakan sentuhan lembut di kepala, tapi mata ini masih enggan terbuka. Lelah di perjalanan tadi membuatku tidur sangat nyenyak. Telinga ini terasa seperti ditiup-tiup berulang kali, tapi masih tak kuhiraukan. Aku sedang dalam posisi tidak mau diganggu. "Ada kecoa!" Kecoa? Aku gelagapan saat mendengar nama hewan kecil itu disebut. Bulu-bulu halus di tangan langsung berdiri semua. Namun, saat bangkit dengan buru-buru dari tidur, aku disambut dengan pelukan dari Mas Arsya. Dia sudah duduk manis di tepian tempat tidur. "Cepet usir kecoanya, Mas! Aku geli," ucapku cepat sambil menenggelamkan wajah pada dada Mas Arsya. "Kecoanya banyak, Nda. Aku juga geli. Ini pasti Bi Narti bersihin kamarnya asal, deh," gerutu Mas Arsya. Pelukannya justru makin kencang. Aku pun lantas berteriak, memanggil Bi Narti dan menyuruhnya mengusir hewan pengganggu itu. Rasanya enggan menarik diri dari pelukan Mas Arsya jika masih ada kecoa yang berkeliaran. Hewan kecil itu sebenarnya tidak menakutkan, ta
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-09
Baca selengkapnya

Persidangan Jihan

Mas Arsya mengatakan jika pagi ini, Mama akan datang berkunjung. Dia juga mengingatkan agar aku bersiap karena harus datang ke persidangan pertama Jihan. Gadis itu rupanya sudah ditahan sejak dua pekan yang lalu karena semua bukti yang diperlukan pihak kepolisian sudah komplet. Aku sebenarnya tidak tega, tapi hukum sudah berjalan dan semuanya harus jelas. Ada rasa takut yang masih melekat di hati, tapi pengacara yang mengurus kasus kami dengan Jihan, sudah mengarahkanku untuk mengatakan apa saja yang diperlukan. Terkadang, aku sadar jika hati ini begitu rapuh. Namun, ada saatnya aku harus tetap waras dengan memperlihatkan tawa di depan banyak orang. Konyol memang, tapi saat aku bersama Mas Arsya yang sekarang, sikap Amanda berubah drastis. Seperti orang yang awalnya garang, bisa berubah begitu manis. Lalu, orang yang awalnya penyabar, bisa berubah menjadi pemarah. Itu memang bukan watak bawaan, tapi cenderung ekspresi pada kenyataan yang dialami. Dan aku sekarang memilih untuk meni
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-09
Baca selengkapnya

Potong Rambut

Hari ini, hari terakhir cuti Mas Arsya. Tepat satu bulan lamanya dia tidak bekerja. Ria harus kembali ke tempat kerjanya untuk menyelesaikan tugas yang belum selesai sebelum akhirnya mengajukan resign. Mas Arsya sudah bertekad untuk mengajakku pindah meskipun rencana itu belum terlalu matang. Ditambah lagi, permintaan Mama dan Papa yang menambah dilema. Mama meminta Mas Arsya membantu di perusahaan Papa dan mengajak kami untuk tinggal bersama di rumah mereka. Aku sendiri juga bingung, tapi semua keputusan kuserahkan kepada Mas Arsya. Dia pasti mencari solusi yang terbaik. Lagi pula, hubunganku dengan Mama memang sudah lebih baik meskipun masih ada rasa canggung saat bertemu. "Kalau Sayang bersedia, kita akan pindah ke rumah Mama sama Papa. Kamu baru sekali ke sana, 'kan, setelah kita menikah?" cetusnya saat kami sedang bercengkrama di depan televisi yang menyala. Mendengar ucapan Mas Arsya, aku justru menunduk. Masih ada sedikit keraguan jika harus tinggal bersama Mama dan Papa. Ak
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-09
Baca selengkapnya

Salah Paham

Aku dan Mas Arsya terpaksa menerima permintaan Mama untuk menginap. Kami tidak enak menolak karena ini adalah kali pertama aku tidur di rumah mertua sejak menikah dengan Mas Arsya. Dulu, acara ngunduh mantu dilaksanakan di rumah Mas Arsya dan aku hanya sempat diajak satu kali saja di rumah besar ini untuk bertemu keluarga besar. Itu pun tidak menginap.Mama benar-benar sudah berubah sikap terhadapku. Namun, seperti masih ada ganjalan di hati mengenai apa alasan beliau. Bukannya ingin berprasangka buruk kepada mertua, tapi memang keraguan belum mau enyah dari pikiran. "Belum tidur?" Mas Arsya muncul dari balik pintu yang baru saja terbuka. Aku menggeleng pelan, lalu berkata, "Nggak bisa tidur. Mungkin karena belum terbiasa aja sama tempat ini. Aku orangnya susah buat adaptasi."Mas Arsya lantas naik ke tempat tidur, di sampingku. "Kalau ada aku, harusnya bisa tidur nyenyak di mana pun."Kamu duduk berdampingan, lalu kusandarkan kepala di lengannya. Kehadirannya memang sangat berarti.
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-09
Baca selengkapnya

