Share

Mati gaya

Penulis: Rianievy
last update Terakhir Diperbarui: 2022-01-12 09:32:53

Memasuki hari ke tujuh, di mana pada akhirnya, seorang Zita mulai jenuh tak tau mau berbuat apa lagi. Setiap malam, Pandu rutin video call ke istrinya itu, jangan bayangkan hal romantis, yang ada malah kesel-keselnya. Seperti malam itu, malam ke tujuh mereka LDR laut dan darat.

Zita sedang menggunakan masker wajah hasil rumpian dengan Maya - tetangga sebelah - yang katanya, masker gold itu bagus untuk wajah. Oke, Zita beli seharga sembilan puluh ribu.

Pandu menatap layar laptopnya yang ia taruh di meja yang ada di kamar berukuran kecil di tengan laut itu.

"Efeknya apa masker itu? Bisa glowing in the dark?" Goda Pandu sembari cekikikan. Ia hanya memakai kaos singlet pres body yang menunjukan otot-otot tubuhnya.

"Iyi kili. Kiti Kik Miyi bisi mincirihkin wijih." Susah ngomong Zita karena masker itu menempel di wajahnya.

"Buat siapa emangnya kamu glowing-glowing gitu? Buat suaminya ya? Biar pas suaminya pulang, matanya silau karena wajah istrinya bersinar terang ngalahin lampu sorot kapal." Kembali Pandu cekikikan, membuat Zita melepaskan masker gold itu. Menatap tajam Pandu yang makin geli tertawanya karena Zita BT.

"Buat siapa, Kek, kalau suaminya nggak seneng, yasudah..., siapa tau ada laki-laki lain yang ngelirik, kan?" Ledeknya. Pandu auto kicep. Ia diam sambil terus menatap Zita.

"Jangan aneh-aneh, Zit, mau cowok itu aku seret ke sini, aku lembar ke laut untuk umpan Hiu?!"

"Dih, sewot. Aku kan cuma mengungkapkan apa yang aku pikirin, kamu kan yang mulai duluan."

"Jadi, perawat muka itu, kamu lakuin untuk aku? Hm?" Pandu melembut nada bicaranya, ia memeluk guling sembari tersenyum.

"Nggak juga sih, nyenengin diri sendiri aja, selama di Yogya, aku kan nggak tau kaya gini-ginian, baru di sini aja, ngobrol sama Kak Maya dan gabung ke grup Ibu-ibu komplek, jadi belajar hal baru." Sahut Zita sembari tersenyum manis tapi tatapan ke arah lain.

Pandu diam, ia tersenyum, memuji kecantikan, kepolosan, dan kejudesan Zita yang membuatnya semakin menyayangi istrinya itu. Ia merasakan menahan rindu terhadap seseorang yang menunggunya pulang ke rumah, merasakan getaran menggelitik di hatinya saat Zita bawel menceritakan kegiatan sehariannya yang kini mulai merasa jenuh. 

Pandu menyimak dengan baik, ia memperhatikan bagaimana cara Zita bercerita, dan cara Zita menatapnya. Wajah Indo Turki Zita benar-benar membuat Pandu gemas.

"Aku kerja boleh, Mas?" Pertanyaan Zita membuat Pandu tersadar.

"Nggak. Ngapain kerja. Suami kamu kaya, Zit." Tegur Pandu.

"Ck, aku mulai bosen di rumah, Mas, kerja di mini market, deh, boleh ya?" bujuknya. Pandu menggelengkan kepala.

"Kamu ada ide emangnya biar aku nggak BT?" tanya Zita yang kini duduk di atas ranjang, bersandar sembari memangku laptop beralasakan bantal. Sebelumnya ia duduk di meja rias kamarnya.

"Nggak ada ide. Di rumah kan lengkap, ada internet, makanan banyak, tetangga baik, kamu bisa ngobrol dan ikut kegiatan kan?"

"Bukan gitu, Mas Pandu, aku tuh pecicilan orangnya, pingin lakuin yang lebih lagi." Kedua mata Zita menatap sendu ke Pandu. Kembali, suaminya menggelengkan kepala.

Zita lulusan kampus jurusan bahasa Inggris, ia bisa saja mengajar, tapi usul itu pun ditolak Pandu. Ia tak mau istrinya bekerja, intinya itu. Dengkusan Zita membuat Pandu tak enak hati, tapi ia memang tak suka Zita bekerja.

