Home / Romansa / Hasrat Wanita Kedua / Bab 19 - Menyentuh rudal

Share

Bab 19 - Menyentuh rudal

Author: Gumi Gula
last update Last Updated: 2022-08-09 14:12:22
Senja yang Tertinggal

Di dalam apartemen Jack yang sunyi, aroma kopi yang mulai mendingin bercampur dengan wangi hujan dari jendela yang sedikit terbuka. Lampu temaram menerangi ruangan, menyorot meja makan dengan satu piring makanan yang masih utuh.

Lula duduk di sudut sofa, jemarinya gelisah di atas pahanya. Pikirannya berputar antara kejadian tadi dan sosok Jack yang kini menghilang ke dalam kamar.

Suara langkah kaki terdengar, memecah keheningan. Tak lama, Jack muncul dari balik pintu, ponsel di tangannya.

“Ini ponselmu?” tanyanya singkat, suaranya tetap dingin.

Lula menoleh dan mengangguk pelan. “Iya… Terima kasih.”

Jack berjalan mendekat, menyerahkan ponsel itu tanpa ekspresi.

Lula menerimanya hati-hati, ujung jemarinya tak sengaja menyentuh kulit Jack—hangat, meski terasa jauh.

“Maaf sudah merepotkan. Sepertinya kamu sedang menunggu seseorang, ya?” tanyanya, menatap meja makan yang tertata rapi.

Jack ikut melirik ke arah meja. Rahangnya sedikit mengeras sebelum akhirnya
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 20 - Hawai

    Pagi itu, mentari masih malu-malu menyembul dari balik awan, menyisakan jejak hujan semalam yang membasahi kota. Di sudut meja kerjanya, Lula membiarkan senyumnya tetap menggantung samar. Ada sesuatu yang hangat menyelusup ke dalam hatinya sejak malam tadi—perasaan asing yang membuat jantungnya berdetak sedikit lebih cepat tanpa alasan jelas. Dia tidak tahu apa namanya, tapi sensasi itu seperti percikan kecil yang menggelitik, menebarkan kehangatan di dada. “Eh, La! Kenapa senyum-senyum sendiri kayak orang jatuh cinta?” Suara Emil yang melengking memecah lamunannya. Lula langsung tersentak, pipinya merona samar. Dia menoleh, menatap sahabatnya yang kini berdiri dengan alis terangkat, penuh rasa ingin tahu. “Enggak apa-apa, Mil.” Emil menyipitkan mata, tidak percaya. “Bohong. Jangan-jangan ada yang aneh semalam?” Lula hanya tersenyum kecil, memilih diam. Percuma saja berdebat dengan Emil. Emil mendengus kesal, lalu duduk di sampingnya sambil menyilangkan kaki. “Ya udah, kalau e

    Last Updated : 2022-12-21
  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 21 - Tentang malam itu

    HONOLULU, HAWAII Langit biru cerah membentang di atas bandara Honolulu, membawa hawa tropis yang hangat. Udara asin dari laut berhembus lembut, menyapu helai rambut Lula yang sedikit berantakan akibat perjalanan panjang. Wanita itu melangkah turun dari pesawat dengan gerakan anggun, berusaha menutupi kelelahan yang sejak tadi menggerogoti tubuhnya. Jack sudah lebih dulu turun, berjalan di depan tanpa menoleh sedikit pun. Seolah kehadiran Lula hanyalah bayang-bayang samar yang tidak layak diperhatikan. Sebuah mobil hitam mewah menunggu di luar, bersama pria berpakaian rapi dengan name tag bertuliskan Billi. Senyum profesional pria itu menyambut mereka. “Selamat pagi, Pak Jack. Hotel sudah siap,” ujar Billi sopan, menundukkan kepala. Jack hanya mengangguk singkat tanpa membalas senyuman. Tatapannya tajam, seperti biasa, penuh dominasi. “Bawa koperku.” Billi dengan cekatan mengambil koper besar Jack, lalu menoleh pada Lula yang masih memegang koper di tangannya. “Boleh saya bantu,

    Last Updated : 2023-01-12
  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 22 - Jeratan

