Home / Romansa / Hasrat Wanita Kedua / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Hasrat Wanita Kedua: Chapter 21 - Chapter 30

39 Chapters

Bab 20 - Hawai

Pagi itu, mentari masih malu-malu menyembul dari balik awan, menyisakan jejak hujan semalam yang membasahi kota. Di sudut meja kerjanya, Lula membiarkan senyumnya tetap menggantung samar. Ada sesuatu yang hangat menyelusup ke dalam hatinya sejak malam tadi—perasaan asing yang membuat jantungnya berdetak sedikit lebih cepat tanpa alasan jelas. Dia tidak tahu apa namanya, tapi sensasi itu seperti percikan kecil yang menggelitik, menebarkan kehangatan di dada. “Eh, La! Kenapa senyum-senyum sendiri kayak orang jatuh cinta?” Suara Emil yang melengking memecah lamunannya. Lula langsung tersentak, pipinya merona samar. Dia menoleh, menatap sahabatnya yang kini berdiri dengan alis terangkat, penuh rasa ingin tahu. “Enggak apa-apa, Mil.” Emil menyipitkan mata, tidak percaya. “Bohong. Jangan-jangan ada yang aneh semalam?” Lula hanya tersenyum kecil, memilih diam. Percuma saja berdebat dengan Emil. Emil mendengus kesal, lalu duduk di sampingnya sambil menyilangkan kaki. “Ya udah, kalau e
last updateLast Updated : 2022-12-21
Read more

Bab 21 - Tentang malam itu

HONOLULU, HAWAII Langit biru cerah membentang di atas bandara Honolulu, membawa hawa tropis yang hangat. Udara asin dari laut berhembus lembut, menyapu helai rambut Lula yang sedikit berantakan akibat perjalanan panjang. Wanita itu melangkah turun dari pesawat dengan gerakan anggun, berusaha menutupi kelelahan yang sejak tadi menggerogoti tubuhnya. Jack sudah lebih dulu turun, berjalan di depan tanpa menoleh sedikit pun. Seolah kehadiran Lula hanyalah bayang-bayang samar yang tidak layak diperhatikan. Sebuah mobil hitam mewah menunggu di luar, bersama pria berpakaian rapi dengan name tag bertuliskan Billi. Senyum profesional pria itu menyambut mereka. “Selamat pagi, Pak Jack. Hotel sudah siap,” ujar Billi sopan, menundukkan kepala. Jack hanya mengangguk singkat tanpa membalas senyuman. Tatapannya tajam, seperti biasa, penuh dominasi. “Bawa koperku.” Billi dengan cekatan mengambil koper besar Jack, lalu menoleh pada Lula yang masih memegang koper di tangannya. “Boleh saya bantu,
last updateLast Updated : 2023-01-12
Read more

Bab 22 - Jeratan

Udara malam di Paris menyelubungi kota dengan dingin yang menusuk. Gladys memandang ke luar jendela kamar hotelnya, matanya nanar menatap gemerlap lampu kota yang terasa asing. Pikirannya penuh. Dada wanita itu naik turun, menahan gejolak yang terus menggerogoti hatinya. Nada dering ponsel memecah lamunan. Jemarinya gemetar saat mengambil benda persegi itu dari tas cokelat di atas ranjang. Jack Gladys menghela napas dalam, berusaha menenangkan degup jantung yang tak beraturan sebelum menekan tombol hijau. “Halo, Jack?” suaranya terdengar serak. “Hai, Sayang… kamu baik-baik saja?” Gladys memejamkan mata, rasa bersalah langsung menyesak di dadanya hanya mendengar suara pria itu. “Ya… aku baik-baik saja.” “Aku hanya ingin memastikan. Kau terdengar lelah.” “Tentu saja. Ini hanya perjalanan yang melelahkan.” Hening sejenak. Gladys mendengar hembusan napas Jack dari seberang sana. “Aku merindukanmu.” Gladys menggigit bibir, menahan rasa perih yang membakar dadanya. “Aku juga san
last updateLast Updated : 2023-06-01
Read more