"Pintu udah dikunciin, Zit?" tanya Pandu.

"Udah." Jawabnya ketus dengan bibir manyun.

"Zita," panggil Pandu lembut. Kedua mata Zita menatap ke layar laptop, wajah suaminya tampak begitu jelas.

"Aku emang kurang suka kalau kamu kerja, aku tau kamu bosen di rumah karena nggak ada kegiatan apa-apa. Sebenarnya bisa aja kalau kamu mau aktif bareng Ibu-ibu lainnya, mereka suka bikin kegiatan sosial, kok, coba tanya Maya atau Mbak Dety, cukup rajin kok, Zit, tanpa kamu rutin kerja, kamu pasti sibuk berkegiatan sama mereka."

Kedua bahu Zita merosot, ia menghela napasnya juga. "Yaudah, aku besok coba main ke rumah Mbak Dety pas lewat beli sayur.  Udah jam satu malam, Mas, tidur kamu, shift kamu siang terus?" Zita juga mulai mengantuk.

"Iya, bulan ini siang terus. Nanti kalau aku pulang, aku nggak di rumah terus juga, diminta dampingin anak training, di kantor, sesekali aja."

"Iya. Terus, kapan kita ke Yogya?" tanya Zita dengan kedua mata sudah begitu mengantuk.

"Bulan depan, pas jadwal aku libur ya, kalau bulan ini aku sibuk banget, aku juga belum ke Pak RT kan, buat minta surat numpang nikah. Orang kantor nggak bisa urus, harus aku sendiri."

"Yaudah, aku ngantuk, Mas. Kamu juga tidur, ya." Zita merebahkan tubuhnya, Pandu mengangguk.

"Yaudah matiin," rengek Zita dengan kelopak mata mulai terpejam.

"Iya nanti, bobo kamu, aku temenin," ujar Pandu yang terus menatap wajah istirnya yang mengangguk sembari mulai terpejam. Tak berselang lama, Zita terlelap. Pandu mengusap layar laptop miliknya. Ia tersenyum. "Sleep tight, Zita cantik, sayangku." Lirih Pandu diakhiri senyuman. Ia juga terpejam, keduanya sama-sama tak mematikan layar laptop, membiarkan menyala, seolah keduanya sedang tidur bersama seperti saat di rumah.

***

Pagi-pagi Zita main berkeliling untuk mencari tukang sayur langganan yang tak tampak batang hidungnya. Ia malas ke pasar, selain jauh harus keluar komplek, ia kikuk kalau sendirian, apalagi harga belanjaan di kota itu jauh berbeda dengan di Yogya. Zita juga memasak paling tumisan sama sayur bening, lainnya mendingan beli jadi.

"Zita!" suara Dety terdengar, kebetulan sekali bertemu di jalan. Zita mengerem mendadak, meminggirkan motor lalu melihay Dety turun dari mobilnya.

Kini keduanya duduk di trotoar pinggir jalan, cuek dan santai. "Kamu bisa kan ikutan kita bungkus-bungkusin untuk bingkisan anak-anak yatim piatu, bulan ini ada santunan, acaranya di Aula komplek. Bu Rima lagi pergi belanja keperluan lainnya."

"Boleh, Mbak, kapan?"

"Siang atau sore, nanti aku telpon kamu. Eh iya, satu lagi, kamu kalau dimasukin jadi bagian inti pengurus mau nggak? Bagian pendataan anggota sama bikin notulen hasil kita kumpul-kumpul, kamu kan yang termuda nih, boleh kan, kita kerjain kamu biar sibuk?" Dety tertawa geli. Zita seperti mendapat angin sejuk, ia mengangguk cepat.

"Sini, Mbak, aku bantuin. Disuruh jadi seksi repot juga mau, BT juga di rumah terus." Sahut Zita. Dety cekikikan sembari menganggukan kepala.

"Nih, sarapan, aku beli pisang kipas tadi, di deket sekolah anak-anak, nggak pa-pa ya kita demprok di sini," kekeh Dety sembari menikmati pisang goreng.

"Ya nggak pa-pa, Mbak, sama aku tuh, santai aja. Mbak Dety asli mana?" tanya Zita yang juga mulai menikmati pisang goreng kipas itu.

