Semua Bab DINGINNYA SUAMIKU: Bab 61 - Bab 70

122 Bab

Permintaan Maaf

Aku tengah sibuk menata meja makan bersama Kaniya. Sementara Ibu dan Bi Narti masih menyelesaikan sedikit gorengan dan menunggu satu masakan lagi yang belum matang. Ada empat menu masakan yang dibuat Ibu dengan Bi Narti, termasuk gudeg dan sambel goreng krecek yang merupakan menu utama di warung makan Ibu. Lalu, ada juga tempe mendoan, ayam goreng, dan perkedel kentang. Meja makan di rumah ini untungnya cukup besar dan agak memanjang, ada delapan kursi yang mengelilingi. Paket komplet yang terhidang kali ini benar-benar sangat menggoda. Tepat saat semua masakan siap, bel rumah ini berbunyi. Aku bergegas meninggalkan ruang makan, tapi dicegah oleh Mas Arsya. Katanya, dia yang akan membuka pintu. Namun, aku tetap mengikutinya ke depan. Kuulas senyum saat melihat siapa yang datang. Ada Mama Astri dan Papa Farhan. Aku pun mendekat dan mencium tangan keduanya bergantian. Namun, aku melihat ada keanehan dengan sikap Mas Arsya, Mama, dan Papa. Mereka seperti orang asing satu sama lain. Mem
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-09
Baca selengkapnya

Lamaran

Kami berempat menghabiskan waktu seharian di mal. Usai menonton bioskop, kami melaksanakan salat Zuhur terlebih dahulu, lalu makan siang di salah satu restoran. Setelah itu dilanjutkan berbelanja pakaian, perlengkapan make up, dan barang-barang lainnya untuk acara besok. Mas Danu dan Kaniya juga harus tampil menawan. Dan untuk barang-barang itu, Mas Danu yang membayar sendiri. Aku yang sedikit merasa lelah, hanya duduk di salah satu bangku yang disediakan toko pakaian. Sementara yang lain sedang sibuk memilih. "Sayppang kecapekan ini," ucap Mas Arsya tiba-tiba. Dia sudah berdiri di hadapan. "Iya, tapi buat istirahat sebentar juga enakan, Mas," jawabku seraya tersenyum. Mas Arsya menunjukkan beberapa dress untukku. Semuanya terlihat sangat indah. "Sayang pilih yang disuka, atau mau semuanya?""Mas, lihat perutku. Ini semua nggak akan muat aku pakai," kataku pelan. "Ini, aku udah cari ukuran yang gede, Sayang," sanggahnya. Aku menggeleng lagi. Rasanya mood tiba-tiba anjlok. Sebena
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-09
Baca selengkapnya

Sibuk

Sehari setelah acara lamaran Mas Danu kepada Kaniya, orang-orang terkasihku kembali ke Jogja. Ayah, Ibu, Kaniya, dan Mas Danu meninggalkanku dalam kerinduan lagi. Meskipun ada Mas Arsya, tetap saja rasanya berbeda. Apalagi, hampir setiap hari aku tidak ada pekerjaan selain duduk-duduk saja. Bi Narti pun melarangku jika akan membantu karena Mas Arsya sudah memberinya perintah untuk tidak membiarkanku melakukan pekerjaan rumah. Kesibukan Mas Arsya pun bertambah banyak sehingga dia sedikit sekali punya waktu untukku. Kami hanya sempat makan bersama saat sarapan. Sementara untuk siang dan malam, bisa dihitung dengan jari berapa kali kami makan bersama. Jam pulangnya yang tidak tentu, membuat intensitas pertemuan kami pun berkurang banyak. "Aku buatin cokelat Mas." Kubawa satu cangkir cokelat panas dan satu tangkap roti bakar dengan selai cokelat pula ke ruang kerja Mas Arsya.Sudah sejak selepas Isya, dia masih saja fokus pada layar laptop dan tumpukan kertas yang tidak kutahu isinya. S
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-09
Baca selengkapnya

