Home / Pernikahan / Dinikahi Mas Pandu / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Dinikahi Mas Pandu : Chapter 41 - Chapter 50

82 Chapters

Enak, toh...

Zita membuka pintu kamar, tampak Pandu melirik dengan tatapan judes, sebelum kembali membaca buku koleksi Zita."Mas Pandu, kenapa sih, diem aja dari semalem." Bisa banget Zita basa basinya. Padahal ia juga sudah tau suaminya cemburu."Cemburu, ya, marah ya, Mas, atau... Mas Pandu nggak suka kalau aku sama Dito—"Pandu menutup buku dengan kasar lalu menatap lekat istrinya yang duduk mendekat ke arahnya."Mas Pandu nggak mau usap-usap anaknya? Dari semalem nungguin, lho." Goda terus Zita, tau sendiri suamimu mana tahan di goda begitu. Pandu menatap ke tangan Zita yang menempel ke perut, lalu membuat gerakan memutar mengusap perutnya sendiri."Wah, nak, Bapakmu masih ngambek, eh.
Read more

Pamer

Pandu terus tersenyum, sementara Zita berkedip-kedip masih tak percaya dengan apa yang ia pegang di tangannya saat ini. Buku nikah ia dan Pandu sudah ia miliki kini.Suara Bagus terdengar berteriak saat ia sedang membantu Zita membawa dua koper ke dalam kamar hotel itu. Akhirnya, setelah menempuh perjalanan panjang berliku dengan dua ujian wanita yang akhirnya menyerah mundur karena Zita menyerang dengan jurus maut pengintaian, kini keduanya bisa tersenyum lega.Zita, Pandu, ujian kalian itu tidak berakhir, akan ada ujian-ujian lainnya di kehidupan pernikahan, tidak melulu pebinor atau pelakor. Siapkan, kalian menghadapi?"Ta, ini koper taroh di sini aja, kan? Aku langsung pulang ya," ucap Bagus saat ia tampak kesusahan menjadi kurir angkut dadakan karena Pandu dan Zita fokus dengan bu
Read more

Kejutan untuk mertua (1)

Zita memang menantu idaman, buktinya, saat mereka hampir sampai di kota Solo, ia meminta Pandu mampir ke swalayan guna membeli keperluan rumah untuk ibu mertuanya. Dari sabun sampai sembako lainnya, Zita beli. Pandu juga tak protes, ia menyerahkan hal itu ke istrinya."Bumil nggak mau jajan?" bisik Pandu sembari memeluk leher Zita dari belakang saat istrinya itu sedang memasukan gula pasir dan teh celup ke dalam keranjang belanjaan."Enggak, kamu mau jajan?" tanya Zita balik."Nanti aja, aku mau makan di warung makan temenku, kamu mau ikut?" ajak Pandu sembari kembali mendorong keranjang belanjaan."Nggak, aku mau di rumah aja sama Ibu, kamu have fun aja sama temen-temenmu di sini." Kini Zita menggamit lengan suamin
Read more

Kejutan untuk mertua (2)

Pandu segera menghempaskan tubuh di sofa, menyalakan TV dan menikmati gorengan yang tersaji secara mendadak, lagi-lagi, Ageng lah yang disuruh ibu membeli di rumah tetangga yang memang menjual aneka gorengan."Bu, jangan repot-repot sediain ini itu, Zita sama Mas Pandu juga nginep semalem di sini, Ibu jangan capek-capek," ujar Zita sembari menyusul ibu mertuanya di dapur."Nggak repot Zita, bukan Ibu yang kerjain kan, ada orang lain, Mbok Darni, sini Ibu kenalin." Tangan Zita digandeng ibu mertuanya menuju ke belakang rumah, tampak Mbok Darni sedang memetik daun singkong."Mbok, sini, kenalin, istrinya Pandu, Zita namanya," ucap ibu. Zita meraih tangan wanita yang lebih nyaman dipanggil Mbah, wanita itu, sudah ikut bekerja dengan keluarga Pandu sejak ibu mertua Zita baru menikah, dan M
Read more

Kasihan

Zita dan Pandu berjalan masuk ke pekarangan rumah mewah di kota itu, tak lupa, Zita membawa buah tangan supaya tampak perhatian ke keluarga Intan."Jangan aneh-aneh, inget," ucap Pandu. Zita hanya tersenyum sembari mengangguk.Pandu mengetuk pintu, saat pintu terbuka tampak kakak sepupunya yang membukakan pintu."Hai, Ndu! Kapan sampai!" Sambutnya penuh semangat."Zita," ucap istri Pandu sembari menjabat tangan."Raditya," jawabnya. Zita mengangguk. Ia dan Pandu masuk ke dalam rumah itu. Lampu kristas bergantung indah di tengah ruangan, tampak orang tua Intan berjalan menghampiri pasangan itu."Selamat datang, apa kabar, Zita," suar
Read more