"Aku Jakarta, suami asli Semarang. Kamu Yogya, ya? Kalau Pandu, Solo?" tanya Dety, Zita menganggukkan kepala. Keduanya sarapan sambil mengobrol, komplek karyawan itu memang cukup besar, dan sepi, jadi duduk santai di pinggir jalan begitu, tak masalah, paling kalau Rima lewat, baru diledekin yang justru membuat suasana semakin santai dan akbrab.

"Pandu hebat, sekalinya pulang kampung, balik ke sini bawa istri. Laki-laki begini yang patut diacungi jempol. Semua orang juga kenal Pandu itu karyawan yang ulet, tekun, agak galak kalau kata suamiku, baiknya juga kebangetan, suka enggak enakan sama orang." Dety seolah tau tentang Pandu.

"Suamiku ke terkenal itu, Mbak?" Zita tertawa kecil.

"Pandu udah lama kerja di sini, nggak mau dipindahin ke mana-mana karena dia betah ada di kota ini, nggak terlalu ramai. Kita nggak tau Pandu pernah pacaran, kerjaannya ya kerja beneran, jarang pulang ke Solo juga. Ke sini juga jarang, palingan cuma tengokin rumah yang disewain, rumah yang sekarang kalian tempatin itu."

"Mas Pandu nggak pernah pacaran, Mbak?" Zita memastikan lagi. Dety mengangguk.

"Suamiku yang cerita, kita-kita juga tau pas lagi berpapasan sama suami kamu aja. Eh iya, kamu masak nggak, kalau nggak nanti aku bawain pas kita ke Aula utama komplek."

"Iya, Mbak, boleh kalau nggak repotin," jawab Zita di iringi kekehan.

"Nggak lah, yaudah, aku pulang, kamu mau belanja sayur? Nggak usah lah, aku bagi pokoknya masakanku."

Zita mengangguk, keduanya beranjak, masing-masing menuju ke kendaraan mereka untuk pulang ke rumah masing-masing, Zita tersenyum.

Apa ini yang dimaksud Mas Pandu, istri emang harus nurut suami kayaknya. Ucapnya dalam hati sembari mengulum senyum, akhirnya ia tak bosan lagi karena ada kegiatan walau bersama ibu-ibu komplek.

Bab terkait

  • Dinikahi Mas Pandu    Lose contact

    Zita sibuk menghitung total goodybag untuk dibagikan ke acara santunan anak yatim piatu, tak tanggung-tanggung, lima ratus bingkisan disiapkan para perkumpulan ibu-ibu itu. Dety juga sudah mengantarkan makanan untuk Zita, mereka juga berangkat bersama menuju Aula utama.Jika para wanita berkumpul, maka tak hanya tangan yang bergerak, tapi juga mulut, betul? Jadilah ajang rumpi masal. Selain memang mereka mau membahas acara sunatan masal yang menjadi agenda selanjutnya. Sepertinya para ibu ini begitu aktif dan selalu mau berkegiatan. Jiwa darmawanitanya luar biasa."Ta, Zita," panggil Dety. Zita menoleh, menghentikan gerakan tangannya mencatat di buku yang sudah disiapkan panitia untuknya."Apa, Mbak?" Zita beranjak."Ini, ada yang ant

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-12
  • Dinikahi Mas Pandu    Kapan pulang?

    Zita sibuk merapikan tanaman di halaman depan rumah. Dering ponselnya berbunyi. Ia beranjak dari jongkoknya, berjalan ke dalam rumah. Nama Pandu tertera di layar ponselnya. Kedua sudut bibirnya tertarik sedikit ke atas."Hm." Sapa Zita sebelum Pandu menyapa."Lagi ngapain?" Sapa si suami.Akhirnya Zita mendengar suara itu lagi setelah tiga puluh jam tak ada kabar."Ngerapihin tanaman di depan. Badai udah selesai?" tanya sembari duduk di sofa ruang TV plus ruang tamu. Semua jadi satu pokoknya. Maklum, rumahnya kecil, Pandu bukan CEO kan, kuli kilang minyak doang hohohoho."Emang kenapa tanamannya? Rusak? Ada badai juga di sana?"