Kontraksi Palsu

Aku buru-buru mengambil pakaian dari lemari, lalu segera masuk kamar mandi untuk menghindar dari terkaman harimau lapar. Hari ini tidak akan kusia-siakan untuk bahagia, meskipun aku tahu jika esok tumpukan pekerjaan sudah menantinya lagi. "Sayang!" panggil Mas Arsya. Suaranya membuatku bergidik. Selesai berganti pakaian, aku keluar dari kamar mandi dan mendapati Mas Arsya sudah rapi dengan kaus berkerah warna abu-abu tua dipadu celana jeans hitam. Aku hampir tidak mengenalinya. Sering kali, laki-laki berwajah tegas itu lebih memilih memakai celana bahan dan kemeja. "Ganteng, nggak?" tanyanya sambil memegangi kerah bajunya. Sedikit menyombongkan diri. "Ganteng ...." Aku mengangguk-angguk sembari menahan senyum. "Terima kasih," ucapnya, lalu tangan kanannya berkacak pinggang. Kusambar ponsel di nakas dan tas selempang yang menggantung di dinding. Dompet selalu setia di dalam tas mini dengan tali itu. Kemudian, aku langsung menggamit lengannya. "Jagoan Ayah jangan nakal, ya. Papa
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-09
Baca selengkapnya

Tamu tak Diundang

Mendekati hari perkiraan lahir, aku sedikit gugup. Sekarang, kandunganku sudah masuk bulan sembilan dan tinggal menghitung hari waktu jagoan kecil kami lahir. Mas Arsya sangat antusias menunggu saat itu. Dia bahkan banyak mengurangi kesibukan. Jam kerja Mas Arsya di kantor dibuat hanya pagi sampai siang. Saat jam makan siang, dia akan pulang dan melanjutkan perkerjaan di rumah. Kemudian, untuk waktu sore, dia gunakan untuk menemaniku berjalan-jalan di sekitaran rumah. Sesuai anjuran dokter, aku harus banyak berolahraga ringan untuk membantu induksi secara alami. Selanjutnya, Mas Arsya terus siaga di dekatku. "Sayang belum ngerasain mules, ya?" tanyanya saat kami sedang jalan-jalan sore di sekitar kompleks rumah. "Belum, Mas. Kan, perkiraan masih dua mingguan lagi," jawabku sambil menoleh ke samping. "Udah nggak sabar, Sayang. Pengen buruan dipanggil papa lagi." Mas Arsya berucap sambil megulas senyum. "Kok, papa? Aku maunya, kita dipanggil ayah sama bunda," jawabku tidak terima.
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-09
Baca selengkapnya

Sheren

PoV ArsyaBaru dua kali aku bertemu Sheren. Dia seorang perempuan tangguh yang harus meneruskan bisnis konstruksi milik sang ayah sejak satu tahun terakhir. Aku tahu ceritanya dari Edo. Perusahaan kosntruksi milik ayah Sheren memang sudah bekerja sama dengan perusahaan properti milikku selama dua puluh tahunan sejak dipimpin oleh Papa Atmaja. Namun, tujuh tahun terakhir memang Edo yang menjadi wakil perusahaanku setelah Kakek memilih melimpahkan semua aset kepadaku, tepatnya setelah aku lulus kuliah, karena beliau ingin menghabiskan masa tua bersama Nenek di negara asal. Sejak tiga bulan yang lalu saat jati diriku diungkapkan sebagai pemilik perusahaan Jaya Properties, Sheren meminta untuk semua yang berhubungan dengan kerja sama kami, aku yang mengurus secara langsung. Awalnya, tidak ada masalah sama sekali. Bahkan, banyak kerja sama kami yang selesai dan memberikan keuntungan besar. Itu sebabnya aku juga kewalahan karena banyaknya proyek dari kantor pusat dilimpahkan ke kantor cab
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-09
Baca selengkapnya

Sudah Waktunya

Aku senang sekaligus terkejut dengan kedatangan Papa Farhan. Beliau datang selepas Magrib dan sendirian. Saat kutanya tentang Mama, Papa bilang kalau sang istri sedang kurang enak badan. Papa sempat menanyakan Mas Arsya, tapi beliau justru lega saat kukatakan sang putra tidak di rumah. Papa ingin bicara denganku saja. Ibu dan Ayah yang tadinya ikut mengobrol bersama kami pun memilih undur diri. "Papa harap, Manda tetap tenang setelah mendengar apa yang akan Papa katakan. Papa nggak mau kalau sampai cucu Papa kenapa-napa." Papa Farhan berucap sangat hati-hati. Papa seperti akan mengatakan suatu hal yang sangat penting sampai-sampai meyuruhku tenang. Akubpun mengangguk agar Papa segera memberitahu apa yang ingin beliau bicarakan. "Papa tahu kalau Arsya sekarang menjadi pemilik tunggal perusahaan peninggalan papa kandungnya." Papa Farhan menghela napas sejenak.Laki-laki paruh baya yang masih terlihat gagah itu lalu kembali berkata, "Sekarang, Arsya sedang dalam kesulitan. Peusahaann
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-09
Baca selengkapnya

