Semua Bab Dinikahi Mas Pandu : Bab 1 - Bab 10

82 Bab

Kota baru, pengantin baru

"Mas! Ini serius boleh di tanamin bunga sama aku?" teriak Zita sambil memegang skop kecil dan bibit bunga di tangannya."Hm," jawab Pandu sembari bermain game di ruang tengah rumah mereka di kota Dumai."Bibit bunganya hidup nggak di tanam di sini?! Nanti mati belum keluar pucuknya?" Masih berdiri di pintu ruang tamu, Zita menatap suaminya yang mengangguk."Mas!" Panggil Zita lebih kencang. Pandu menoleh."Tanam aja, kalau mati, tanam lagi yang baru." Sahutnya santai dengan nada suara beratnya."Aku tanam bunga bangke sekalian aja kalau gitu." Ambek Zita."Ide bagus, Zit! Kamu bisa masuk TV karena rumah kita
Baca selengkapnya

Cowok emang gitu

Pandu membuka tas ransel besar yang ia bawa dari asramanya di tengah laut. Lusa jadwal ia kembali berangkat, Zita sedang merapikan pakaian ke lemari setelah ia setrika rapi. Ekor mata Pandu menatap gerakan Zita yang mondar mandir memasukan pakaian miliknya.Ia mengulum senyum, karena perempuan dua puluh empat  tahun itu justru seperti anak remaja, tubuhnya memang tak sesuai sama usianya. Malah tampak seperti om-om bersama cabe-cabeannya."Ehem." Pandu berdeham, ia berharap Zita menoleh dan peka dengan kodenya itu. Tapi sayang, Zita cuek."Ehem!" Lagi, Pandu berdeham. Kini sambil duduk di tepi ranjang dengan satu kaki turun ke lantai dan satu kaki lagi ia tekuk ke atas kasur."Zit."
Baca selengkapnya

Slip gaji

Dengan santai, Pandu menghempaskan tubuh tinggi besarnya ke atas ranjang, memeluk guling sesuka hati padahal Zita baru saja merapikannya. Pelototan mata istrinya tak membuat Pandu takut, ia justru tersenyum menatap istrinya yang berkacak pinggang dengan memegang sapu lidi di tangan kanannya."Jalan yuk, muter-muter kota," ajak Pandu."Mau ke mana? Belanja bulanan kan udah lengkap," dengan kesal Zita menjawab ajakan Pandu."Cari bakso ikan, katanya ada yang enak, aku belum pernah cobain. Kamu juga, kan?"Benar juga. Zita yang notabennya tinggalndi Yogyakarta, tak tau bakso ikan, sekarang ia di daerah orang, di Dumai, Riau, yang katanya, makan laut terhampar banyakkk dan enak-enak, salah satunya bakso ikan itu.
Baca selengkapnya

Dua minggu lagi

"Tidur, kalau kamu maraton terus nonton Chicago fire, bisa-bisa otak kamu yang ke bakar mikirin jalan cerita itu series." Gumam Pandu yang sudah merebahkan diri sembari memeluk guling. Sedangkan Zita, masih fokus nonton dengan bersandar pada kepala ranjang yang ia ganjal dengan dua bantal miliknya."Lagi seru. Kamu tidur aja, Mas." Sahut Zita santai. Pandu berdecak seraya memejamkan mata. Tangan kirinya merayap ke pinggang istrinya itu."Perboden, ey. Tangan-tangan." Tegur Zita. Pandu justru melempar guling lalu merapatkan diri ke pinggang Zita, menenggelamkan wajahnya ke sana."Mas Pandu! Ih, geli!" protesnya. Pandu masa bodoh. Ia mengeratkan pelukannya lalu memejamkan mata. Zita yang susah payah menghindar, kalah juga, karena tak lama justru suara den
Baca selengkapnya

Mati gaya

Memasuki hari ke tujuh, di mana pada akhirnya, seorang Zita mulai jenuh tak tau mau berbuat apa lagi. Setiap malam, Pandu rutin video call ke istrinya itu, jangan bayangkan hal romantis, yang ada malah kesel-keselnya. Seperti malam itu, malam ke tujuh mereka LDR laut dan darat.Zita sedang menggunakan masker wajah hasil rumpian dengan Maya - tetangga sebelah - yang katanya, masker gold itu bagus untuk wajah. Oke, Zita beli seharga sembilan puluh ribu.Pandu menatap layar laptopnya yang ia taruh di meja yang ada di kamar berukuran kecil di tengan laut itu."Efeknya apa masker itu? Bisa glowing in the dark?" Goda Pandu sembari cekikikan. Ia hanya memakai kaos singlet pres body yang menunjukan otot-otot tubuhnya.
Baca selengkapnya