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-27
  • Dinikahi Mas Pandu    home sweet home

    Janji tinggalah janji. Zita sejak pagi sudah merapikan rumah, juga membeli masakan matang di restoran seafood untuk menyambut kepulangan Pandu. Ia merapikan meja makan. Setengah jam lalu, suaminya mengbari jika dirinya sudah sampai di kantor pusat, melalukan lapor diri sebelum di antar supir ke rumah.Suara deru mobil terdengar, Zita berjalan ke teras, melihat suaminya yang tampak lelah, mencoba tersenyum sembari berjalan ke arahnya. Zita mendadak grogi, membalas senyumannya dengan kedua sudut bibir berkedut - salah tingkah."Assalamualaikum," sapa Pandu."Waalaikumsalam, Mas Pandu," balasnya diakhiri cengiran. Pandu berdiri di hadapan Zita, meletakan tas ransel besar di samping, tanganya terulur, mengusap kepala istrinya lalu berjalan masuk.

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-27
  • Dinikahi Mas Pandu    Pandu, ya?

    Hari yang dinanti Zita, jalan-jalan ke mal. Ia sudah siap sejak jam satu siang, setelah sholat dzuhur, ia segera berganti pakaian. Pandu juga sudah siap, ia tak mau ingkar janji lagi. Ia paham Zita butuh jalan-jalan."Nggak nonton film korea, ya, awas aja kamu. Aku tinggal pulang." Ancam Pandu sembari menyugar rambut dengan jemarinya."Iya... ish, udah kesekian kali kamu ingetin aku, Mas. Kita nonton film horor aja." Celetuk Zita masih mematut diri di depan cermin meja rias."Udah cantik, Sayang," bisik Pandu di telinga lalu mengecup pipi Zita. Istrinya itu melirik, tersenyum lalu berubah kesal."Modusnya bisa banget sih, Mas. Muji tapi ujung-ujungnya cium." Dumalnya."Biarin. Udah sah ini, kenapa? Mau protes? Dosa, Zit...," sindir Pandu. Ia meraih kunci mobil, berjalan ke garasi, ia sudah menyalakan mesin mobil saat Zita menyalakan lampu teras juga mengunci pintu.Mobil fortuner hitam itu akhirnya keluar dari garasi, Zita belum bisa mengemudikan mobil, suatu saat memang Pandu berjanji

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-28
  • Dinikahi Mas Pandu    Cerewet apa cemburu (Part 1)

    Zita menatap penampilan suaminya yang tak biasa. Pandu harus berada di kantor pukul sembilan pagi, setelah sholat subuh, ia memang tak tidur seperti biasanya, ia membaca materi dari salah satu buku itu sambil sarapan."Mas Pandu.""Apa cinta...," jawab Pandu sembari mengedipkan sebelah matanya menatap Zita dari cermin di hadapannya.Zita memutar bola matanya malas, ia bersedekap di ambang pintu kamar. "Pulang jam berapa nanti?"Pandu berbalik badan. "Belum juga jalan, udah ditanyain pulang jam berapa, kenapa? Kangen? Nggak mau ditinggal, kenapa?" tanya Pandu. Ia berjalan mendekat ke Zita, menghimpit tubuh istrinya dengan kedua tangan menekan pintu, membuat Zita menahan napas karena wajah keduanya begitu dekat.

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-28
  • Dinikahi Mas Pandu    Cerewet apa cemburu (Part 2)

    Di kantor.Bianca menjelaskan tentang konsep pengaturan karyawan hasil dari pikirannya. Pandu menolak, ia beranjak, dengan spidol di tangan, ia menuliskan struktur koordinasi staf di lapangan sesuai dengan fakta lapangan. Bianca mengangguk."Untuk jadwalrollingzona, nanti saya coba koordinasi sama kepala kru di sama, saya email atau telpon nanti. Di sini, yang perempuan lebih harus difokuskan, karena beberapa orang ada yang lagi hamil, nggak mungkin di tarih ke tengah laut."Pandu kembali duduk."Kalau untuk latar belakang pendidikan gimana, Ndu? Apa nggak masalah kalau stuktur koordinator di lapangan, sesuai sama pendidikan mereka?" Bianca kembali berbicara."Buat bagian apa? Bukannya masalah itu udah dibuat

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-28
  • Dinikahi Mas Pandu    Morning kiss, Babe.

