Home / Romansa / Hasrat Wanita Kedua / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Hasrat Wanita Kedua: Chapter 11 - Chapter 20

39 Chapters

Bab 10 - Rapat dadakan

Lula terbangun lebih awal dari biasanya, terkejut oleh bunyi alarm yang memekakkan telinga. Dengan mata setengah terpejam, ia meraih ponsel dan mematikan suara nyaring itu. Detik pertama yang ia sadari adalah jantungnya berdegup kencang, mengingat agenda penting hari ini. Perlahan, ia memaksakan diri bangun, melawan sisa kantuk yang masih membelenggu tubuhnya. Udara pagi menyelinap masuk melalui celah jendela, dingin dan menusuk kulit. Lula menyeret kakinya menuju kamar mandi. Percikan air dingin di wajah membuatnya sedikit lebih segar, meski pikirannya masih berkecamuk. Ia menatap bayangannya di cermin. Mata sembab, wajah pucat—sisa begadang menyiapkan materi meeting semalam masih jelas membekas. Hari ini ia harus menggantikan Irena, yang mendadak sakit, untuk membawakan presentasi di hadapan para pemegang saham. Tugas yang berat, apalagi ditunjuk secara mendadak. Jantungnya kembali berdebar hanya dengan memikirkannya. Setelah selesai mencuci muka, Lula menyisir rambut pirangnya.
last updateLast Updated : 2022-04-22
Read more

Bab 11 - Membeli Hadiah

Ting! Suara notifikasi ponsel bergetar pelan, memecah keheningan pagi di kamar sederhana Lula. Udara dingin menyelinap melalui jendela yang sedikit terbuka, membawa aroma embun sisa hujan semalam. Gadis itu menoleh, menatap layar ponsel yang menyala di atas meja kayu di sudut ruangan. Mata cokelatnya menyipit, malas. Pukul delapan pagi. Siapa yang menghubunginya sepagi ini? Dengan langkah pelan, Lula meraih ponselnya. Layar ponsel menampilkan satu pesan dari nomor tak dikenal. Alisnya berkerut, rasa penasaran menyusup tanpa diundang. [Apa kau memiliki waktu? Aku ingin mengajakmu keluar membeli hadiah untuk Eve.] Lula membaca pesan itu berulang kali. Eve? Ah dia ingat, wanita yang menabrak mobilnya. Tapi siapa yang mengirimkan pesan ini? Pikirannya berputar, mencoba menebak. Tanpa sadar, jari-jarinya mulai mengetik. [Ini Jack?] Pesan terkirim. Hanya butuh beberapa detik sebelum balasan datang. [Ya, Jack Adderson. Aku akan datang menjemput. Bersiaplah.] Lula membeku di tempat.
last updateLast Updated : 2022-05-05
Read more

Bab 12 - Pertemuan tak indah

Langit malam membentang dengan taburan bintang ketika mobil Jack berhenti tepat di depan apartemen sederhana Lula. Lula menoleh ke arah Jack yang masih duduk di kursi kemudi. Dia tersenyum simpul. “Terima kasih telah mengantar pulang,” ucapnya pelan, mencoba memecah keheningan. Jack hanya mengangguk tanpa menoleh, seakan tatapan matanya sengaja menghindar. Sikap dingin itu seharusnya membuat Lula terbiasa, tapi entah kenapa malam ini terasa berbeda. Dengan hati-hati, Lula membuka sabuk pengamannya, melangkah keluar, dan menutup pintu mobil perlahan. Namun sebelum melangkah pergi, ia melambaikan tangan kecil. “Selamat malam, Jack.” Tak ada jawaban. Hanya kilatan lampu sein yang berkedip sebelum mobil hitam itu perlahan melaju menjauh. Gadis itu menatap kepergian Jack hingga mobilnya menghilang di tikungan jalan. Ada rasa aneh yang menggelitik hatinya—rasa yang tak mampu ia kendalikan. Namun lamunannya buyar ketika suara langkah pelan terdengar di belakangnya. “Astag
last updateLast Updated : 2022-05-10
Read more