Lose contact

Zita sibuk menghitung total goodybag untuk dibagikan ke acara santunan anak yatim piatu, tak tanggung-tanggung, lima ratus bingkisan disiapkan para perkumpulan ibu-ibu itu. Dety juga sudah mengantarkan makanan untuk Zita, mereka juga berangkat bersama menuju Aula utama.Jika para wanita berkumpul, maka tak hanya tangan yang bergerak, tapi juga mulut, betul? Jadilah ajang rumpi masal. Selain memang mereka mau membahas acara sunatan masal yang menjadi agenda selanjutnya. Sepertinya para ibu ini begitu aktif dan selalu mau berkegiatan. Jiwa darmawanitanya luar biasa."Ta, Zita," panggil Dety. Zita menoleh, menghentikan gerakan tangannya mencatat di buku yang sudah disiapkan panitia untuknya."Apa, Mbak?" Zita beranjak."Ini, ada yang ant
Baca selengkapnya

Kapan pulang?

Zita sibuk merapikan tanaman di halaman depan rumah. Dering ponselnya berbunyi. Ia beranjak dari jongkoknya, berjalan ke dalam rumah. Nama Pandu tertera di layar ponselnya. Kedua sudut bibirnya tertarik sedikit ke atas."Hm." Sapa Zita sebelum Pandu menyapa."Lagi ngapain?" Sapa si suami.Akhirnya Zita mendengar suara itu lagi setelah tiga puluh jam tak ada kabar."Ngerapihin tanaman di depan. Badai udah selesai?" tanya sembari duduk di sofa ruang TV plus ruang tamu. Semua jadi satu pokoknya. Maklum, rumahnya kecil, Pandu bukan CEO kan, kuli kilang minyak doang hohohoho."Emang kenapa tanamannya? Rusak? Ada badai juga di sana?"
Baca selengkapnya

home sweet home

Janji tinggalah janji. Zita sejak pagi sudah merapikan rumah, juga membeli masakan matang di restoran seafood untuk menyambut kepulangan Pandu. Ia merapikan meja makan. Setengah jam lalu, suaminya mengbari jika dirinya sudah sampai di kantor pusat, melalukan lapor diri sebelum di antar supir ke rumah.Suara deru mobil terdengar, Zita berjalan ke teras, melihat suaminya yang tampak lelah, mencoba tersenyum sembari berjalan ke arahnya. Zita mendadak grogi, membalas senyumannya dengan kedua sudut bibir berkedut - salah tingkah."Assalamualaikum," sapa Pandu."Waalaikumsalam, Mas Pandu," balasnya diakhiri cengiran. Pandu berdiri di hadapan Zita, meletakan tas ransel besar di samping, tanganya terulur, mengusap kepala istrinya lalu berjalan masuk.
Baca selengkapnya

Pandu, ya?

Hari yang dinanti Zita, jalan-jalan ke mal. Ia sudah siap sejak jam satu siang, setelah sholat dzuhur, ia segera berganti pakaian. Pandu juga sudah siap, ia tak mau ingkar janji lagi. Ia paham Zita butuh jalan-jalan."Nggak nonton film korea, ya, awas aja kamu. Aku tinggal pulang." Ancam Pandu sembari menyugar rambut dengan jemarinya."Iya... ish, udah kesekian kali kamu ingetin aku, Mas. Kita nonton film horor aja." Celetuk Zita masih mematut diri di depan cermin meja rias."Udah cantik, Sayang," bisik Pandu di telinga lalu mengecup pipi Zita. Istrinya itu melirik, tersenyum lalu berubah kesal."Modusnya bisa banget sih, Mas. Muji tapi ujung-ujungnya cium." Dumalnya."Biarin. Udah sah ini, kenapa? Mau protes? Dosa, Zit...," sindir Pandu. Ia meraih kunci mobil, berjalan ke garasi, ia sudah menyalakan mesin mobil saat Zita menyalakan lampu teras juga mengunci pintu.Mobil fortuner hitam itu akhirnya keluar dari garasi, Zita belum bisa mengemudikan mobil, suatu saat memang Pandu berjanji
Baca selengkapnya

Cerewet apa cemburu (Part 1)

Zita menatap penampilan suaminya yang tak biasa. Pandu harus berada di kantor pukul sembilan pagi, setelah sholat subuh, ia memang tak tidur seperti biasanya, ia membaca materi dari salah satu buku itu sambil sarapan."Mas Pandu.""Apa cinta...," jawab Pandu sembari mengedipkan sebelah matanya menatap Zita dari cermin di hadapannya.Zita memutar bola matanya malas, ia bersedekap di ambang pintu kamar. "Pulang jam berapa nanti?"Pandu berbalik badan. "Belum juga jalan, udah ditanyain pulang jam berapa, kenapa? Kangen? Nggak mau ditinggal, kenapa?" tanya Pandu. Ia berjalan mendekat ke Zita, menghimpit tubuh istrinya dengan kedua tangan menekan pintu, membuat Zita menahan napas karena wajah keduanya begitu dekat.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
9
DMCA.com Protection Status