    Pandu masih terlelap, dengan tangan memeluk pinggang Zita yang ramping, juga karena tubuh Zita yang berusia dua puluh empat tahun tapi tampak seperti anak SMA kelas dua, imut, menggemaskan, ngeselin, tapi ngangenin. Sedangkan Zita yang sudah bangun sejak pukul tiga pagi, jemarinya mengusap layar ponsel. Zita sedang membaca artikel tentang :Pelakor, ciri-ciri wanita perebut suami orang, gerak-gerik pasangan selingkuh, juga, cara menghadapi wanita yang menyukai pasangan kita.Zita masih kepikiran, kecurigaan dan rasa was-was perlahan muncul dipikirannya. Apalagi ia sadar, Pandu belum menjalankan misi membuka segel Zita, dan di dalam hati, Zita juga tak enak hati. Ia juga sudah mempelajari hal tersebut dari sisi agama.Kedua matanya melirik Pandu yang tetap terlihat tampan saat tertidur. Ia tersenyum tipis, isi kepalanya men

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-29
  • Dinikahi Mas Pandu    Saingan

    Perkumpulan ibu-ibu komplek karyawan itu di buka dengan Rima yang menyampaikan beberapa kata sebagai ungkapan rasa syukur karena acara sunatan itu bisa di realisasikan.Zita duduk menatap kagum kepada Rima yang secara personal memang senang berbagi, wajar saja, karena ia juga senior di antara mereka semua. Gemuruh tepuk tangan mengudara, para ibu beranjak, menuju ke posisi masing-masing, Zita menjadi panitia bagian pendataan peserta sunat, menyematkan ID Card dengan peniti di baju koko anak-anak yang akan di sunat.Peserta sunat empat puluh anak, dengan dokter ada sepuluh. Aula di sulap dengan hiasan yang indah dengan pendingin ruangan yang membuat nyaman semua orang. Sejak pukul enam pagi, Zita sudah berada di sana, Pandu masih tidur, dan akan ke kantor pukul sembilan.Tiga hari sejak

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-29

Bab terbaru

  • Dinikahi Mas Pandu    Bonus Chapter

    Zita dan Pandu berjalan-jalan di taman yang ada di kota Istanbul, keduanya begitu menikmati hari yang selama ini mereka nantikan. Keempat anaknya sibuk dengan acara jalan-jalannya sendiri bersama saudara sepupu lainnya. Bangku taman itu mereka duduki, Pandu membenarkan kaca mata hitam yang bertengger di hidung mancungnya. Zita memberikan es kopi miliknya ke tangan Pandu, karena ia ingin mengambil ponsel miliknya dari dalam tas. "Mas, kita foto-foto dulu, selfie dulu biar keceh..." ujarnya sambil mengarahkan layar ponsel ke arah keduanya. Pandu bahkan tersenyum bahagia, dan ada yang foto sambil mencium pipi istrinya itu. "Zit, kalau rambutku di cet cokelat tua bagus kayaknya, deh," tanya Pandu sambil menyugar rambutnya yang masih lebat. Bagaimana tidak, Zita rajin membalur rambut Pandu dengan ramuan cemceman warisan budenya, dengan minyak kemiri, juga bahan-bahan tradisional lainnya. "Nggak usah. Ngapain, mau centil kamu. Puber ke dua? Iya?"

  • Dinikahi Mas Pandu    Dinikahi Mas Pandu

    Hidup manusia itu layaknya roda berputar, itu benar. Pengulangan lingkaran kehidupan itu pasti akan terjadi. Tak jarang, banyak yang berpikir untuk mengubah jalan hidupnya menjadi lebih baik dari pada yang terdahulu, baik orang tua tua sendiri, atau menyangkut jalan hidup anggota keluar lainnya. Pandu dan Zita, menikah begitu cepat, kenalan juga cepat, harus menikah siri lebih dulu sebelum buku nikah diterima di tangan, tapi mampu membangun rasa cinta dua orang asing yang akhirnya, merasa terikat dan begitu saling membutuhkan seumur hidup. Tahun demi tahun mereka lewati, ujian rumah tangga mereka hadapi, pun, saat ujian berganti saat menerpa anak-anak mereka. Duta sempat berkelahi dengan remaja seusianya saat mengganggu Diva dan Dira yang berjalan setelah pulang dari minimarket, tak tedeng aling-aling, Duta main hajar dua remaja itu hingga akhirnya Pandu dan Zita ke rumah sakit karena dua remaja itu terluka cukup parah. Padahal, Datra lah si atlit karate, tapi Datra tak pern