Bab 13 - Ciuman Kedua

Musik lembut mengalun di dalam ballroom yang penuh cahaya temaram. Tawa kecil sesekali terdengar dari para tamu yang berbaur, sementara aroma bunga segar menyelimuti ruangan. “Gladys! Oh my God, kamu sudah kembali?!” teriak Eleanor dengan mata berbinar. Gladys menoleh, senyum lembutnya masih sama seperti dulu. “Ini hari ulang tahun Eve, aku tidak mungkin melewatkannya.” Eve segera mendekat, menarik Gladys ke dalam pelukan erat. “Kamu memang yang terbaik, adik ipar!” ujarnya dengan terkekeh pelan. Gladys membalas pelukan dengan terkekeh pelan. “Haruskah aku memanggilmu Kakak ipar? Terdengar menggelikan, Eve. Hentikan.” Saat Gladys melepaskan pelukannya, matanya menyapu sekeliling ruangan. “Dimana Jack? Tadi aku melihatnya.” Eve mengangguk, menunjuk ke ruangan sebelah. “Dia ada di sana.” Gladys tersenyum kecil, “Aku akan menemui Jack.” Kemudian, Gladys melangkah pergi tanpa berkata apa-apa lagi. Lula memperhatikan gerak-gerik Gladys tanpa sadar, perasaan asing menggelitik hatin
last updateLast Updated : 2022-05-18
Read more

Bab 14 - Menyalakan api

Lula mengerjapkan mata, udara di dalam mobil terasa menekan dadanya. Ciuman itu masih membekas di bibirnya, membuat pikirannya kacau. Ia menelan ludah, berusaha menata perasaannya yang bergejolak. Dia menatap pria itu sejenak, sebelum membuka suaranya. “Aku tidak akan merespon lebih, aku tau ciuman ini sebuah kesalahan,” suaranya terdengar bergetar. “Aku akan melupakannya, dan kamu juga, Jack.” Jack tidak langsung menjawab. Tangannya menggenggam kemudi, matanya menatap lurus ke depan dengan ekspresi dingin yang sulit diterjemahkan. Napasnya terdengar pelan, namun setiap hembusannya terasa berat. “Tidak.” Hanya satu kata, rendah dan datar, namun cukup membuat Lula membeku. Dia mengerjapkan mata, menatap Jack dengan mata bertanya. “Apa maksudnya?” Jack perlahan menoleh, sorot matanya tajam, seolah menelanjangi segala pikiran yang berusaha disembunyikan gadis itu. “Aku tidak ingin melupakannya.” Lula tercekat. Dadanya berdegup kencang, tetapi wajah Jack tetap tanpa emosi—dingin, s
last updateLast Updated : 2022-05-19
Read more

Bab 15 - Bos pengganti

Derit pintu terdengar saat Jack memasuki rumah, melepaskan jas dengan gerakan lambat. Melihat Jack pulang, Eve turun dengan wajah segar, mengenakan gaun rumah berwarna krem. Bibirnya melengkung dalam senyuman ramah. “Jack, kamu sudah pulang?” sapanya lembut. Jack hanya melirik sekilas sambil menggantungkan jas di gantungan. Garis wajahnya menunjukkan kelelahan, namun sorot matanya tetap dingin. “Ya. Ada apa?” Eve tersenyum, menghampiri sambil melipat tangannya di depan dada. “Terima kasih sudah mengantar Lula pulang.” Jack tidak menanggapi. Matanya hanya menatap lurus, seolah tidak ingin membahas topik itu lebih jauh. “Oh, aku juga punya pesan,” lanjut Eve santai. “Gladys bilang dia harus segera berangkat ke LA.” Jack menghentikan gerakannya. Seketika, ekspresinya berubah, sedikit berkerut. “LA?” Suaranya terdengar berat. “Kenapa dia tidak mengabariku?” Eve mengangkat bahu. “Aku juga tidak tahu. Aku hanya kebetulan bertemu dengannya di bandara saat mengantar kekasihku. Jadwal
last updateLast Updated : 2022-06-01
Read more

Bab 16 - Hampir bercumbu

Lula berdiri terpaku di ambang pintu, menatap sosok Jack yang duduk santai di kursi kebesarannya dengan tangan menyilang di dada. Cahaya matahari yang menembus jendela besar di belakangnya mempertegas garis rahang pria itu, menambah aura dingin dan berkuasa yang memancar dari tubuhnya. Hatinya berdebar tak karuan. Perasaan canggung bercampur penasaran bergumul di dadanya. Bagaimana mungkin pria yang selama ini berusaha ia hindari kini justru menjadi atasannya? Apakah ini kebetulan, atau ada hal lain di balik kehadiran Jack di kantor ini? Jack menyadari tatapan Lula yang menelisik dari ujung kepala hingga ujung kaki. Bibirnya melengkung tipis, seolah menikmati kebingungan wanita itu. “Kau sudah puas memandangiku, Lula? Atau aku harus berbalik agar kau bisa melihat dari segala sudut?” suara berat Jack memecah keheningan, disertai nada mengejek yang membuat pipi Lula memanas. Lula berdehem, berusaha menguasai dirinya. Ia melangkah mendekat dengan hati-hati, menatap Jack dengan sor
last updateLast Updated : 2022-06-16
Read more

