“Telepon dari Ibu kok masih ndak diangkat-angkat sama Tabitha ya, Pak? Piye toh, Pak?” Lasmi mengeluh. Suaranya pelan, hampir tidak terdengar. Wajahnya kelihatan sedih. Dengan telapak tangannya wanita itu mengusap air mata yang mulai menitik lagi. Rismanto menghela nafas. Dia tidak mampu memberikan jawaban apa pun. Dilihatnya Lasmi, istrinya, langsung meletakkan kembali ponsel miliknya ke atas meja, lalu melangkah masuk ke kamar. Langkah wanita itu kelihatan lemas, seolah hampir tidak bertenaga. Tidak usah diikuti dan ditengok pun Rismanto sudah tahu apa yang akan dilakukan oleh Lasmi di dalam kamar. Isterinya itu pasti akan menangis lagi, menangisi putri mereka, persis seperti semalam. Atau seperti hari kemarin, dan kemarin, dan kemarinnya lagi. Sudah hampir satu bulan berlalu. Tetapi, kabar dari puteri sulungnya sampai hari ini masih belum ada. Satu kali pun Tabitha bahkan tidak pernah menjawab panggilan telepon dari bapak atau ibunya. Bisa jadi puteri sulungnya itu memang masih
Read more