Home / Romansa / Pelakor Itu Pembantuku / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Pelakor Itu Pembantuku: Chapter 71 - Chapter 80

150 Chapters

Bab 71. Para Wonder Women di Rumahku

Bab 71.  Para Wonder Woman di Rumahku “Anu, Bu, sebenarnya ada yang mau saya sampaikan ke Ibu, kalau Ibu ada waktu.” “Ada, ini, saya ada waktu. Air panasnya belum mendidih. Ngomonglah!” “Anu, mengenai rencana Ibu yang mau manggil kasir toko.” “Kenapa?” Wajah Bik Yerti terlihat tegang. Matanya berkali-kali melirik ke pintu tengah. Sepertinya dia sangat kesulitan untuk berkata-kata. Ada apa sebenarnya? “Anu, Bu. Mengenai kasir toko itu ….” “Iya, Bik. Saya menyuruh suami Bibik memanggil bekar kasir toko ini, memangnya kenapa?” “Anu, kalau bisa jangan, Bu!” “Jangan?” sergahku kaget. “Iya, Fitri, namanya Fitri.” “Terus, kenapa Bibik bila
last updateLast Updated : 2022-03-02
Read more

Bab 72. Pertengkaran dengan Ibu Harum

 Bab 72. Pertengkaran dengan Ibu Harum Pagi ini kuhidupkan kembali ponselku. Aku akan memulai aktivitas. Banyak panggilan tak terjawab. Chat  jumlahnya ratusan. Kubaca satu persatu. Pesan dari Harum yang mengabarkan operasi mama berjalan lancar, meskipun mama belum sadar. Mas Fajar mengirim pesan kalau dia sudah berangkat dengan penerbangan pertama. Mas Reno menyuruhku jangan lupa makan malam, istirahat dan tidur nyeyak. Kubalas pesannya dengan mengirim emot  ucapan terimakasih dan hati. Selanjutnya aku berangkat ke Medan. Aku menepati janji untuk datang ke rumah sakit. Tidak ada salahnya aku singgah sebentar, sebelum menjemput Mala. Sahabatku itu bersedia membantuku di toko. Ternyata mereka tidak berbohong. Mas Gilang betul betul masih kritis.  Sesekali mulutnya bergumam, seperti memanggil seseorang. Kutajamkan pendengaran, siapa yang dipanggilnya. Mel. Dia menyebut namaku. Harus
last updateLast Updated : 2022-03-02
Read more

Bab 73. Rahasia Besar Mala

Bab 73. Rahasia Besar Mala  “Kenapa? Kau mau balas sakit hati ibumu karena telah terantuk kepalanya hingga benjol itu? Mau duel? Ayo,  tapi di luar! Jangan di sini! Iya, kan, Suster?” kataku tersenyum ramah kepada perawat. “Bukan, Kak. Aku enggak mau bertengkar dengan Kakak.” “Terus? Kau mau apa?” “Anu, Kak. Mama udah sadar. Papa juga sudah bisa keluar dari rumah sakit. Mereka minta pelunasan pengobatan papa, dan tambahan biaya operari serta perawatan mama. Terus biaya rumah sakit Mas Gilang ini juga belum, kan, Kak?” ucapnya terbata-bata. “Terus …?” tanyaku tidak sabar. “Anu Kak.” “Kau mau aku yang bayari semua, begitu?” “Bukan, aku tahu Kakak enggak akan mau.” “Terus kau
last updateLast Updated : 2022-03-02
Read more

