Semua Bab Pendekar Kujang Emas: Bab 301 - Bab 310

651 Bab

301. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

“Kau benar, Nilasari. Tapi aku ingin memastikan satu hal lagi sebelum kita benar-benar bisa mencoba racun kalong setan pada diri kita,” ujar Wintara.Nilasari berdecak kesal, mengentak kaki karena geram. “Apa lagi yang kau tunggu, Kakang? Apa kau masih tidak yakin dengan khasiat racun kalong setan itu? Kita bisa menjadi lebih kuat dengan racun itu. Bukankah itu keinginan kita berdua selama ini? Aku benar-benar tidak mengerti dengan cara berpikirmu.”“Apa kau masih mengingat jika racun kalong setan sama sekali tidak bisa digunakan di saat matahari masih bersinar, Nilasari?” Wintara memelotot tajam.Nilasari mendengkus, menyilangkan kedua tangan di depan dada. Wajahnya semakin cemberut. “Tentu saja aku tahu, Kakang.”“Aku ingin tahu apa yang akan terjadi pada Bedung esok hari. Apakah dia tetap dalam wujud dan kekuatannya saat ini atau justru kembali ke keadaannya semula. Apa kau mengerti maksud perkataanku, Nilasari?”Nilsari membelakangi Wintara, melompat ke sebuah puncak pohon untuk m
Baca selengkapnya

302. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

“Apa mungkin kau adalah pendekar hitam yang sudah menolong para pendekar golongan putih dalam menghadapi Wintara dan Nilasari ketika mereka menyerang Jaya Tonggoh?” tanya salah satu pendekar.Tarusbawa diam sejenak, bergumam, “Pendekar Hitam? Menolong mereka saat di Jaya Tonggoh? Wintara dan Nilasari?”Tarusbawa berjalan mendekat, mengamati satu per satu orang yang berada di depannya melalui wajah yang hampir semuanya tertutup kain hitam, kecuali dua matanya. Mendengar nama Wintara dan Nilasari membuatnya semakin yakin jika dua musuh lamanya sudah sepenuhnya bebas. Sampai saat ini, ia berusaha mencari keduanya untuk kembali menyegel mereka.Salah satu pendekar tiba-tiba berteriak, “Jangan mendekat! Kami semua sudah terkena racun kalong setan! Akan sangat berbahaya jika kau mendekati kami! Kami tidak mungkin bisa bertahan lebih lama setelah terkena racun ini.”Pendekar lain menyahut, “Jika kau ingin menolong, tolong sampaikan pesan kami pada petinggi golongan putih di Jaya Tonggoh bahw
Baca selengkapnya

303. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

“Dua sosok asing? Mungkinkah itu Wintara dan Nilasari?” Dharma segera berdiri meski tertatih-tatih, mengamati sosok berbaju serba hitam di depannya lekat-lekat. “Izinkan aku untuk membantumu, Pendekar Hitam.”“Jika kau ingin membantu, segeralah temui teman-temanmu dan pastikan mereka bisa bertahan lebih lama. Dengan keadaanmu saat ini, kau hanya akan menghambatku.”“Baiklah, aku mengerti. Aku sangat berhutang budi padamu. Aku pastikan aku akan membayarnya suatu saat nanti.” Dharma membungkuk hormat cukup lama.Tarusbawa maju selangkah saat mendengar suara teriakan dari depan, disusul oleh suara debam cukup keras dari lemparan batang pohon ke sembarang.“Aku pasti akan membunuhmu!” pekik Bedung menggelegar. Secara tiba-tiba, tubuh siluman ular itu semakin membesar.“Siluman itu kembali bangkit dan bertambah besar,” lirih Dharma dengan tatapan terkejut.“Pergilah!” Tarusbawa melirik Dharma singkat.“Baik.” Dharma mulai berlari dengan sesekali menoleh ke belakang. Sekujur tubuhnya terasa
Baca selengkapnya

304. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

“A-apa yang harus kita lakukan saat ini, Kakang?” tanya Nilasari dengan suara bergetar. Ia memegang erat tangan Wintara dengan keringat yang mulai bercucuran. Bayangan masa lalu yang pernah dirinya lewati bersama Tarusbawa terus berlarian dalam benak, membuat keberaniannya sedikit demi sedikit terlucuti.Wintara berusaha mengendalikan diri dengan cara mengembus napas panjang. Pemuda itu memegang erat kendi berisi racun kalong setan, membuka tutup kendi untuk membiarkan asap hitam menyelimutinya dan Nilasari. Meski ketakutan dan bayangan masa lalu masih menghantui, ia tidak boleh gentar setelah berhadapan langsung dengan musuh yang seharusnya dirinya habisi sejak dahulu. Bukankah salah satu tujuannya saat ini adalah menghabisi dan mendapatkan kepala Tarusbawa?“Tenanglah, Nilasari.” Wintara melirik singkat. “Kita pasti bisa menghadapinya dengan kekuatan kita sekarang. Aku sudah mengeluarkan racun kalong setan. Dengan racun ini, Tarusbawa tidak akan bisa berbuat banyak.”Wintara dan Nil
Baca selengkapnya

305. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

Rantai putih yang berada di sekeliling Tarusbawa seketika melindunginya dari serangan tombak dan susuk hitam yang kini bergerak lebih cepat dan dalam bentuk yang lebih besar. Rantai itu kembali bergerak mengincar Wintara dan Nilasari dengan segera. Wintara dan Nilasari sontak mendongak ketika merasakan embusan angin tipis dari atas. Dua buah batu besar seketika menghujani mereka. Untungnya, sabetan ekor mereka mampu menghancurkan dan menghadang serangan tersebut. Akan tetapi, hal itu membuat mereka abai dengan serangan berikutnya. Dua rantai tiba-tiba saja muncul dari dalam tanah dan dengan cepat melilit tubuh besar Wintara dan Nilasari, mencekik mereka dengan cepat. Saat hal itu terjadi, Tarusbawa meluncur turun dan bersiap untuk memberikan serangan lanjutan. Wintara dan Nilasari berusaha melepaskan kungkungan rantai putih yang lima puluh tahun lalu sempat menghancurkan kehidupan mereka. Kedua siluman ular itu menghimpun kekuatan dengan segera hingga tubuh mereka semakin membesar.
Baca selengkapnya

306. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

Matahari kembali hadir pertanda pagi tiba. Cahayanya berubah menjadi kemilau permata di permukaan Telaga Asri. Saat ini, Lingga, Limbur Kancana dan Sekar Sari tengah duduk melingkar untuk sarapan pagi. Tak ada yang berbicara selama beberapa waktu, yang terdengar hanya suara debur air terjun di dekat mulut gua.“Paman,” ujar Lingga membuka pembicaraan, “semalam, aku bermimpi melihat Tarusbawa. Dia berada di sebuah perkampungan untuk menolong orang-orang yang akan dimangsa Wintara dan Nilasari.”“Bermimpi?” Limbur Kancana terdiam sesaat. “Apa kau tahu di mana Tarusbawa menolong orang-orang itu?”Sekar Sari segera menyudahi makannya, meneguk air dengan tatapan tertuju pada Lingga dan Limbur Kancana bergantian. Gadis itu mengembus napas panjang, mengembalikan gelas bambu ke tempat semula. Ia jadi teringat dengan hasil ramuan yang dirinya buat dari tanaman-tanaman yang ia dapatkan dari ruang rahasia di gua ini. Sampai saat ini ia belum memberi tahu Lingga maupun Limbur Kancana mengenai rua
Baca selengkapnya

307. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

Lingga, Limbur Kancana dan Sekar Sari tiba-tiba muncul di bawah sebuah pohon berukuran besar berdaun rindang. Tak lama setelah kemunculan ketiganya, sebuah rombongan yang terdiri dari kebanyakan pria dan beberapa wanita dan anak-anak hadir dengan tiga kuda dan gerobak yang berisi banyak bawaan.Limbur Kancana tiba-tiba melompat ke depan rombongan itu, menjentrikkan jari dan secara tiba-tiba muncul kilatan putih di mata orang-orang itu. Ia kemudian menoleh pada Lingga dan Sekar Sari, memberi tanda dengan anggukan untuk mendekat.Lingga dan Sekar Sari segera melompat, berdiri di samping Limbur Kancana.“Kami bertiga adalah bagian dari rombongan kalian,” ujar Limbur Kancana, “apa kalian semua mengerti?”Orang-orang itu mengangguk, kemudian kembali meneruskan perjalanan seperti tidak pernah terjadi apa pun. Lingga, Limbur Kancana dan Sekar Sari bergerak ke samping untuk memberikan mereka jalan.“Kita akan berjalan di belakang rombongan ini.” Limbur Kancana mulai mengikuti rombongan itu be
Baca selengkapnya

308. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

Lingga mendadak menunduk begitu mendengar perkataan tersebut. Kepalan tangannya menguat bersamaan dengan hati dan pikirannya yang mulai diselimuti ketakutan dan kegelisahan. Akan tetapi, seperti yang pernah ia tanamkan dalam diri, perkataan-perkataan itu tidak akan membuatnya menyerah dalam berjuang.Lingga melirik Limbur Kancana dan Sekar Sari bergantian, menoleh ke langit biru yang luas, dan tak lama setelahnya tersenyum. Pemuda itu menyadari bahwa dirinya tidak sendiri dalam menghadapi jalan takdirnya. Ada orang-orang yang begitu peduli padanya seperti Limbur Kancana, Sekar Sari, Ganawirya, teman-teman padepokannya. Bahkan, sosok Gustri Prabu Nilakendra dan dua cahaya itu yang sampai saat ini masih sangat misterius baginya.“Kakang,” panggil Sekar Sari, “apa kau baik-baik saja?”“Aku baik-baik saja.” Lingga mempercepat langkah kaki. “Aku justru semakin bersemangat untuk berlatih saat ini.”“Ambillah.” Sekar Sari menyodorkan sebuah kendi kecil. “Ramuan ini bisa membuatmu lebih tenan
Baca selengkapnya

309. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

“Sepertinya sudah terjadi sesuatu sehingga para pendekar itu tampak terburu-buru,” bisik Sekar Sari, “apa mungkin ini ada hubungannya dengan berita yang kita dengar tadi?”“Sepertinya memang begitu.” Lingga menyahut dengan pandangan yang tertuju pada para pendekar yang dengan cepat menghilang dari pandangan, menyisakan debu yang masih berputar-putar di jalanan.“Kita segera antar barang-barang ini pada para pendekar dan para tabib,” ujar pemimpin rombongan sembari melambaikan tangan.Mendengar tabib disebut, Sekar Sari seketika tersenyum. “Ini kesempatanku,” gumamnya.Lingga, Limbur Kancana dan Sekar Sari kembali mengikuti rombongan. Penghentian pertama mereka adalah sebuah ruangan cukup besar yang ditangani oleh beberapa pendekar dan warga yang membantu. Barang-barang berupa sayuran, buah-buahan, daging hewan dan ikan dalam keranjang-keranjang segera diturunkan.Beralih ke tempat kedua, rombongan menemui para tabib dan beberapa pendekar yang berjaga di tempat para korban. Keranjang-k
Baca selengkapnya

310. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

Limbur Kancana masih berada di kerumunan para pendekar yang berkumpul di tanah lapang. Wirayuda dan beberapa pendekar keluar dari bangunan, berdiri di hadapan seluruh pendekar, mengamati keadaan sesaat.“Ada hal penting yang harus kuberitahukan pada kalian semua,” ujar Wirayuda.Beberapa warga yang penasaran tiba-tiba mendekat ke tempat perkumpulan. Sayangnya, mereka diusir oleh pendekar yang berjaga. Meski begitu, warga tetap bersikeras melihat walau dari jarak yang cukup jauh.Wirayuda memberi tanda pada Galih Jaya yang berada di sampingnya. Pendekar muda itu mengangguk, berjalan beberapa langkah ke depan.“Beberapa saat lagi, kelompok pendekar yang akan mengawal kedatangan para pendekar dan para tabib dari wilayah tengah akan segera berangkat,” ujar Galih Jaya, “untuk itu, bagi siapa pun yang diberi tugas tersebut harap segera mempersiapkan diri.”Para pendekar segera berbisik-bisik dengan rekan di sampingnya. Limbur Kancana hanya diam seraya memperhatikan keadaan.Galih Jaya melan
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
2930313233
...
66
DMCA.com Protection Status