Afkar Fadhil Adnan

PoV ArsyaAku tidak menyangka tentang kebenaran yang diungkap Papa Farhan. Papa sambungku itu rupanya tidak sejahat yang kupikirkan. Sejak dulu, memang hanya dendam yang kupelihara untuknya. Namun, baru hari ini aku mengetahui semuanya. Dan untuk Fahira, entah kenapa kami dulu hanya dibutakan cinta. Aku yang notabene sudah tinggal di tempat kos sejak SMA, tidak pernah mau tahu tentang siapa Papa Farhan. Bisa dibilang kalau aku yang sangat bodoh sampai tidak mengenali nama ayah kandung dari Fahira karena memang ibunya mengatakan jika sang ayah sudah meninggal sedari dia kecil. Foto sang ayah pun, Fahira tidak pernah menjunjukkan kepadaku karena dia memang tidak punya. Hingga semua terjadi dan aku menikah diam-diam dengan perempuan lulusan Kedokteran itu. Sekarang, salah pahamku terhadap Papa Farhan berangsur-angsur hilang. Apalagi, keyakinan dari Manda sudah mengubah cara berpikirku. Tatapan ibu dari calon anakku itu tampak sayu. Aku tahu jika dia kecewa karena aku kembali menyembuny
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-09
Baca selengkapnya

Terpaksa Pergi

PoV ArsyaSetelah terlelap sekitar dua jam siang ini, tubuhku pun sudah cukup bugar. Kemudian, melihat Manda dan Afkar tidur dengan nyenyak, seluruh lelahku pun menguap. Dua kesayanganku itu sudah melengkapi hidup yang sebelumnya penuh drama. Meskipun tidak dipungkiri kalau masih ada masalah yang belum terselesaikan, paling tidak aku punya tambahan penyemangat. Masih ada Ibu yang duduk sambil memandangi cucu pertamanya. Beliau pasti tidak kalah bahagianya seperti aku. Entah yang lain ke mana. Setahuku, tadi Papa Farhan dan Mama pamit pulang. Sementara keberadaan Danu, Kaniya, dan Ayah Husni, aku tidak tahu-menahu. "Nak Arsya sudah bangun. Makan siang dulu, Nak," ucap Ibu. "Manda sudah makan, Bu?" Aku balik bertanya. "Sudah, makanya dia bisa tidur sekarang." Ibu memberikan satu kotak makanan untukku. "Terima kasih, Bu." Kuterima pemberian Ibu, lalu beranjak ke kamar mandi untuk mencuci muka dan tangan. Saat baru membuka kotak makanan, ponselku berbunyi. Ada telepon dari Edo. Mung
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-09
Baca selengkapnya

Hampir Saja

Seperti layaknya seorang istri, aku juga merasa khawatir dengan masalah yang sedang menimpa perusahaan Mas Arsya. Bukan takut kehilangan harta, hanya saja banyak orang yang bergantung pada perusahaan itu. Ribuan karyawan yang sedang mencari nafkah juga akan menjadi korban. Mendengar cerita dari Ibu jika Mas Arsya harus pergi mengurus masalah itu, aku tentu tidak bisa tenang. Apalagi, di saat tubuh pasti masih lelah, perjalanan yang ditempuh cukup jauh karena pertemuan bertempat di kantor Jakarta. Namun, saat tahu jika Mas Danu ikut dan menggantikan Mas Arsya menyetir, aku sedikit lebih tenang. Meskipun ada rasa takut jika Mas Danu berbuat nekat seperti dulu, aku mencoba berpikir positif. Aku ingin menghubungi Mas Arsya, tapi tidak mau jika hal itu malah membuat konsentrasinya terganggu. Aku menahan gelisah dengan menyibukkan diri bersama Afkar. Lagi pula, ada Ibu, Mama Astri, Kaniya, dan Ayah. Mereka menemaniku sepanjang waktu. Sore hari, seorang perawat datang untuk mengecek kondi
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-09
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
56789
...
13
DMCA.com Protection Status