“Kalau sampean berkenan, sampean bisa menginap di asrama putra, Mas Bram. Ndak usah di hotel. Biar kita semakin akrab,” timpal Gus Azmi yang baru saja keluar, menyambut kedatangan Raihan.“Matur nuwun sanget, Gus. Nanti saya merepotkan.” Abraham mengulas senyum.Tapi entah mengapa, aku melihat ada keterpaksaan di lengkungan bibir lelaki berwajah tampan itu.“Tidak merepotkan, Mas. Saya justru senang jika ada sampean di sini. Kita bisa ngobrol-ngobrol. Berbagi ilmu, juga pengalaman.” Gus Azmi mendekat, merangkul pundak Abraham dan mengajaknya masuk ke dalam ruangan khusus laki-laki.Ning Mahfia menghampiri, mengajakku masuk menemui Ummi Hanifah di dalam kamar perempuan paling dihormati di kalangan pesantren.“Assalamualaikum, Ummi,” sapaku sembari menyunggingkan bibir.“Waalaikumussalam. Silakan masuk, Nduk.” Wanita bergamis longgar tersebut merentangkan tangan, menyambut kedatanganku, memeluk erat tubuh ini.Ya Allah. Begitu hangat dekapan Ummi. Membuat rinduku kepada Ibu sedikit tero
Baca selengkapnya