    Udara malam di Paris menyelubungi kota dengan dingin yang menusuk. Gladys memandang ke luar jendela kamar hotelnya, matanya nanar menatap gemerlap lampu kota yang terasa asing. Pikirannya penuh. Dada wanita itu naik turun, menahan gejolak yang terus menggerogoti hatinya. Nada dering ponsel memecah lamunan. Jemarinya gemetar saat mengambil benda persegi itu dari tas cokelat di atas ranjang. Jack Gladys menghela napas dalam, berusaha menenangkan degup jantung yang tak beraturan sebelum menekan tombol hijau. “Halo, Jack?” suaranya terdengar serak. “Hai, Sayang… kamu baik-baik saja?” Gladys memejamkan mata, rasa bersalah langsung menyesak di dadanya hanya mendengar suara pria itu. “Ya… aku baik-baik saja.” “Aku hanya ingin memastikan. Kau terdengar lelah.” “Tentu saja. Ini hanya perjalanan yang melelahkan.” Hening sejenak. Gladys mendengar hembusan napas Jack dari seberang sana. “Aku merindukanmu.” Gladys menggigit bibir, menahan rasa perih yang membakar dadanya. “Aku juga san

    Last Updated : 2023-06-01
  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 23 - Perasaan Hampa

    Gladys terbangun dengan kepala yang terasa berat. Dia mengerutkan kening sambil memijat pelipisnya, merasakan kehangatan dari dalam selimut tebal yang menutupi tubuh telanjangnya. Di sampingnya, lengan Rey masih melingkar di pinggangnya. Gladys membuka mata dan mendapati wajah Rey yang terlelap di dekatnya. Dia mendesah dalam hati, bertanya-tanya apakah keputusan ini benar. Dengan hati-hati, ia berusaha untuk melepaskan lengan Rey yang menahannya. Namun, lengan itu terasa menempel erat, seolah enggan untuk dilepaskan. Rey, yang merasa gerakan tersebut, membuka matanya. Maniknya menatap Gladys dengan senyuman lembut. “Selamat pagi,” ucapnya dengan suara parau. “Aku harus pergi. Singkirkan tanganmu,” kata Gladys dengan nada tegas, berusaha menyembunyikan rasa cemas yang menggelayuti pikirannya. Gladys terus berusaha melepaskan diri, namun Rey tetap menahannya. “Kenapa terburu-buru? Masih pagi, Dis,” katanya, suaranya santai dan tenang. “Kau gila?! Bagaimana jika Eve datang tib

    Last Updated : 2023-12-19
  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 24 - Hadiah

    Lula mencoba menenggelamkan gejolak perasaannya di balik tatapan tenang, berusaha memusatkan perhatian pada hidangan yang disajikan di hadapannya. Aroma segar lemon bercampur dengan gurihnya salmon panggang menguar, seolah memanggilnya untuk mencicipi. Jack duduk di seberangnya, ekspresi dinginnya tetap tak terbaca. Ia menunjuk piring dengan gerakan ringan namun penuh wibawa. “Ini salad dengan dressing lemon dan salmon panggang. Hidangan ini rencananya akan menjadi menu andalan di resort.” Lula mengangguk pelan, menyuapkan potongan pertama ke mulutnya. Saat rasa asam segar bercampur dengan tekstur lembut salmon, matanya sedikit melebar. “Bagaimana rasanya?” Jack menatapnya tajam, menunggu jawaban tanpa sedikit pun ekspresi terbaca di wajahnya. Lula menelan ludah, berusaha menata reaksinya agar tetap profesional. “Sangat lezat, Pak. Dressing lemonnya ringan, dan salmon ini dimasak dengan sempurna.” Sebuah anggukan tipis terbit di wajah Jack, seolah puas dengan penilaiannya. “

    Last Updated : 2024-10-27
  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 25 - Malam hangat

    Lula menatap Jack dalam kesamaran cahaya, anggur yang mengalir dalam darahnya membuat keberaniannya melonjak, menyingkirkan batasan yang selama ini dia bangun. Waktu seolah melambat di antara mereka, menyisakan hanya suara napas yang saling bersahutan. Pria itu begitu dekat, aromanya yang maskulin bercampur dengan wangi anggur yang samar. Jack menatapnya lekat, tatapannya penuh kendali, namun ada bara yang membara di balik mata dinginnya. “Kamu mabuk, Lula.” Nada suaranya rendah, serak, seperti bisikan yang menelusup langsung ke telinga wanita itu. Namun Lula hanya tersenyum kecil, mabuknya membuat dia lebih berani daripada biasanya. “Mungkin… tapi itu bukan berarti aku tidak tahu apa yang kulakukan.” Dia mendekat, jemarinya terulur, menekan lembut pipi Jack. Sentuhannya ceroboh, namun pria itu membiarkan saja, seolah memberi kebebasan untuknya meluapkan emosi yang selama ini terkunci. “Kenapa dunia begitu tidak adil padaku?” gumam Lula, suaranya serak, mata kaburnya menata

    Last Updated : 2024-10-31
  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 26 - Terpesona