Bab 17 - Perasaan kesal

Lula menatap pantulan dirinya di cermin kecil kamar mandi kantor. Percikan air dingin membasahi wajahnya, menyapu jejak lelah yang menggantung sejak pagi. Matanya merah, bayang-bayang frustrasi berkelindan di sana. Kata-kata Edhi masih menggema di kepalanya. Nada sinis dan hinaan itu menancap tajam di benaknya. Anak buangan kayak kamu cuma bisa kerja kayak begini. Jangan mimpi tinggi. Lula mengepalkan tangan, menahan sesak yang membelit dada. Ia menarik napas panjang, mencoba mengusir semua kepahitan yang menempel erat di sudut hatinya. Seketika, pintu kamar mandi berderit pelan. Emil muncul di ambang pintu dengan ekspresi kesal. “Lula!” panggilnya dengan suara mendesah. Lula mengangkat wajah, mencoba menyembunyikan kekesalan yang masih tersisa. “Emil? Tumben masuk. Bukannya kamu libur?” Emil mendengus, rambutnya masih sedikit basah seolah terburu-buru. “Libur dari Hongkong! Baru aja mau manjain diri di bathtub, tahu-tahu si Bos baru itu nelepon. Disuruh masuk gara-gara laporan
last updateLast Updated : 2022-07-01
Read more

Bab 18 - Ponsel tertinggal

Jack mempercepat langkahnya, napasnya memburu saat melihat Gladys berdiri di ujung ruangan, tampak bingung dan memeluk dirinya sendiri. Cahaya lampu yang temaram menerpa wajahnya, memantulkan bayangannya yang terlihat semakin rapuh. Jack merasakan dorongan kuat untuk segera berada di sampingnya. Tak butuh waktu lama, langkah-langkahnya yang mantap membawa dia semakin dekat, dan tanpa ragu, dia langsung meraih lengan tunangannya itu. "Dis," panggilnya, suaranya pelan namun jelas. Mata Gladys yang sayu mendongak, lalu tanpa bicara, wanita itu langsung bangkit dan meraih tubuh Jack dalam pelukannya. Lirih terdengar namanya dipanggil, “Jack.” Tangisnya tertahan di dada pria itu. Jack merasakan kegelisahan menyelinap. Ada apa dengan tunangannya? Mengapa sikapnya tiba-tiba berubah drastis? "Dis, ada apa?" tanyanya lembut, meski hatinya diliputi kecemasan. Gladys tidak menjawab, hanya mempererat pelukannya. Wajahnya tersembunyi di dada Jack, seolah tidak ingin dunia tahu bahwa a
last updateLast Updated : 2022-08-04
Read more

Bab 19 - Menyentuh rudal

Senja yang Tertinggal Di dalam apartemen Jack yang sunyi, aroma kopi yang mulai mendingin bercampur dengan wangi hujan dari jendela yang sedikit terbuka. Lampu temaram menerangi ruangan, menyorot meja makan dengan satu piring makanan yang masih utuh. Lula duduk di sudut sofa, jemarinya gelisah di atas pahanya. Pikirannya berputar antara kejadian tadi dan sosok Jack yang kini menghilang ke dalam kamar. Suara langkah kaki terdengar, memecah keheningan. Tak lama, Jack muncul dari balik pintu, ponsel di tangannya. “Ini ponselmu?” tanyanya singkat, suaranya tetap dingin. Lula menoleh dan mengangguk pelan. “Iya… Terima kasih.” Jack berjalan mendekat, menyerahkan ponsel itu tanpa ekspresi. Lula menerimanya hati-hati, ujung jemarinya tak sengaja menyentuh kulit Jack—hangat, meski terasa jauh. “Maaf sudah merepotkan. Sepertinya kamu sedang menunggu seseorang, ya?” tanyanya, menatap meja makan yang tertata rapi. Jack ikut melirik ke arah meja. Rahangnya sedikit mengeras sebelum akhirnya
last updateLast Updated : 2022-08-09
Read more
PREV
1234
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status