Buket Bunga Misterius

Bi Narti mengoceh panjang saat aku datang. Katanya ada tamu semalam, tapi saat diminta menunggu untuk menghubungiku atau Mas Arsya, orang itu memilih pergi. Bi Narti juga belum sempat menanyakan nama orang itu. Aku memilih masuk kamar saat Bi Narti menawari makan siang. Tadi, aku sudah makan di acara arisan dengan Mama. Jadi, rasanya masih cukup kenyang. Aku lantas berganti pakaian rumahan yang lebih nyaman dan bergegas mengambil wudu. Sudah pukul satu siang, sedangkan aku belum salat Zuhur. Aku masih saja kepikiran dengan sikap Mama. Apa yang sebenarnya membuat dia marah? Kenapa meskipun sudah dijelaskan, prasangkanya terhadapku masih saja ada? Adam? Apa mungkin Mama ada masa lalu buruk dengan laki-laki itu? Atau masih ada hubungannya dengan Jihan? Ah, memikirkan itu membuatku kembali dilanda kebingungan. Terserah saja Mama mau menganggapku seperti apa, yang penting tuduhan itu tidaklah benar. Usai salat, pintu kamarku diketuk, lalu diikuti panggilan dari Bi Narti. Aku pun berge
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-09
Baca selengkapnya

Diam

PoV ArsyaManda cenderung diam sejak sore tadi. Selepas dia mandi, azan Magrib berkumandang. Kami pun salat berjemaah dan melanjutkan mengaji hingga Isya. Selama itu pula, kami fokus dengan bacaan masing-masing. Namun, usai salat Isya, Manda tetap diam dan hanya sesekali menanggapi perkataanku. Sepertinya, dia marah karena aku membuang bunga yang tidak jelas pengirimnya tadi. Dia terlihat begitu kecewa, bahkan selalu memalingkan muka ataupun menunduk saat kuajak bicara. "Sayang, jangan tidur dulu. Makan malam dulu, yuk!" ajakku saat dia justru merebahkan badan di tempat tidur usai melipat mukena. "Aku nggak pengen makan. Mau tidur aja," jawabnya, lalu menarik selimut hingga leher. Aku sangat bingung jika menghadapi Manda yang diam seperti itu. Akan lebih baik jika dia marah-marah dan mengeluarkan semua yang mengganjal di hati. Aku lebih siap mengahadapi sikapnya yang seperti itu daripada sikap diamnya. "Aku bawa makanannya ke sini, ya? Atau mau disuapi?" Lagi-lagi, ucapanku tida
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-10
Baca selengkapnya

Tengah Malam

Mas Arsya sudah terlelap sejak sekitar pukul sepuluh tadi. Pastinya, dia lelah setelah seharian bekerja. Meskipun dokter sudah memperbolehkannya beraktivitas normal, tatap saja aku merasa khawatir. Apalagi, kondisinya masih dalam pantauan hingga tiga bulan setelah operasi.Memilikinya adalah anugerah yang harus selalu kusyukuri. Dia begitu menyayangiku, bahkan setelah putrinya meninggal saat bersamaku. Meskipun bukti menyatakan Jihan sebagai penyebab kecelakaan, tetap saja itu membuatku merasa bersalah. Aku kembali gelisah malam ini. Bukan karena memikirkan keberadaan Mas Danu, tapi aku ingin makan wedang ronde. Sedari tadi, aroma jahe bercampur gula merah tercium begitu wangi. Lalu, bayangan kacang dan butiran ronde terus melintas di kepala. Akan tetapi, ingin membangunkan Mas Arsya, rasanya tidak tega. Aku akhirnya memilih keluar dari kamar dan mencoba mencari sesuatu di dapur. Siapa tahu, Bi Narti masih punya stok jahe dan gula merah. Setidaknya, minum air jahe seperti itu akan s
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-10
Baca selengkapnya

Kemarahan Arsya

Aku tidak tahu harus bagaimana. Rasa takut jika Mas Arsya akan marah seperti tadi siang membuatku membeku di tempat. Berulang kali aku menatap bergantian antara Mas Arsya dan si penjual wedang ronde yang mengulurkan sekuntum bunga mawar. Aku tidak ingin hubungan dengan Mas Arsya memburuk lagi hanya karena salah paham yang entah siapa penyebabnya. Akan tetapi, Mas Arsya menyuruhku mengambil bunga itu. Dengan terpaksa, aku menerima bunga itu dan membiarkan si pengantar langsung pergi. Ada kertas yang dililitkan di batang rupanya. Aku terus melirik ke arah Mas Arsya, tapi ekspresinya biasa saja. "Buka dulu, baca kalau ada tulisannya," ucapnya sambil memasukkan dua plastik besar wedang ronde ke jok penumpang di belakang kemudi. Aku pun menurut meskipun melakukannya dengan takut-takut. Namun, kalimat yang tertulis pada kertas ini membuatku justru mengerutkan kening. Jika wedang ronde menghangantkan dengan jaheKamu menghangatkanku dengan cintadari suamimu yang paling tampan saat di k
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-10
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
13
DMCA.com Protection Status