    Saat Lula terbangun keesokan paginya, cahaya matahari lembut menyelinap masuk melalui celah tirai, langsung menyilaukan matanya. Ia mengerjap, perlahan menyadari bahwa selimut yang membungkus tubuhnya terasa lebih berat dari biasanya. Memandang sekeliling, kepalanya masih terasa kabur. Matanya terarah pada sosok Jack yang terbaring di sampingnya, tidur dengan tenang, napasnya teratur. Wajahnya tampak damai, tapi justru itu yang membuat jantung Lula berdetak lebih cepat. Lula perlahan bangkit, merubah posisinya dan menarik selimut lebih erat ke tubuhnya. Rasa sakit di kepalanya semakin terasa, dan ia mengerang pelan, mencoba menenangkan diri. Namun, saat matanya menyapu tubuhnya sendiri, ia terkejut. Di bawah selimut, dia tidak mengenakan apapun. Tubuh polosnya hanya terbungkus oleh selimut yang dia gunakan. "Apa yang sudah kulakukan?" pikirnya, gelisah. Lalu matanya kembali tertuju pada Jack yang masih terlelap. Tanpa sadar, pikirannya langsung melompat pada kemungkinan terburuk.

    Last Updated : 2024-11-13
  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 27 - Perjanjian

    Lula menghela napas lega saat roda pesawat menyentuh landasan. Perjalanan dinas bersama Jack selama beberapa hari terakhir benar-benar menguras energi dan pikirannya. Meski pekerjaannya belum selesai sepenuhnya, ada rasa nyaman saat tahu dirinya kembali ke rumah. Ketika keluar dari pintu kedatangan, pandangannya langsung tertuju pada sosok Emily yang berdiri di antara kerumunan, melambai dengan senyum lebarnya. “Lula! Akhirnya kamu pulang juga!” seru Emily sambil menghampirinya, tanpa basa-basi langsung mengambil alih koper yang Lula tarik. “Gimana perjalananmu sama Pak Jack? Capek banget, ya?” Lula mengangguk sambil tersenyum tipis, berusaha menyembunyikan rasa lelah yang tampak jelas di wajahnya. “Lumayan. Banyak hal yang harus dicek di lapangan, tapi ya, semuanya berjalan lancar.” Emily menaikkan alis sambil menatap Lula dengan ekspresi menggoda. “Oh, lancar ya? Seru dong jalan bareng bos ganteng?” Lula mendengus kecil, malas menanggapi. “Seru apanya, Em? Aku ikut cuma b

    Last Updated : 2024-11-15

Latest chapter

  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 32 - Persiapan Pernikahan

    Pagi itu, Gladys sudah sibuk dengan berbagai persiapan. Ia tidak ingin membuang waktu. Jika ini harus terjadi, maka semuanya harus sempurna.Di sebuah butik eksklusif, ia berdiri di depan cermin besar, mengenakan gaun pengantin putih dengan desain klasik yang elegan. Sofia duduk di sofa, mengamati putrinya dengan kritis.“Gaun ini bagus, tapi aku rasa kita bisa mencari yang lebih istimewa,” katanya akhirnya. “Sesuatu yang lebih… berkelas.”Gladys hanya tersenyum kecil. Ia tidak terlalu peduli gaun seperti apa yang akan ia kenakan, karena pikirannya jauh dari sini.Jack.Ia memikirkan pria itu—reaksinya saat ia setuju untuk menikah lebih cepat. Ada sesuatu dalam tatapannya yang tidak bisa ia artikan.Keraguan?Atau rasa bersalah?Gladys mengalihkan pandangannya ke cermin. Tidak, ia tidak bisa membiarkan pikirannya dipenuhi oleh hal-hal yang tidak perlu. Ia percaya bahwa Jack mencintainya. Salah satu pegawai butik mendekat, membawa beberapa pilihan gaun lain. “Nona Gladys, kami memilik

  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 37 - Aku siap

    Lula menyisipkan rambutnya ke belakang telinga, pandangannya sekilas menyapu ke arah restoran yang ramai. Suara alat makan beradu dengan piring bercampur percakapan pelanggan lain, menciptakan suasana makan siang yang tampak wajar. Namun, tidak baginya. Ada sesuatu yang mengganggu, sesuatu yang membuatnya sulit menikmati hidangan di hadapannya. Perlahan, ia meletakkan garpunya dan menatap pria di hadapannya. “Jack, aku rasa kita sedang diawasi,” bisiknya tanpa mengubah ekspresi. Jack tidak langsung merespons. Ia hanya mengangkat cangkir kopinya dengan santai, menyesapnya seolah tak terjadi apa-apa. Tetapi, Lula tahu pria itu tengah mengamati pantulan kaca besar di belakangnya. Dari sana, dua sosok terlihat duduk tak jauh dari mereka—Eleanor dan Jennie. Jack menaruh cangkirnya, bibirnya melengkung samar. “Kamu benar, entah bagaimana mereka bisa datang disini.” “Aku curiga, mereka datang untuk mengawasi. Tidak ada kemungkinan kebetulan didunia ini.” “Aku pikir kamu benar. Jika

  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 36 - Selingkuh?

