“Ini sudah selesai semua, Pak,” ucapnya lagi sambil menepuk-nepuk tangan yang berdebu.“Oke. Saya bawa ke mobil.” Berjalan menghampiri, mengangkat kardus besar berisi barang-barang Raihan serta Mayla kemudian meletakkannya di dalam mobil.“Ini, Pak.” Aku terkesiap ketika Andita sudah ada di belakang dan menyodorkan satu buah kardus lainnya.Biar badannya kecil, ternyata dia kuat juga ngangkat barang berat. Nggak sia-sia punya karyawati seperti dia. Sudah rajin, jujur, supel, kuat lagi.“Jangan diliatin terus. Belum halal!” celetuk Ibu membuat diri ini menjadi salah tingkah.Andita tersenyum manis, memamerkan cerukan di pipi yang membuat dia bertambah memesona.“Memangnya Bu Mayla nggak balik lagi ke sini, Pak?” tanya Andita seraya menggeser kardus.“Nggak, An,” jawabku.“Berarti Bapak ikut tinggal di Tegal juga dong?” tanyanya lagi, menatap penasaran wajah ini.Ah, tatapannya biasa-biasa saja, kok. Nggak ada tanda-tanda cinta di dalam sana. Dasar Ibu suka ngarang.“Nggak juga, An. Say
Read more