Bab 74. Siapa Tamu Itu

Bab 74. Siapa Tamu Itu “Aku akan menyelidiki jaringan yang telah menjeratnya. Pasti akan kudapat.” “Mas Reno sudah sembuh, Mas. Melur yang menyembuhkannya. Mereka memang diciptakan untuk bersatu. Aku harus membantu menyatukan mereka. Aku mau mereka berdua hidup bahagia. Terutama sahabatku Melur. Dia berhak bahagi.” “Ok, lantas apa hubungannya dengan tugasku? Kalau menangkap jaringan itu akan segera kulaksanaknan.” “Tugas ini  enggak ada hubungannya dengan profesimu, Mas.” “Lantas apa, dong! Masa aku di suruh pura-pura jadi pacar kamu, padahal aku mau kita pacaran beneran!” “Tadi malam Rani nelpon, katanya Melur mencurigaiku. Rahasiaku terbongkar. Padahal aku sudah membunuh rasa itu. Tapi aku takut Melur kepikiran. Mas Reno juga enggak pernah tahu akan perasaanku. Mungkin dia tahu, tapi dia
last updateLast Updated : 2022-03-02
Read more

Bab 75. Kedatangan Mantan Abang Ipar

Bab 75. Kedatangan Mantan Abang Ipar Seorang lelaki tinggi berjalan menuju rumah. Mobil yang mengantarnya telah pergi. Siapa dia? Sepertinya dia tadi naik taksi online. Perawakannya seperti kukenal. Dia semakin dekat. Ya, ampun itu kan Mas Fajar, kakak iparku. Ngapain dia ke sini? Bukankah dia seharusnya pergi ke rumah sakit? “Mas? Mas Fajar baru datang? Jam berapa landing tadi?” sapaku menyambutnya. Laki-laki itu tidak membalas sapaku. Langkahnya panjang-panjang masuk ke dalam rumah. Ibu yang mendengar ada tamu langsung datag menyambutnya. “Eh, Nak Fajar? Kapan datang?” sapa ibu mengulurkan tangan. “Tadi pagi, Bu. Ibu di sini juga?” katanya menatap sekeliling rumah sambil menghenyakkan tubuh di sofa. Aku dan ibu mengikutinya. “Iya, ibu juga tinggal di sini sekarang. Nemani Melur. Dia punya anak kecil, sekalian bisa n
last updateLast Updated : 2022-03-02
Read more

Bab 76. Pelakor dan Si Rambut Jagung Terusir

Bab 76. Pelakor dan Si Rambut Jagung Terusir  “Kau … kau bercanda, kan? Itu semua cuma hayalanmu, kan, Mel?” “Terserah Mas Fajar percaya atau tidak. Oke saya akan tuliskan nomor PIN nya. Saya kirim ke ponsel Mas Fajar,” ucapku mengutak-atik ponselku. Kubuka blokiran, lalu mengirim nomor PIN lewat pesa whatsapp. Mas Gilang masih terpaku, menatap aku dan ibu bergantian. “Ini tidak mungkkin, tidak mungkin! Gilang …!” teriaknya tiba-tiba menggebrak meja. Untunglah meja itu terbuat dari kaca tebal, kalau tidak mungkin sudah hancur berantakan. Ibu bangkit, lalu pergi dengan melengos. “Bu ….” Mas Fajar menghentikan langkah ibu. “Saya minta maaf, telah salah sangka. Saya percaya saja dengan aduan mereka karena kondisi mereka di rumah sakit tanpa ada Melur di sana. Yang saya dapati
last updateLast Updated : 2022-03-02
Read more

Bab 77. Hasutan Ibunda Sang Pelakor

Bab 77. Hasutan Ibunda Sang Pelakor “Eh … awas jatuh, Mak Uda! Pegangan …!” teriakku pura-pura menolong, tapi rambut jagungnya yang jadi sasaranku. “Lepaskan! Sakit rambutku, bagsat kau …!” teriaknya memegangi kepala. “Oh, maaf,aku cuma mencoba menahan tubuh Mak Uda biar enggak terjerembab jatuh. Oh, sudah bisa berdiri tegak, ya? Udah saya lepas, deh!” sahut menghentakkannya sekali lagi. Kuangkat tanganku ke udara, setumpuk rambut jagung tergenggam di sana. “Oh, maaf, rambut emas Mak Uda, lepasan, deh …,” tuturku dengan ekspresi menyesal. “Kurang ajar! Awas kau!” Perempuan itu hendak menyerang lagi. “Cukup! Hentikan!” Teriak Mas Fajar tiba-tiba. “Nak fajar lihat sendiri kelakuannya! Seperti itulah dia memperlakuak
last updateLast Updated : 2022-03-02
Read more