    Lula merasa hubungannya dengan Jack semakin membaik. Tidak ada lagi pertengkaran tak perlu atau tatapan penuh ketegangan di antara mereka. Setidaknya, Jack tidak lagi berusaha mencari masalah dengannya setiap saat, dan Lula pun mulai merasa lebih nyaman berada di dekat pria itu.Hari ini, Jack tiba-tiba mengajaknya makan siang di luar. Biasanya, Lula akan menolak atau mencari alasan untuk menghindar, tapi entah kenapa, kali ini ia mengiyakan tanpa banyak berpikir.Mereka memilih restoran dengan suasana tenang, duduk di meja dekat jendela yang menghadap ke jalanan kota. Percakapan mereka mengalir ringan—tidak lagi dipenuhi sindiran atau debat kusir yang melelahkan.Namun, saat obrolan mereka mulai mereda, Jack tiba-tiba mengeluarkan sebuah kotak kecil dari saku jasnya dan meletakkannya di atas meja. Lula mengernyit, merasa curiga.“Apa ini?”Jack hanya menyodorkan kotaknya. “Buka saja.”Dengan sedikit ragu, Lula membuka kotak itu dan mendapati sebuah kalung perak dengan liontin berbent

  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 35 - Aku akan menemuimu

    Lula masih terengah, dadanya naik turun dengan cepat. Tangannya mengepal di atas pangkuan, berusaha menenangkan diri setelah ciuman yang mencuri napasnya barusan. Jack tetap di tempatnya, menatapnya dengan intens, seolah menantang setiap emosi yang bergejolak di mata Lula. “Kau sudah selesai marah?” Jack bertanya, nada suaranya masih datar, tapi sorot matanya tidak bisa menyembunyikan api yang membakar di dalamnya. Lula mengatupkan rahangnya. “Kau tidak bisa seenaknya, Jack.” “Aku tidak sedang bermain-main,” balas Jack tanpa ragu. “Kalau aku mau bermain, aku bisa melakukan jauh lebih dari ini.” Lula menelan ludah, berusaha menepis panas yang merayap di kulitnya. Ia menggeleng pelan, mencoba mencari celah untuk mengendalikan situasi. “Aku lelah,” katanya akhirnya, suaranya melemah. Jack tidak langsung menanggapi. Ia hanya menatap Lula dengan sorot mata yang dalam, penuh sesuatu yang sulit ditebak. Namun kemudian, ia bersandar ke kursinya, ekspresinya sedikit melunak. “Aku tahu.

  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 34 - Kegilaan Jack

    Lula mengetik cepat di depan layar komputernya, jemarinya bergerak lincah di atas keyboard. Matanya terpaku pada data yang harus ia rapikan sebelum laporan diserahkan ke Jack. Ruangan kantor terasa sunyi, hanya suara ketikan dan sesekali bunyi kertas yang dibalik. Tiba-tiba, suara langkah terburu-buru mendekat, disusul suara Emil yang setengah terengah-engah. “Lula! Tolong banget, kali ini aja!” Lula mengangkat kepala dengan kening berkerut. “Kenapa lagi, Mil?” Emil menjatuhkan beberapa dokumen di meja Lula dengan ekspresi putus asa. “Aku butuh banget tanda tangan Pak Jack. Sejam lagi kalau ini nggak beres, bisa mampus aku, La. Aku beneran lupa.” Lula mendesah, menatap dokumen-dokumen yang berserakan. “Pak Jack baru saja keluar makan siang.” Emil hampir menangis. “Please, La. Tau sendiri kalau yang kejar Pak Jack aku, dia nggak bakal mau. Tapi kamu… kamu kan sekretarisnya. Kamu pasti bisa!” Lula memijat pelipisnya. “Jadi aku harus ngejar dia sekarang?” Emil mengangguk