Bab 23 - Perasaan Hampa

Gladys terbangun dengan kepala yang terasa berat. Dia mengerutkan kening sambil memijat pelipisnya, merasakan kehangatan dari dalam selimut tebal yang menutupi tubuh telanjangnya. Di sampingnya, lengan Rey masih melingkar di pinggangnya. Gladys membuka mata dan mendapati wajah Rey yang terlelap di dekatnya. Dia mendesah dalam hati, bertanya-tanya apakah keputusan ini benar. Dengan hati-hati, ia berusaha untuk melepaskan lengan Rey yang menahannya. Namun, lengan itu terasa menempel erat, seolah enggan untuk dilepaskan. Rey, yang merasa gerakan tersebut, membuka matanya. Maniknya menatap Gladys dengan senyuman lembut. “Selamat pagi,” ucapnya dengan suara parau. “Aku harus pergi. Singkirkan tanganmu,” kata Gladys dengan nada tegas, berusaha menyembunyikan rasa cemas yang menggelayuti pikirannya. Gladys terus berusaha melepaskan diri, namun Rey tetap menahannya. “Kenapa terburu-buru? Masih pagi, Dis,” katanya, suaranya santai dan tenang. “Kau gila?! Bagaimana jika Eve datang tib
last updateLast Updated : 2023-12-19
Read more

Bab 24 - Hadiah

Lula mencoba menenggelamkan gejolak perasaannya di balik tatapan tenang, berusaha memusatkan perhatian pada hidangan yang disajikan di hadapannya. Aroma segar lemon bercampur dengan gurihnya salmon panggang menguar, seolah memanggilnya untuk mencicipi. Jack duduk di seberangnya, ekspresi dinginnya tetap tak terbaca. Ia menunjuk piring dengan gerakan ringan namun penuh wibawa. “Ini salad dengan dressing lemon dan salmon panggang. Hidangan ini rencananya akan menjadi menu andalan di resort.” Lula mengangguk pelan, menyuapkan potongan pertama ke mulutnya. Saat rasa asam segar bercampur dengan tekstur lembut salmon, matanya sedikit melebar. “Bagaimana rasanya?” Jack menatapnya tajam, menunggu jawaban tanpa sedikit pun ekspresi terbaca di wajahnya. Lula menelan ludah, berusaha menata reaksinya agar tetap profesional. “Sangat lezat, Pak. Dressing lemonnya ringan, dan salmon ini dimasak dengan sempurna.” Sebuah anggukan tipis terbit di wajah Jack, seolah puas dengan penilaiannya. “
last updateLast Updated : 2024-10-27
Read more

Bab 25 - Malam hangat

Lula menatap Jack dalam kesamaran cahaya, anggur yang mengalir dalam darahnya membuat keberaniannya melonjak, menyingkirkan batasan yang selama ini dia bangun. Waktu seolah melambat di antara mereka, menyisakan hanya suara napas yang saling bersahutan. Pria itu begitu dekat, aromanya yang maskulin bercampur dengan wangi anggur yang samar. Jack menatapnya lekat, tatapannya penuh kendali, namun ada bara yang membara di balik mata dinginnya. “Kamu mabuk, Lula.” Nada suaranya rendah, serak, seperti bisikan yang menelusup langsung ke telinga wanita itu. Namun Lula hanya tersenyum kecil, mabuknya membuat dia lebih berani daripada biasanya. “Mungkin… tapi itu bukan berarti aku tidak tahu apa yang kulakukan.” Dia mendekat, jemarinya terulur, menekan lembut pipi Jack. Sentuhannya ceroboh, namun pria itu membiarkan saja, seolah memberi kebebasan untuknya meluapkan emosi yang selama ini terkunci. “Kenapa dunia begitu tidak adil padaku?” gumam Lula, suaranya serak, mata kaburnya menata
last updateLast Updated : 2024-10-31
Read more

Bab 26 - Terpesona

Saat Lula terbangun keesokan paginya, cahaya matahari lembut menyelinap masuk melalui celah tirai, langsung menyilaukan matanya. Ia mengerjap, perlahan menyadari bahwa selimut yang membungkus tubuhnya terasa lebih berat dari biasanya. Memandang sekeliling, kepalanya masih terasa kabur. Matanya terarah pada sosok Jack yang terbaring di sampingnya, tidur dengan tenang, napasnya teratur. Wajahnya tampak damai, tapi justru itu yang membuat jantung Lula berdetak lebih cepat. Lula perlahan bangkit, merubah posisinya dan menarik selimut lebih erat ke tubuhnya. Rasa sakit di kepalanya semakin terasa, dan ia mengerang pelan, mencoba menenangkan diri. Namun, saat matanya menyapu tubuhnya sendiri, ia terkejut. Di bawah selimut, dia tidak mengenakan apapun. Tubuh polosnya hanya terbungkus oleh selimut yang dia gunakan. "Apa yang sudah kulakukan?" pikirnya, gelisah. Lalu matanya kembali tertuju pada Jack yang masih terlelap. Tanpa sadar, pikirannya langsung melompat pada kemungkinan terburuk.
last updateLast Updated : 2024-11-13
Read more