  • Dinikahi Mas Pandu    Keistimewaan masing-masing

    Tidak heran, jika keluarga Pandu dan Zita memang ramai dan heboh. Tahun berganti, kehidupan mereka tak ayal seperti keluarga pada umumnya. Masalah banyak mereka temui, dan bisa terpecahkan dengan sangat baik juga. Ingat Duta yang tak bisa membaca? Kini, di saat triplet sudah menginjak masa sekolah dasar, Duta menunjukkan hal lain yang mampu membuat Zita dan Pandu bangga. Ia juara umum pidato anak kelas 6 SD. Iya, kini mereka sudah besar, waktu berjalan begitu cepat. Zita, apalagi Pandu, semakin tua, tapi, tidak mematikan semangat jiwa muda mereka semua.Pidato dengan tema "Sekolah untuk siapa?" itu, dibuat Duta seorang diri. Materinya ia kumpulkan sendiri sambil banyak menonton berita juga membaca buku. Tuh, kan, jangan meremehkan seseorang. Dulu, Pandu dan Zita bisa saja kesal karena kelihatannya, Duta malas belajar, pemberontak, tapi kini, ia seperti anak yang suka berorasi, menyuarakan pikirannya dengan terbuka, jago debat, dengan cara yang tepat. Datra bahkan kewalahan sa

  • Dinikahi Mas Pandu    Persiapan masuk SD

    Pandu pulang kerja dengan keadaan letih, bagaimana tidak, kepalanya seharian itu isinya angka semua. "Ta, Zita..." panggilnya sambil meletakkan kunci mobil di tempat yang sudah tersedia. Dari lantai dua rumah, terdengar suara melengking Zita dari kamar anak-anaknya. Dua kamar yang dijadikan satu itu begitu luas, tiga ranjang terpisah juga sudah di atur Zita untuk kamar triplets. Pandu melihat bibi menyiapkan makan malam di jam setengah tujuh itu."Pak, Ibu jangan di ganggu, lagi jadi guru dadakan," ujar bibi. Pandu yang sudah berdiri di titian tangga ke dua, menoleh cepat."Emang, ada apaan?" Pandu mengerutkan kening."Tadi sore, sepulang Ibu rapat RT untuk lomba senam, anak-anak minta diajarin belajar membaca, tapi berakhir drama karena Duta nggak mau belajar dan ngambek sampai nangis guling-guling di karpet, Pak."Pandu menghela napas, "lagi-lagi Duta," keluhnya."Pak, jangan di omelin, kasihan Duta," pinta bibi yang memang, cenderung lebih meman

  • Dinikahi Mas Pandu    Piknik berujung liburan mendadak

    "Ini gimana, sih masangnya?" keluh Zita saat ia sibuk menyiapkan keranjang ritan warna cokelat itu. Rambutnya ia kuncir tinggi, terasa gerah karena menyiapkan empat orang anak yang mendadak minta piknik ke kebun binatang, tidaklah sesederhana yang di bayangkan para ibu rumah tangga yang mampu membayar 4 bahkan lebih suster atau asisten. Zita, hanya masih mempekerjakan Bibi yang sudah hampir tujuh tahun ikut dengannya bekerja."Ayo, Zita," ucap Pandu sambil mengecup tengkuk istrinya bertubi-tubi."Mas, ih! Geli, kamu nyosor aja sukanya, ya ampun. Nggak lihat nih, aku ribet masang keranjang ginian," protes Zita sambil menyingkir dari ciuman suaminya yang sudah berusia kepala empat itu."Sini, sayang, aku bantu. Nih, gendong Dira dulu," ucap Pandu. Zita menoleh ke belakang, Dira yang sudah berusia satu tahun. Kelahiran anak ke empat berjenis kelamin perempuan itu, mampu membuat tim anak-anak mereka seimbang. Diva senang, ia punya saudari, tak melu

  • Dinikahi Mas Pandu    Berlayar bersama (2)

    Keduanya pun sudah selesai makan siang, Pandu bergabung bersama para pria, sedangkan Zita bersama para wanita. Anak-anak sudah tidur di kamar, dan... jangan lupa, dikelonin Ageng. Calon manten itu memang sudah tak merawat triplet semenjak sibuk bekerja di koperasi karyawan, tapi jika ada waktu, selalu bersama tiga keponakannya itu."Zita, Ageng udah dapet kontrakan untuk boyong istrinya nanti di Jakarta?" tanya ibu mertunya."Udah, Bu, deket kantor. Naik motor cuma lima belas menit. Minggu lalu Zita sama Mas Pandu juga ngecek ke sana, ada dua kamar, agak masuk gang memang, tapi nyaman." Zita membantu merapikan hiasa untuk kotak seserahan. Istri Pandu itu tampil cantik sendiri, selain rajin perawatan diri di rumah dan skin care dagangan tetangga, membuatnya tampil berkilau dengan budget sederhana.Zita rajin minum jamu, olahraga ringan di rumah, hingga menjadi asisten Ayunda sebagai instruktur senam, bukan... bukan... lebih tepatnya tim hore dengan mikrofon di ta