  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 33 - Noda kemeja

    Pagi di kediaman keluarga Pramono dipenuhi suasana tenang. Cahaya matahari menembus jendela besar, menyapu ruang keluarga yang luas dengan nuansa hangat. Aroma teh melati menguar dari cangkir porselen di meja, sementara Gladys bersandar santai di sofa.Mengenakan robe sutra tipis, ia menggulir layar ponselnya tanpa terganggu, menikmati waktu paginya. Namun, ketenangan itu tak bertahan lama saat langkah teratur mendekat, dan Sofia duduk di hadapannya dengan anggun.“Gladys.”Nada suara ibunya lembut, tapi mengandung sesuatu kekhawatiran yang terselubung. Gladys masih tetap menatap ponselnya. “Hm?”“Kapan kamu akan menikah dengan Jack?”Jari Gladys berhenti sejenak sebelum melanjutkan. Ia mendesah ringan, akhirnya menatap ibunya dengan ekspresi bosan. “Mom, kita sudah membahas ini berkali-kali. Aku masih ingin fokus pada karirku.”Sofia meletakkan cangkir tehnya dengan gerakan lembut. “Menunda terlalu lama bukan hal yang baik, Sayang. Lihat anaknya Tante Rina. Tunangannya berselingkuh

  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 32 - Gairah Panas

    Jack melepas seatbelt dengan satu sentakan, pandangannya mengunci Lula tanpa memberi celah untuk melarikan diri.Tanpa aba-aba, tangannya terulur, meraih tengkuk wanita itu, menariknya mendekat hingga napas mereka hampir bersatu.“Jack…”Hanya bisikan rendah itu yang terdengar sebelum bibir Jack menahan bibir mungilnya, panas, dalam, menggoda dengan gerakan perlahan yang menuntut.Lula bergetar, kedua tangannya terangkat tanpa sadar, mencengkeram kerah jas Jack. Desah napasnya beradu, membuat Jack semakin memperdalam ciumannya. Lidahnya menelusup, menuntut balasan, sementara jemari besar pria itu menyusuri sisi wajah Lula, turun ke leher, hingga membuka satu kancing kemeja wanita itu dengan cekatan.Lula tersentak kecil, tapi tidak menolak. Justru, matanya terpejam, membiarkan jemari Jack melonggarkan satu demi satu kancing, memperlihatkan kulit pucat di baliknya.Bibir Jack beralih, melumat garis rahangnya, turun ke leher yang berdenyut. Napasnya panas, membuat Lula menggigit bibir

  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 31 - Kecupan

    Pagi itu terasa berat bagi Lula. Langit mendung menambah rasa sesak di dadanya, seolah alam pun ikut merasakan beban yang selama ini ia pikul. Tangan mungilnya menggenggam setangkai bunga lili putih, langkahnya pelan menyusuri jalan berbatu. Setiap kunjungan ke tempat ini selalu membawa luka lama yang sulit disembuhkan. Lula berlutut di depan nisan, menaruh bunga dengan hati-hati. Pandangannya nanar menelusuri nama yang terukir di batu. “Bu… aku datang lagi.” Suara itu lirih, hampir tenggelam oleh hembusan angin. Ia diam sejenak, membiarkan emosi yang selama ini ditahan memenuhi dada. Hanya di tempat ini, ia bisa meluruhkan segala hal yang tak bisa diucapkan pada siapa pun. “Aku lelah… tapi aku tidak bisa berhenti.” Matanya memanas. “Dia pria paling memuakkan, aku benar-benar membencinya.” Lula menunduk, jari-jarinya meremas ujung blazer. Kenyataan bahwa ia mulai goyah membuatnya semakin benci pada dirinya sendiri. “Apa langkah yang akan aku ambil adalah hal yang benar?” Ke

  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 30 - Manis

    Lula tidak pernah menyukai pagi, apalagi setelah malam yang dihabiskannya lembur hanya karena permainan licik Jack. Ia baru saja duduk, berniat menuntaskan sisa pekerjaan semalam, saat suara langkah berat terdengar dari arah pintu. Tanpa menoleh, ia tahu siapa yang datang. “Kita ada meeting jam sepuluh. Jangan lupa bawa tablet dan semua dokumen kemarin,” ucap Jack datar. Lula menahan dengusan kesal. Seperti biasa, dia hanya menarik bibirnya membentuk senyuman palsu. “Baik Pak.” Dan seperti biasa—tanpa bertanya, tanpa permisi, tanpa memberi kesempatan menolak. Jack tetap memerintah seenaknya. “Dan setelah itu, ikut aku makan siang.” Lula mengernyit. Kali ini ia menoleh, menatap Jack yang sudah berjalan menuju ruangannya. “Makan siang? Untuk urusan kerja?” tanyanya menekan nada suara. Jack melirik dari balik bahu, mata tajamnya menyiratkan sesuatu yang sulit ditebak. “Anggap saja begitu.”Bola matanya memutar malas, jika bukan karena dia atasannya, Lula pasti akan malas. —

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status