“Aku minta maaf, Mas. Demi Allah, aku sedang berusaha mencintai njenengan sepenuh hati. Tolong bimbing aku, njeh. Jangan sampai aku salah melangkah.” Membalas tatapan pria itu.“Pasti, Sayang. Insya Allah, dalam waktu dekat Mas akan membuat kamu jatuh cinta sama Mas, dan melupakan cinta Adek sama Mas Bram.” Dia mengusap pucuk kepalaku dengan penuh cinta. Senyuman tidak lepas dari bibirnya, membuat diri ini salah tingkah jika terus ditatap seperti itu.“Njenengan kok sudah pulang?”“Kangen sama Adek. Sekalian mau makan siang bareng. Adek masak ndak? Kalau ndak masak, biar Masmu belikan makanan di luar.”“Sudah masak, kok. Tapi ndak tau njenengan suka atau tidak. Soalnya Adek, eh, aku nggak tahu makanan kesukaan njenengan itu apa.”“Apa pun yang Adek masak, Mas pasti suka.” Ia merangkul pundakku, berjalan bersisian menuju dapur.Kami santap siang bersama, menikmati masakan sederhana yang aku olah, hanya sayur asem, ikan asin, tempe goreng dan sambal petai. Tetapi aku lihat Gus Azmi begi
Baca selengkapnya