  • Dinikahi Mas Pandu    Berlayar bersama (1)

    "Ayo... ayo... cepetan! Kita bisa ketinggalan kereta...! Ya ampunnn..." panik Zita yang berjalan menggandeng dua anaknya, satu anaknya lagi digendong Pandu, sedangnya Ageng sudah berlari lebih dulu untuk mencari gerbong kereta yang akan mereka naiki. Porter berjalan di belakang mereka membawa tiga tas koper besar. Tak hanya satu, tapi ada tiga porter yang mereka minta bantuan jasanya."Ini...!" teriak Ageng. Ia memberikan tiket kereta ke petugas yang masih berdiri di depan gerbong kereta eksekutif yang akan mereka naiki. Zita dan dua anaknya berjalan ke dalam gerbong, lalu Pandu yang masih menggendong Diva. Zita terengah-engah, ia merasa lega karena tak tertinggal kereta. Duta dan Datra memindai sekitar sembari menganga. Pertama kali naik kereta dan tampak takjub. "Diva duduk di sini sama Om Ageng, ya," ujar Zita sembari memindahkan Diva dari gendongan Pandu. Mereka duduk di bangku 13DC yang artinya, kursi bisa diputar 180 derajat, kereta Argo lawu itu nyaman karena kelas eks

  • Dinikahi Mas Pandu    Lamaran Ageng (2)

    Zita memiringkan tubuhnya menghadap ke arah suaminya yang bertelanjang dada, jujur saja Zita tergoda, bagaimana tidak, suaminya tetap menjaga bentuk tubuhnya itu, walau saat di luar rumah, tak pernah ia pamerkan. Maksudnya itu, Pandu tak pernah tebar pesona sok-sok menunjukkan tubuh atletisnya, bahkan saat bekerja pun, Pandu tak memakai kemeja yang ketat membentuk tubuhnya, ia justru tampak seperti bapak-bapak mendekati kepala empat yang tak memerhatikan penampilan, tapi... sata di rumah dan berdua bersama Zita, hmmm... jangan di tanya apa lagi di bayangkan, Zita lah penguasa tubuh Pandu. Hal itu sengaja Pandu lalukan guna meminimalisir tatapan wanita-wanita yang bisa saja tergoda dengan penampilan fisik Pandu.Jadi, tak cuma hati, tapi tubuhnya pun, hanya milik Zita seorang. Ingat kan, pengalaman dua pelakor yang habis di bantai istrinya itu? Pandu sungguh menjadikan itu pelajaran. Pun, Zita, istrinya itu tak pernah berdandan cetar membahana tiada tara jika keluar rumah, cuk

  • Dinikahi Mas Pandu    Lamaran Ageng (1)

    Lima tahun kemudian."Kamu, serius, Geng?" tatapan Zita begitu lekat. Sedangkan Pandu hanya bisa duduk tegak di sebelah istrinya karena merasa terkejut dengan ucapan Ageng."Udah bener?" lanjut Zita. Ageng mengangguk."Hmmhh... yaudah, mau gimana lagi, kan. Mas Pandu, gimana?" toleh Zita. Pandu melirik ke istrinya itu."Yaudah, siapin semuanya, deh. Ngapain juga kelamaan pacaran, Geng. Aku hubungin keluarga di Solo. Tapi, serius udah dipikirin baik-baik? Nikah itu bukan perkara SAH dan enak-enak aja, Geng, tapi banyak hal yang--" mulut Pandu dibekap Zita."Stop. Menurut kamu, kamu udah sehebat itu bisa nasehatin Ageng, heh?" pelototan Zita membuat kedua mata Pandu membentuk garis lurus. Ageng terbahak-bahak."Sukurin! Lagu-laguan kasih nasehat soal pernikahan. Tuh, lihat, anak-anak udah siap les berenang. Lets Go triplets! Om Ageng temenin berenang." Ageng beranjak, meraih kunci mobil. Datra, Diva dan Duta menghampiri papa mamanya yang masih

DMCA.com Protection Status