Bab 78. Gilang Ingin Kembali Kepada Melur

Bab 78. Gilang  Ingin Kembali Kepada Melur Sebenarnya aku ingin membalas ucapannya dengan kalimat-kalimat yang akan membuatnya bahagia. Aku ingin sekali  mengucapkan janji manis untuknya, agar dia sabar menunggu. Tapi, ada Mas Fajar yang tiada henti menatapku. Sepertinya dia curiga siapa yang meneleponku. Aku jadi salah tingkah, aku tidak bebas berkata-kata. Kalau misalnya aku masuk ke toilet, pasti semakin menambah kecurigaannya. Duh, bagaimana ini. Padahal aku juga sangat ingin berbincang-bincang dengan Mas Reno. “Melur …! Melur …! Mel …!” Astaga itu suara Mas Gilang, dia sudah bangun lalu berteriak-teriak memanggil namaku. Gawat, Mas Reno pasti dengar dari seberang sana. “Mel, itu siapa? Kok, kayak suara Gilang? Kamu di mana? Di rumah sakit?” tanyanya bertubi-tubi. “I … iya, Mas. Aku di rumah sakit.”
last updateLast Updated : 2022-03-02
Read more

Bab 79. Melur Dituduh Mencuri Mobil Gilang

Bab 79. Melur Dituduh Mencuri Mobil Gilang Kucari nomor Harum dan langsung kutelepon. “Kak, aku mau bertemu Mas Gilang,” rengeknya begitu telepon tersambung. “Rum! Kau bilang apa sama Mas Fajar?” teriakku tak menghiraukan rengekannya. “Enggak ada, lho, Kak. Memangnya apa lagi? Aku mau ketemu Mas Gilang, ya, Kak? Aku ke situ, ya?” “Di mana mobil Mas Gilang?” tanyaku dengan intonasi penuh ancaman. “Eng, mobil? Mobil Mas Gilang, anu, engh,” Harum terbata-bata. “Heh, perempuan sombong! Kau bilang apa sama anakku? Kau nanya di mana mobil Gilang? Kau pikir kami yang menyimpannya? Kami eggak tahu! Jangan pernah nanya-nanya masalah mobil sama kami!” Itu suara si rambut jagung, dia merebut ponsel dari tangan anaknya pasti. “Janga
last updateLast Updated : 2022-03-02
Read more

Bab 80. Keluarga Pelakor Punya Mobil Baru

Bab 80. Keluarga Pelakor Punya Mobil Baru Sebuah mobil berhenti persis di sampingku. Awalnya aku tidak memperhatikannya. Aku hanya melihat sekilas seorang wanita turun, lalu menyerahkan sejumlah uang kepada sang supir. Sepertinya itu adalah taksi online. Mobil itu pun melaju, wanita itu melangkah menuju pintu utama rumah sakit. Aku seperti mengenal postur tubuh dan gaya berjalannya. Menyesal tadi aku tidak memperhatikan wajahnya. Itu seperti Kak Bulan. Buru-buru aku turun dari mobil lalu berlari kecil untuk mengejarnya. “Kak! Kak Bulan!” panggilku dari jauh. Perempuan itu menghentikan langkahnya lalu menoleh ke belakang. “Tunggu, Kak!” kataku sekali lagi. “Melur?” teriaknya merentangkan kedua tangan. “Kakak sendirian?” tanyaku menghambur ke pelukannya. “Iya, Mas Ja
last updateLast Updated : 2022-03-02
Read more
PREV
1
...
678910
...
15
DMCA.com Protection Status