Bab 27 - Perjanjian

Lula menghela napas lega saat roda pesawat menyentuh landasan. Perjalanan dinas bersama Jack selama beberapa hari terakhir benar-benar menguras energi dan pikirannya. Meski pekerjaannya belum selesai sepenuhnya, ada rasa nyaman saat tahu dirinya kembali ke rumah. Ketika keluar dari pintu kedatangan, pandangannya langsung tertuju pada sosok Emily yang berdiri di antara kerumunan, melambai dengan senyum lebarnya. “Lula! Akhirnya kamu pulang juga!” seru Emily sambil menghampirinya, tanpa basa-basi langsung mengambil alih koper yang Lula tarik. “Gimana perjalananmu sama Pak Jack? Capek banget, ya?” Lula mengangguk sambil tersenyum tipis, berusaha menyembunyikan rasa lelah yang tampak jelas di wajahnya. “Lumayan. Banyak hal yang harus dicek di lapangan, tapi ya, semuanya berjalan lancar.” Emily menaikkan alis sambil menatap Lula dengan ekspresi menggoda. “Oh, lancar ya? Seru dong jalan bareng bos ganteng?” Lula mendengus kecil, malas menanggapi. “Seru apanya, Em? Aku ikut cuma b
last updateLast Updated : 2024-11-15
Read more

Bab 28 - Tawaran

“Jadilah wanitaku,” ucap Jack tanpa ragu. “Secara resmi. Di atas kertas.” Hening menyusup di antara mereka, hanya suara jam dinding yang samar terdengar di sudut ruangan. Lula merasakan hatinya bergejolak. Bagian dari dirinya ingin menertawakan pria itu, menganggap tawarannya hanya gurauan belaka. Namun, sorot mata Jack tidak menyiratkan permainan. Tatapan itu dingin, tajam, dan berbahaya. Lula menarik napas dalam, berusaha menjaga nada suaranya tetap stabil. “Apa keuntungan untukku?” Jack menyandarkan tubuh, seolah sudah menduga pertanyaan itu akan keluar. Sebuah senyum tipis terukir di wajahnya—arogan dan penuh percaya diri. “Kamu tahu jawabannya.” Lula menatap pria itu tanpa berkedip, mencoba menebak isi pikirannya. Jantungnya berdegup cepat, tetapi ia tidak akan membiarkan dirinya tampak mudah ditebak. Ini kesempatan yang selama ini ia tunggu-tunggu. Tetapi ia juga sadar, pria seperti Jack tidak akan menghargai sesuatu yang diperolehnya tanpa tantangan. “Bagaimana
last updateLast Updated : 2025-02-28
Read more

Bab 29 - Menyebalkan

Setelah hari di mana Jack menawarkan perjanjian itu, Lula memilih mengabaikannya. Ia menjaga jarak, seolah percakapan malam itu tak pernah terjadi. Namun, Jack bukan pria yang mudah diabaikan. Alih-alih mundur, ia justru semakin menekan Lula dengan cara yang halus—dan licik. Pekerjaan Lula semakin menumpuk, membuatnya harus lembur hampir setiap malam. Anehnya, tidak ada satu pun rekan kerja lain yang mendapat beban serupa. Malam itu, Lula melangkah menuju ruangan Jack dengan napas berat. Setumpuk dokumen menekan lengannya, sementara pikirannya bergejolak menahan kekesalan. Tanpa mengetuk, ia membuka pintu dengan kasar dan meletakkan dokumen itu di meja Jack hingga berantakan. “Kamu sengaja menambah pekerjaanku! Membuatku terus lembur seperti ini! Kamu kira aku robot? Ya Tuhan, pinggangku,” kesalnya. Jack yang tengah fokus menatap laptop hanya melirik sekilas. Tatapannya tetap dingin, seolah kemarahan Lula bukan sesuatu yang perlu digubris. “Aku tidak merasa sengaja,” ucapnya
last updateLast Updated : 2025-03-02
Read more
PREV
1234
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status