Pindah sementara

Dumai."Ini yang di bawa mau yang mana aja, Mas Pandu?" Zita duduk di karpet, mendongak menatap suaminya yang sibuk menelpon seseorang."Sebentar," jawab Pandu pelan sembari berjalan ke teras. Zita hanya bisa menghela napas, ia melipat seragam suaminya lalu dimasukan ke dalam koper. Mereka membawa tiga koper, dua ukuran jumbo, satu ukuran kecil untuk beberapa kebutuhan buku literatur yang akan digunakan Pandu nanti."Bawa seperlunya aja, Zita." Suara Pandu terdengar tenang, berdiri di depan pintu kamar menatap istrinya yang sibuk merapikan pakaian-pakaian.Zita mengangguk. "Siapa yang telpon?" tanyanya masih dengan tangan melipat pakaian dan memasukkannya ke koper."
Read more

Periksa kandungan

Zita mengeringkan rambut panjangnya dengan hairdryer sambil berdecak kesal melihat ke sekitaran dadanya, ada bercak ulah suaminya semalam.Pandu yang sedang merapikan celana bahan untuk dikenakan menuju ke kantor pusat, hanya melirik sepintah ke cermin, lalu tersenyum geli."Apa senyum-senyum. Kamu kebangetan banget Mas Pandu. Udah dibilang jangan dibikin tanda, malah nerus." Protes Zita."Ya gimana... nanggung," jawab Pandu seolah ia tak bersalah."Akunya aneh lihat titik-titik gini, Mas Panduuu..., kamu mau menang sendiri." Semakin manyun bibir Zita."Ya udah... nggak pa-pa Zita tayang, lagian emang kamu mau umbar dada kamu, kan enggak, hanya milikku seorang," ujar Pandu sembari me
Read more

Orang rumahan

Sejak mereka tiba di ruman dan kota yang baru itu, Zita jarang keluar rumah jika tidak bersama Pandu, ada alasannya, pertama, tetangga kurang bersahabat, kedua, Zita mager alias malas gerak. Kegiatannya tak jauh dari makan, dan muntah, bahkan Pandu merasa bersalah melihat kondisi istrinya itu yang mengandung anak kembar tiga."Aku lagi makan jambu kristal pakai bumbu rujak, kamu udah makan?" tanya Zita balik saat suaminya mengbubungi ia di jam makan siang."Belum, baru selesai kelas, habis ini meeting bahas kerusakan di jalur pipa Utara. Hah..." terdengar helaan napas Pandu."Kenapa, Mas?" Zita menggigit buah itu lagi."Laut sama darat beda banget atmosfirnya buat aku, cocok di laut." Lanjut P
Read more

Omelan Pandu

"Gue udah bilang gue nggak mau diperpanjang di sini! Masalah kebocoran minyak mentah udah selesai, kan? Kenapa gue masih harus di sini sampai dua bulan?! Jangan gila lo! Mentang-mentang selama ini gue iyain semua permintaan lo, termasuk di pusat, jangan seenaknya. Sekarang gue udah punya bini, bini gue juga lagi hamil. Gue nggak mau anak istri gue repot ikut pindah sana-sini. Gue berhak nolak." Nada bicara Pandu sunggung berapi-api, membuat Zita yang kembali memanaskan makanan hanya bisa diam. Pandu meletakkan ponselnya kasar ke atas sofa.Pandu berjalan ke arah istrinya, menatap serius lalu kemudian duduk di kursi meja makan lainnya."Mereka masa minta aku dua bulan di sini?! Aneh-aneh aja mereka. Dan, mereka ada wacana untuk kasih aku beasiswa kuliah lagi tapi ambil manajemen. Apa coba maksudnya?!"
Read more

Nggak mau pisah

"Maaf, Zita..." jemari tangan Pandu mengusap air mata istrinya itu. Dengan lirikan tajam, Zita menepis perlahan tangan suaminya."Ngertiin, kek, aku hamil butuh kamu, jangan bisanya kamu ambil keputusan sendiri. Harus libatin aku, dong," tutur Zita kemudian beranjak untuk mengambil tisu di atas meja rias."Nggak bisa kamu kalau main ambil keputusan, Mas Pandu, kita suami istri, kan. Apa-apa ya dibicarin dong. Jangan kesel... bisa kan?" toleh Zita sembari melempar tisu ke tempat sampah kecil sebelah meja rias."Aku nggak mau kamu ikut mikirin hal itu, Zita, aku nggak bermaksud untuk ambil keputusan sepihak," sanggahnya mencoba menjelaskan."Mas Pandu, masalahmu itu di kantor, kan? Karena merasa, baru
Read more
PREV
1
...
34567
...
9
DMCA.com Protection Status